lokasi bima |
oleh: Sagitri Kunti Reksa Ayu
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Latar
belakang sosial ekonomi profesi seorang guru kebanyakan kalangan menengah
kebawah. Masih sedikit sekali data yang menyebutkan kalangan sosial ekonomi
menengah keatas bersedia memilih sebagai guru. Situasi ini penuh dengan beban
moral dan sosial yang menuntut hidupnya sesuai dengan apa yang diajarkan,
sesuai dengan apa yang diucapkan baik itu dalam relasi sosialnya di sekolah
maupun diluar sekolah. Karena menjadi seorang guru harus benar-benar menjalankan
perannya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Guru pun mempunyai kode etik
yang tidak semua orang bisa menjalankannya. Ini semua berkaitan dengan
kepribadian dari individu yang menjadi seorang guru. Maka penyusun mencoba
untuk mengurai kedudukan dan peran, kode etik dan kepribadian seorang guru yang
akan dibahas pada bab berikut ini.
B.
Rumusan Masalah
1
Bagaimana
kedudukan dan peran guru di sekolah dan di masyarakat?
2
Apa
sajakah kode etik guru?
3
Bagaimana
kepribadian seorang guru?
C.
Tujuan Masalah
1
Kedudukan
dan Peran guru di sekolah dan di masyarakat
2
Kode
etik Guru
3
Kepribadian
Guru
BAB II
PEMBAHASAN
PERAN DAN KEPRIBADIAN GURU
1. Peran Guru
1.1.Kedudukan dan Peran Guru
Guru dipandang sebagai sumber
keteladanan dan di tuntut berprilaku ideal secara normatif. Maka muncullah
berbagai sanjungan terhadap guru, seperti digugu dan ditiru,
pahlawan tanpa tanda jasa dan pejabat mulia.
Peran guru disekolah di tentukan oleh
kedudukannya sebgai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai
pegawai. Sedangkan yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan
pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus
menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat[1].
Maka, seseorang yang kedudukannya sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan
dapat pula membatasi pergaulannya[2].
Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulan terutama bagi kalangan guru yang sependirian dengannya.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh
fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus
dihormati. Oleh sebab guru lebih tua dari pada muridnya, maka berdasarkan
usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga
dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya
sendiri harus pula diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus
pula memandang muridnya sebagai anak.
Dalam struktur sosial didalam sekolah,
kedudukan guru lebih rendah daripada kepala sekolah karena itu ia harus
menghormatinya dan bersedia mematuhinya dalam hal-hal mengenai sekolah. Akan
tetapi guru akan membawa norma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya dari orangtuanya
kedalam kelas yang diajarnya. Walaupun guru berkat pendidikannya dapat
mempetinggi tingkat kulturalnya, ia akan tetap terikat oleh latar belakangnya,
yakni nilai-nilai pedesaan golongan menengah-rendah yang mungkin sekali berbeda
dengan norma murid-murid, khususnya dikota-kota. Banyak orang tua murid di
sekolah menengah yang golongan sosialnya lebih tinggi dari gurunya.
1.2.Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
Peranan guru dalam sehubungannya dengan
murid bermacam-macam. Menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni
situasi formal dalam proses belajar mengajar didalam kelas dan dalam situasi
informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha
guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan
kewibawaannya atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur
dan mengontrol kelakuan anak[3].
Adanya kewibawaan guru dapat di
pengaruhi oleh beberapa hal antara lain sebagai berikut[4]:
§ Anak-anak
secara langsung mengharapkan guru yang berwibawa dapat bertindak tegas untuk
menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila
ada guru baru, mereka sering menguji sejauh manakah kewibawaan guru itu. Mereka
lebih senang bila guru menang dalam pengujian kewibawaan guru itu.
§ Guru
dipandang sebagai pengganti orang tua, lebih0lebih pada tingkat SD. Bila
dirumah anak itu mematuhi ibunya, lebih mudah ia menerima dan mengakui
kewibawaan guru.
§ Pada
umumnya, tiap orang mendidik anaknya gar patuh kepada guru. Bila guru digambarkan
sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak menghukum
pelanggaran anak. Bila orang tua senantiasa memihak guru dalam segala
tindakannya, guru lebih mudah menegakkan kewibawaannya.
§ Guru
dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial antara
dirinya dengan murid. Kewibawaan akan lenyap bila guru itu terlampau akrab
dengan murid dan bersenda gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi formal,
guru harus senantiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi salah
seorang anggota yang sama dengan anal-anak.
§ Guru
harus selalu disebut “ibu guru” dan “bapak guru” dan julukan itu memperoleh
kedudukan sebagai orang yang dituakan.
§ Dalam
kelas, guru duduk atau berdiri di depan murid. Posisi menonjol itu memberikannya
kedudukan yang lebih tinggi dari pada mudrid yang harus duduk dengan tertib di
bangku tertentu.
§ Guru
disediakan ruang guru yang khusus yang tidak boleh dimasuki murid begitu saja.
§ Guru-guru
muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak akan dinasehati oleh
guru-guru yang berpengalaman agar senantiasa menjaga jarak dengan murid dan
jangan terlampau rapat dengan mereka.
§ Wibawa
guru juga diperoleh dari kekuasaannya untuk menilai ulangan atau ujian murid
dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah
ia naik atau tinggal kelas. Namun, ada saja guru yang menyalahgunakan kekuasaan
itu hingga diberi julukan killer.
§ Namun,
kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya. Kepribadian
harus dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian diperoleh dengan wujud
norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung jawab, yang nyata
dalam ketaatan waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan
murid, kesediaan membimbing, kesabaran, ketekunan, kejujuran dan sebagainya.
Dalam situasi informal, yakni guru dapat
mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya suatu rekreasi,
berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru yang
pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka[5].
Hubungan guru dan murid mempunyai sifat
yang stabil, yaitu sebagai berikut[6]:
·
Ciri khas
hubungan ini ialah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid.
Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi dan karena itu
dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat
hubungan itu. Bila anak itu meningkat sekolahnya, ada kemungkinan ia mendapat
kedudukan yang lebih tinggi dan sebagai siswa pasca sarjana ia dapat
diperlakukan sebagai manusia yang matang dan dewasa, jadi banyak sedikit status
yang mendekat status dosen.
·
Dalam hubungan
guru murid biasanya hanya murid yang diharapkan mengalami perubahan kelakuan
sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan kelakuan.
Sedangkan, murid harus memperlihatkan dan membuktikan bahwa ia mengalami
perubahan kelakuan.
·
Aspek ketiga ini
bertalian dengan aspek kedua, yakni bahwa perubahan kelakuan yang diharapkan
mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesific, misalnya agar anak menguasai
bahan pelajaran tertentu.
·
Guru akan lebih
banyak mempengaruhi kelakuan murid bila dapat memberi pelajaran dalam kelas
hubungan itu tidak sepihak, seperti terdapat dalam metode ceramah. Akan tetapi,
hubungan interaktif dengan partisipasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak
murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam kelas yang kecil daripada di kelas
yang besar.[7]
Ada klasifikasi lain tentang peranan
guru, yakni dengan membedakan tipe guru yang dominatif mendominasi atau
menguasai murid, menentukan dan mengatur kelakuan murid, serta menginginkan
konformitas dalam kelakuan mereka.
Guru tidak banyak mencampuri, mengatur,
atau menegur pekerjaan anak, tetapi membiarkannya bekerja menurut kemampuan dan
cara masing-masing. Dengan demikian, terjadi integritas atau keharmonisan guru
dan anak tanpa menimbulkan pertentangan. Guru yang bersikap integratif ini
cocok bagi pengajaran atau kurikulum yang student-centered. Sikap serupa
ini lebih mengembangkan kepribadian anak menjadi orang yang dapat berdiri sendiri,
dapat memilih sendiri dengan penuh tanggung jawab (Nasution, 1983:116-117).
1.3.Peran Guru dalam Masyarakat[8]
Peranan guru dalam masyarakat anatara
lain tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan
sosial guru berbeda dari jaman ke jaman, dari negara ke negara. Pekerjaan guru
selalu di pandang dalam hubungannya dengan ideal membangun bangsa. Guru-guru
menerima harapan masyarakat agar mereka menjadi syuri tauladan bagi anak
didiknya. untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi.
Guru hendaknya mengenal masyarakat agar
dapat berusaha menyesuaikan pelajaran dengan keadaan mesyarakat sehingga
relevan.
Ini penting sekali agar dalam proses
pembelajaran dan sosialisasi terhadap anak didik tidak terjadi pertarungan
nilai dan pengetahuan antara sekolah dan masyarakat. Kalaupun terjadi
perbedaan, bisa didialogkan secara humanis dan memberi pencerahan yang
bermanfaat untuk masyarakat agar lebih maju.
1.4.Guru Bukan Buruh Belaka[9]
Dalam penelitian oleh pusat penelitian
dan studi pendidikan (PPSK) universitas gajah mada di kampong “Diraprajan”
Yogyakarta lebih dari dua pertiga kelompok pegawai negeri, tenaga professional,
administrasi dan guru, berpenghasilan tinggi yakni diatas Rp 15.000,- seminggu
atau Rp 60.000,- per bulan (kompas 29 oktober 1982). Namun diakui bahwa status
sosial guru tidak semata-mata ditentukan oleh pendapatannya.
1.5.Peranan Guru dalam Hubungannya dengan Guru-Guru Lain
dan Kepala Sekolah
Interaksi atau hubungan dalam klik
informal sering memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan. Maka,
besar faedahnya bila kepala sekolah mengetahui adanya berbagai macam kelompok
serta hubungan antar-kelompok itu, atau pertentangan diantaranya.
Pengetahuan itu dapat membantu kepala
sekolah untuk menggerakkan seluruh staf guru untuk tujuan tertentu. Ia dapat
bekerja dan mencapai tujuannya melalui kelompok informal ini. Gur-guru lebih
mudah menerima sesuatu melalui guru-guru yang dipandangnya sebagai sahabat.
Mungkin juga terdapat persaingan antar-kelompok yang dapat dimanfaatkan kepala
sekolah untuk berlomba-lomba mencapai prestasi yang lebih baik. Akan tetapi,
persaingan antar kelompok mempunyai pengaruh yang merugikan.(Nasution,
1983:79-80)
Interaksi antar guru juga terjadi
melalui wadah resmi, seperti KORPRI dan PGRI. Sebagai pegawai negeri dan
anggota KORPRI, tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam
melakukan tugasnya. Bagi guru, ini berarti bahwa ia harus hadir pada tiap
pelajaran agar jangan merugikan murid.
Guru-guru cenderung bergaul dengan
sesama guru. Guru terikat oleh norma-norma menurut harapan masyarakat yang
dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan yang tidak dibebani oleh
tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu.
2. Kepribadian Guru
2.1.Pribadi Guru
Guru merupakan sumber pengetahuan utama
bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memandang guru sebagai
orang yang pandai yang tidak mempunyai inteligensi tinggi, melainkan pada
stereotip guru yang beragam[10].
2.2.Perkembangan Pribadi Guru
Kepribadian guru
terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat
sekitar. Guru harus menjalankan peranannya menuruy kedudukannya dalam berbagai
situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan itu akan mendapat
kecaman dan harus dielaknya. Sebaliknya kelakuan akan diinternalisasikan dan
menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.
2.3.Ciri-Ciri Stereotip Guru
Secara garis besar, terdapat beberapa
ciri-ciri stereotip guru, yaitu sebagai berikut:[11]
Ø Guru
tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel.
Ø Guru
pandai menahan diri.
Ø Guru
cenderung menjauhkan diri karena hambatan batin untuk bergaul secara intim
dengan orang lain.
Ø Guru
berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan kelakuannya pada norma-norma
yang berkenaan dengan kedudukannya.
Ø Guru
cenderung bersikap otoriter dan ingin menggurui dalam diskusi.
Ø Guru
cenderung bersikap konservatif, baik dalam pendiriannya maupun dalam hal-hal
lahiriyah seperti mengenakan pakaian.
Ø Guru
pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Seorang
memasuki lembaga pendidikan guru sering pilihan lain tertutup.
Ø Guru
pada umumnya tidak memiliki ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan.
Ø Guru
lebih cenderung mengikuti pimpinan dari pada memberi pimpinan.
Ø Guru
dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai masalah.
Ø Guru
cenderung memandang guru-guru sebagai kelompok yang berbeda dari pekerja
lainnya.
Ø Guru
menunjukkan kesediaan untuk berbakti dan berjasa[12]
2.4.Memilih Jabatan Guru
Siapakah yang memilih jabatan guru?
Pekerjaan guru mempunyai ciri-ciri tertentu. Apakah orang yang menjadi guru
mempunyai kepribadian yang sesuai dengan pekerjaan itu?
Memilih jabatan sering tidak rasional.
Lulusan SMA tidak bebas memilih dan memperoleh jurusan dan fakultas menurut
keinginan masing-masing. Karena keterbatasan tempat dan banyaknya calon maka
seorang menerma apa saj yang diperoleh dan merasa beruntung walaupun tempatnya
itu tidak sesuai dengan keinginan atau bakatnya. Studi khusus yang mendalam
perlu dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan motivasi individu yang
bersangkutan.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru
bekerja dengan penuh dedikasi yang menunjukkan kesediaan tinggi untuk berbakti
kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah
finansial ia juga manusia biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah
selayaknya nasib guru mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.
2.5.Ketegangan dalam Profesi Keguruan
Menurut nasution, profesi guru memiliki
ketegangan yang disebabkan oleh beberapa hal berikut:
§ Tiap
pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan, apakah
pekerjaan diplomat, penerbang sopir, dokter ataupun guru. Ketegangan itu tidak
hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan, tetapi juga bergantung pada orang yang
melakukannya. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk mencapai kepuasan
yang dicari individu dari kedudukannya.
§ Gaji
pekerja atau pegawai pada umumnya tidak tinggi bila dibandingkan dengan gaji di
negara maju, atau dibandingkan dengan guru di Malaysia atau singapura.
§ Mengenai
status guru di dalam masyarakat, dapat kita selidiki pendapat banyak orang.
Guru banyak berasal dari golongan rendah atau menengah-rendah dan memandang
jabatan sebagai guru sebagai jalan untuk mendapatkan status yang lebih tinggi.
Status guru yang tidak begitu tinggi dalam mata masyarakat dan tidak begitu
jelas bagi guru mungkin akan mengecewakan dan dapat mengganggu kestabilan
kepribadiannya.
§ Otoritas
guru untuk menghukum atau memberi penghargaan pada murid. Tidak selalu sama
pendapat mesyarakat apa yang harus dihargai atau dihukum sehingga dapat
menimbulkan suatu ketegangan.
§ Ketegangan
juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui
sebagai profesi? Tanpa melalui pendidikan keguruan, seseorang dapat mengajar.
§ Sumber
ketegangan berikutnya juga terletak pada pekerjaan guru didalam kelas. Disitu
diuji kemampuannya dalam profesinya, kesanggupannya untuk mengatur proses
belajar mengajar agar berhasil baik sehingga memuaskan bagi setiap murid.
Profesi guru juga memiliki sisi
kesenjangan yang bisa menimbulkan konflik internal dan eksternal. Kesenjangan
yang dapat menimbulkan konflik di antara para guru antara lain sebagai berikut:
o
Kesenjangan
antara guru dan para birokrat, yang memperoleh tunjangan struktural yang kini
naik melangit disertai berbagai fasilitas lainnya.
o
Kesenjangan
antara guru dan dosen. Ketika dosen sudah lama memperoleh tunjangan fungsional,
guru hanya sekedar mendapat apa yang disebut dengan tunjangan tenaga
pendidikan.
o
Kesenjangan guru
menurut jenjang pendidikan, misalnya antara guru SD, SLTP dan SLTA yang di masa
lalu berada di lingkungan pengelolaan yang berbeda.
o
Kesenjangan
antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara dan guru swasta yang digaji
oleh pihak swasta.
o
Kesenjangan
antara guru pegawai tetap dan guru honorer yang tidak seimbang dengan tuntutan
kerja.
o
Kesenjangan
antara guru yang bertugas di kota-kota dan guru yang bertugas di wilayah
pedesaan atau daerah terpencil, terutama dalam hal pendapatan, kesempatan
melanjutkan studi, kesempatan mengikuti perkembangan dan tugas yang lebih
berat.[13]
Guru zaman sekarang berada di posisi
tersandung, terjebak dan terbebani. Hal ini dikaitkan dengan jabtan guru dan
selalu dikaitkan dengan rujukan nilai-nilai yang bersifat normatif sehingga
selalu dipandang sebagai jabatan mulia.
Masyarakat tidak mau tahu, yang penting
guru harus berprilaku sesuai sengan norma itu. Di masa lalu, dalam kondisi
kehidupan sosial budaya yang masih homogen, mungkin hal itu dapat diwujudkan
oleh guru. Namun, zaman telah berubah karena pesatnya perkemmbangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Telah terjadi pergeseran nilai yang menjurus ke
hal-hal yang bersifat materialis dan lahiriyah.
Dengan perkembangan inni, banyak pihak
yang memperoleh peningkatan kualitas kehidupan dalam aspek status sosial dan
ekonomi, sementara para guru masih tertinggal jauh dan dibiarkan terus
tertinggal. Karena penilaiannya hanya semata-mata lahiryah saja, ketertinggalan
dalam aspek materi lahiriyah telah membuat terjadinya erosi terhadap
penghargaan bagi para guru.
Guru dengan penuh kesadaran telah
berusaha untuk mewujudkan kinerjanya sesuai dengan tuntutan dan harapan
masyarakat. Namun, guru masih tetap dan terus dituntut tanpa keberpihakan untuk
memerhatikan realitasnya sebagai manusia. Keadaan inilah yang membuat guru
tersandung. Dalam suasana reformasi yang ditandai dengan keterbukaaan da
demokratisasi, guru mencoba keluar dari belenggu-belenggu sanjungan yang justru
sering membuat terpasung dan tersandung.
3. Kode Etik Guru[14]
1. Guru
berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang berpancasila.
a. Guru
menghormati hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-masing.
b. Guru
berusaha mensukseskan pendidikan yang serasi (jasmaniah dan rohaniah) bagi anak
didiknya.
c. Guru
harus menghayati dan mengamalkan pancasila.
d. Guru
dengan bersungguh-sungguh menginfestasikan pendidikan moral pancasila bagi anak
didiknya.
e. Guru
melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik
agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
f. Guru
membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan ketrampilan pada anak
didik.
2. Guru
memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuia dengan
kebutuhan nak didik masing-masing.
a. Guru
menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya
masing-masing.
b. Guru
hendaknya luwes di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak
didik masing-masing.
c. Guru
memberikan pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurikulum tanpa membeda-bedakan
jenis dan posisi orang tua muridnya.
3. Guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
a. Komunikasi
guru dan anak didik di dalam dan di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih
sayang.
b. Untuk
berhasilnya pendidikan, maka guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar
belakang keluarganya masing-masing.
c. Komunikasi
guru ini hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan anak didik.
4. Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memlihara hubungan dengan orang tua
murid denga sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
a. Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan
belajar di sekolah.
b. Guru
menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid sehingga terjalin pertukaran
informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik.
c. Guru
senantiasa menerima dengan dada lapang setiap kritik membangun yang disampaikan
orang tua murid/masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
d. Pertemuan
dengan orang tua murid harus diadakan secara teratur.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun
masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan masyarakat pendidikan.
a. Guru
memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
b. Guru
turut menyebarkan program-program pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat
sekitarnya, sehingga sekolah tersebut turut berfungsi sebagai pusat pembinaan
dan pengambangan pendidikan dan kebudayaan di tempat itu.
c. Guru
harus berperan agar dirinnya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur
pembaru bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d. Guru
turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktifitas.
e. Guru
mengusahakan tercipanya kerja sama yang sebaik-baikny antara sekolah, orang tua
murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran
bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua
murid dan masyarakat.
6. Guru
secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu profesinya.
a. Guru
melanjutkan studinya dengan:
1. Membaca
buku-buku;
2. Mengikuti
loka karya, seminar, gerakan koperasi, dan pertemuan-pertemuan pendidikan dan
keilmuan lainnya.
3. Mengikuti
penataran.
4. Mengadakan
kegiatan-kegiatan penelitian.
b. Guru
selalu berbicara, bersikap, dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
7. Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
a. Guru
senantiasa saling bertukar informasi, pendapat, saling menasehati dan bantu
membantu satu sam lainnya, baik dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam
menunaikan tugas profesinya.
b. Guru
tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan
seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara keseluruhan maupun secara
pribadi.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi guru
professional sebagai sarana pengabdiannya.
a. Guru
menjadi anggota dan pendidikan dan membantu organisasi guru yang bermaksud
membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
b. Guru
senantiasa berusaha bagi peningkatan persatuan diantara sesame pengabdi
pendidikan.
c. Guru
senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-sikap, ucapan-ucapan dan
tindakan-tindakan yang merugikan organisasi.
9. Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan.
Guru senantiasa tunduk
pada kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru melakukan tugas
profesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian.
Guru berusaha membantu
menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kepada
orang tua murid dan masyarakat sekitarnya.
Guru berusaha menunjang
terciptanya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau daerahnya sebaik-baiknya.
(Dikutip
dari buku Landasan Organisasi PGRI)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran guru disekolah di tentukan oleh
kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai
pegawai. Peranan guru dalam sehubungannya dengan murid bermacam-macam. Menurut
situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses
belajar mengajar didalam kelas dan dalam situasi informal.
Guru merupakan sumber pengetahuan utama
bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memandang guru sebagai
orang yang pandai yang tidak mempunyai inteligensi tinggi, melainkan pada
stereotip guru yang beragam.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru
bekerja dengan penuh dedikasi yang menunjukkan kesediaan tinggi untuk berbakti
kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah
finansial ia juga manusia biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah
selayaknya nasib guru mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.
[1] Prof. DR. S.
Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:91
[2] Muhammad Rifa’i.
Sosiolagi Pendidikan. Hal:107
[4]
Muhammad
Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:115
[5]
Prof.
DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:94
[6]
Muhammad
Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:117
[7]
Nasution.
1983:78-79
[8] Prof. DR. S.
Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:95
[9] Prof. DR. S.
Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:97
[10] Prof. DR. S.
Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:102
[11] Muhammad Rifa’i.
Sosiolagi Pendidikan. Hal:107
[12]
Nasution,1983:104-105
[13]
Surya, 2004:2
[14] Drs. M. Ngalim
Purwanto, MP. Administrasi dan supervise pendidikan. Hal:156
Tidak ada komentar:
Posting Komentar