KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Alkhamdulillah,
puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan rahmat serta karunianya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
Makalah
yang berjudul kolektipa sosial ini, merupakan sebuah sarana yang dapat
membantu proses perkuliahan khususnya pada mata kuliyah Sosiologi.
Kami
sangat menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. maka dari
itu kepada para ahli yang arif dan bijaksana, kami sangat mengharapkan tegur
sapa dan kritik untuk penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada
umumnya dalam memahami pelajaran Sosiologi.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Cirebon,
8 Oktober 2011
Penulis,
PEMBAHASAN
Kolektipa
Sosial: Latar belakang, Konsep, dan Pariasi kelompok
A.
Latar Belakang
Perbedaan penjelasan tentang
kenyataan atau gejala sosial yang diberikan baik oleh ahli sosiologi maupun
orang awam mungkin berdasarkan penerapan teori sosiologi, kenyataannya empirik
yang dijadikan sasaran perhatian diupayakan agar dapat diberi makna yang lebih
umum, bukan sekedar penafsiran langsung yang terbatas pada runcing dan waktu
semata.
B.
Teori
Sosiologi yang Menyeluruh
Jika diperhatikan cakupannya, dalam sosiologi
terdapat berbagai jenis teori. Ada teori yang merupakan upaya untuk menjelaskan
kenyataan sosial yang sangat terbatas dan ada pula teori yang berbentuk suatu
sistem konsep yang menyeluruh yang diharapkan dapat menjadi sumber
sejumlah besar penjelasan tentang keteraturan yang berkenaan dengan perilaku
sosial yang diamati secara empirik seperti yang dikembangkan oleh Karl Marx dan
Talcott Parsons. R.K. Merton membedakan adanya jenis teori yang berada di
antara kedua jenis teori tersebut. Ia menamakannya teori tingkat tengah,
seperti teorsi tentang demokrasi dan teori tentang kelompok acuan.
Teori tentang masyarakat
sebagai keseluruhan atau tentang gejala sosial yang besar menuntut penggunaan
teori yang menyeluruh. Penggunaan teori yang menyeluruh yang dikembangkan
dengan teliti atas dasar hasil pengkajian empirik memungkinkan peneliti lebih
mudah mengetahui kekuatan dan kelemahan sistem teori yang bersangkutan.
Uraian singkat di bawah ini
banyak didasarkan atas teori tindakan sosial yang dikembangkan oleh T. Parsons
yang menurut penulis banyak membantu dalam memperoleh kejelasan tentang
kenyataan sosial yang terdapat di kepulauan Indonesia.
Kenyataan Sosial
Kenyataan sosial yang
merupakan kenyataan empirik yang seharusnya memperoleh perhatian utama dari
para ahli sosiologi Indonesia adalah kenyataan sosial yang terwujud di wilayah
Republik Indonesia di kepulauan Indonesia yang terbentang luas antara benua
Asia dan Australia dan antara lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Kenyataan
sosial tersebut terdapat pada masa kini maupun masa lampau, ketika belum ada
batas-batas wilayah negara yang ditentukan oleh kekuasaan asing seperti
kekuasaan Belanda, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Portugis. Dengan
demikian ahli sosiologi juga memperhatikan perkembangan berbagai gejala sosial
tertentu di masa lampau. (Bachtiar, Harsla W. (1972), The
Legitimacy of The Military as A National Institution, dalam : Kebijakan
dan perjuangan : Buku Kenangan untuk Letnan Jendral Dr. T. B. Simatupang,
Jakarta ; Bpk Gunung Mulia hal. 90-103)
Di antara berbagai gejala
sosial yang menuntut perhatian dari para ahli sosiologi adalah kolektiva
sosial, yaitu sejumlah orang yang secara bersama mengacu pada sejumlah nilai
dan aturan yang sama dan mempunyai sejumlah kepentingan yang sama dan
menjalankan peranan sebagai pelaku dalam suatu jaringan peranan yang dibatasi
oleh kolektiva tersebut. Oleh sebab itu mereka mengidentifikasi diri sebagai
anggota kesatuan sosial yang sama. Kolektiva dapat terwujud sebagai kelompok
sosial yang terdiri dari hanya dua orang anggota sampai beratus juta orang.
Kalau masyarakat ditanggapi sebagai suatu sistem sosial menyeluruh dengan
peranan sebagai satuan terkecil, kolektiva sosial merupakan struktur yang
berusaha mencapai tujuan tertentu untuk memenuhi suatu kebutuhan sistem sosial
yang bersangkutan. Kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu kolektiva dilakukan
oleh para anggotanya melalui peranan masing-masing.
Di Indonesia, paling sedikit
ada 4 jenis kolektiva sosial besar yang menuntut perhatian dari para ahli
sosiologi Indonesia. Karena banyak mempengaruhi tindakan orang Indonesia.
Keempat jenis kolektiva sosial besar ini ialah masyarakat Indonesia, bangsa
Indonesia, negara Republik Indonesia dan umat dari masing-masing agama besar.
Para ahli sosiologi diharapkan memberikan perhatian pada berbagai kolektiva
sosial besar ini karena awam sering kali tidak mengadakan pembedaan yang tegas
antara keempat jenis kolektiva besar ini. Hal ini akan mempengaruhi penjelasan
yang berkenaan dengan berbagai gejala sosial tertentu dan cara mengatasi
berbagai masalah yang ditimbulkannya.
Mungkin saja kebanyakan orang
di wilayah negara Republik Indonesia merupakan anggota di keempat kolektiva
sosial besar ini. Tetapi pasti masih ada cukup banyak orang yang dalam
kenyataan hanya anggota dari satu kolektiva sosial saja, atau dua, atau tiga,
dan bukan anggota di keempat kolektiva sosial besar tersebut. Kenyataan
demikian adalah kenyataan anggota-anggota keluarga-keluarga tertentu,
perguruan-perguruan tertentu, perusahaan-perusahaan tertentu, rumah-rumah sakit
tertentu, masyarakat-masyarakat pedesaan tertentu, dan banyak
pengelompokkan-pengelompokkan lain.
Masyarakat Indonesia sebagai
suatu sistem sosial terkait pada kebudayaan Indonesia, yang sering juga
dinamakan kebudayaan nasional. Kebudayaan yang menyeluruh inipun dapat
ditanggapi sebagai suatu sistem, suatu sistem budaya, yang mempunyai makna atau
diharapkan mempunyai makna bagi warga masyarakat Indonesia. Sistem budaya ini
terdiri atas kepercayaan-kepercayaan tertentu, seperti kepercayaan yang
berkenaan dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa; adanya hidup di akhirat, surga dan
neraka; adanya pahala bagi orang yang berbuat baik dan hukuman bagi orang yang
berbuat jahat; pengetahuan kognitif tertentu, seperti yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan perguruan-peguruan tinggi dan yang dikembangkan lebih
lanjut oleh para ahli dalam ilmu pengetahuan; nilai dan aturan yang menyatakan
pola perilaku mana yang dianggap baik dan yang mana dianggap tidak baik; serta
berbagai hasil ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan penggunaan
simbol yang biasanya digunakan dalam menyatakan perasaan pelaku sebagaimana
yang banyak terdapat dalam karya sastra dan seni.
Sebagai warga masyarakat, tiap
pelaku yang berdiam di wilayah negara Republik Indonesia diharapkan berpedoman
pada kebudayaan nasional, meskipun, sebagaimana nanti mudah-mudahan terlihat
secara lebih jelas, tidak dalam setiap keadaan para pelaku bertindak dengan
berpedoman pada kebudayaan nasional.
Tindakan-tindakan sosial tiap
pelaku, atau tindakan yang diwujudkan oleh seorang pelaku terhadap orang lain,
banyak tergantung pada tujuan pelaku, bagaimana pelaku melihat keadaan yang
dihadapi, motivasi dan tenaga yang menggerakkan pelaku untuk berbuat, serta
nilai dan aturan pelaku yang dijadikan pedoman dalam bertindak.
Tindakan antar warga
masyarakat mengakibatkan terbentuknya berbagai sub-sistem dari masyarakat yang
juga disebut sektor kehidupan bermasyarakat, seperti keluarga, ekonomi
(terutama sebagai sistem produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa),
kesehatan, ibadah agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik,
serta sastra dan seni. Masing-masing sub-sistem inipun diatur oleh sistem
budaya tertentu, yang juga dikenal sebagai suatu pranata masyarakat yang
bersangkutan, yang mengakibatkan para pelakunya cenderung memperhatikan
sifat-sifat kepribadian tertentu dalam menjalankan peranan dalam sub-sistem
yang bersangkutan, seperti kepribadian birokrasi, kepribadian pengusahawan,
kepribadian petani, dan sebagainya.
Keluarga, misalnya, merupakan
sub-sistem yang menyelenggarakan sosialisasi warga-warga baru masyarakat, yang
biasanya lahir dan diasuh dalam kolektiva keluarga, melalui internalisasi
unsur-unsur budaya yang mengatur masyarakat yang bersangkutan. Para warga baru
dipersiapkan, semula terutama oleh ibu, kemudian juga oleh orang tua lain dan
sekolah, agar dapat menjalankan peranan dalam kehidupan bermasyarakat, dalam
bidang ekonomi, agama, politik, dan sebagainya.
Keluarga tidak hanya berfungsi
sebagai satuan sosial yang menyelenggarakan sosialisasi tapi juga sebagai
satuan yang memberikan kepuasan emosional dan rangsangan perasaan bagi para
anggotanya. Sebagai satuan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi
sistem ekonomi serta mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sistem
ekonomi. satuan politik yang dapat memberikan dukungan politik kepada pemimpin
dalam sistem politik dan ikut melaksanakan keputusan politik yang dibuat oleh
para pemimpin politik; satuan agama yang meletakkan dasar-dasar keyakinan agama
para anggotanya dan merangsang para anggota melakukan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianut dan sebagainya.
Sesungguhnya masih banyak
orang pribumi di Indonesia yang dalam kenyataannya belum berperan dalam
masyarakat Indonesia di luar kolektiva sosial kewilayahan dimana mereka hidup,
yaitu masyarakat setempat masing-masing. Di wilayah negara Republik Indonesia
tidak hanya terdapat masyarakat Indonesia, yang kini jumlah warganya lebih dari
190.000.000 orang, melainkan terdapat juga masyarakat-masyarakat yang lebih
terbatas, seperti masyarakat daerah dan masyarakat setempat, atau komuniti.
Masing-masing masyarakat inipun, seperti masyarakat Jawa, masyarakat Sunda,
masyarakat Madura, masyarakat Melayu, masyarakat Bali dan masyarakat Bugis dan
Makasar dapat ditanggapi sebagai sistem sosial tersendiri yang diatur oleh
sistem budaya tersendiri dari warga-warga masyarakat yang memiliki kepribadian
yang sedikit banyaknya terbentuk oleh kebudayaan dan struktur sosial masyarakat
dimana mereka dibesarkan.
Bilamana seseorang semata-mata
bertindak dengan mengacu pada kebudayaan masyarakat daerahnya saja, ia tidak
dapat dianggap telah ikut berperan sebagai pelaku dalam masyarakat Indonesia
yang lebih besar. Dilihat secara analitik, banyak orang pribumi di wilayah
Indonesia masih hanya berperan sebagai anggota masyarakat daerah asalnya saja.
Penggambaran demikian tidak berarti bahwa dalam setiap keadaan seseorang
dituntut untuk bertindak sebagai warga masyarakat Indonesia. Seseorang dapat
menganggap diri anggota masyarakat daerah tertentu dan berperan sesuai dengan
keanggotaannya, seperti dalam kehidupan keluarga, tetapi dalam keadaan-keadaan
tertentu, seperti di kantor, di perguruan, di perusahaan, dan di terminal bis,
juga berperan sebagai anggota masyarakat Indonesia dengan mengacu pada
kebudayaan Indonesia.
Tentu saja diharapkan agar
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya semua orang Indonesia dalam kenyataan
memang menjalankan berbagai peranan sebagai warga masyarakat Indonesia
disamping menjalankan peranan-peranan sebagai anggota kolektiva-kolektiva
kewilayahan lain sebagaimana dituntut oleh apa yang dinamakan ikatan-ikatan
primordialnya. Bahkan, tidak semua pelaku di wilayah Indonesia dapat dianggap
sebagai warga masyarakat Indonesia. Ada banyak orang-orang lain, seperti para
pejabat perwakilan asing dan para wisatawan dari luar negeri, dianggap bukan
warga masyarakat; orang-orang lain demikian diperlakukan sebagai orang asing.
Masyarakat melangsungkan
kehidupannya dengan diatur oleh negara ataupun diatur oleh negara. Di Indonesia
masyarakat yang menyeluruh semakin banyak dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan kepentingan bangsa Indonesia, negara Republik Indonesia, dan berbagai
umat agama.
Bangsa Indonesia
Kolektiva yang dikenal sebagai
bangsa (nasion) Indonesia merupakan suatu ikatan solidaritas dan loyalitas
antar sesama anggota yang terdiri atas sejumlah besar pelaku yang menganggap
diri dan dianggap orang Indonesia atau manusia Indonesia, apapun rasnya, suku
bangsanya, agamanya, ideologi politiknya, dan kewarganegaraannya.
Dalam kenyataan tidak semua
orang yang dianggap orang Indonesia memang menganggap diri orang Indonesia dan
sebaliknya: tidak semua orang yang menganggap diri orang Indonesia dianggap
orang Indonesia oleh semua orang Indonesia lain. Keadaan demikianlah yang
mengakibatkan adanya masalah persatuan dan kesatuan Indonesia.
Sebelum pembentukan bangsa
Indonesia, dahulu sudah ada kolektiva-kolektiva sosial yang juga disebut bangsa
tetapi sesudah pembentukan bangsa Indonesia disebut suku bangsa. Ketika wilayah
kediaman suatu suku bangsa boleh dikatakan hanya didiami oleh penduduk pribumi
saja, kolektiva sosial tersebut merupakan masyarakat tersendiri sebagaimana
digambarkan di atas dalam pembicaraan tentang masyarakat.
Dalam perkembangan dimasa
lampau, identitas suku bangsa, yang dulu dikenal sebagai bangsa sesungguhnya
mengalami berbagai perubahan. Dalam masa lampau, suku bangsa tertentu dapat
terwujud sebagai suatu kolektiva yang lebih luas ataupun kolektiva yang
terbatas. Perubahan batas keanggotaan suatu suku bangsa dapat menjadi lebih
luas karena adanya perubahan cara pandang yang berkenaan dengan golongan
penduduk tertentu yang semula tidak dianggap anggota suku bangsa. Tetapi
akhirnya dianggap merupakan bagian dari suku bangsa yang bersangkutan. Karena
mereka memperlihatkan banyak ciri-ciri yang sama dengan yang dimiliki oleh
kolektiva itu sendiri. Perluasan keanggotaannya suatu suku bangsa juga bisa
terjadi karena keluasan dan pentingnya kesatuan politik yang lebih besar, yang
pada suatu waktu juga menguasai wilayah suku bangsa yang bersangkutan.
Sebaliknya perubahan suatu
suku bangsa menjadi lebih terbatas karena adanya perubahan pandangan sebagian
anggota suku bangsa yang bersangkutan terhadap sejumlah anggota lain yang
dianggap berbeda sebenarnya, atau menjadi berbeda, dalam berbagai pola
perilaku. Penciutan suatu suku bangsa juga bisa terjadi karena pada suatu waktu
kekuatan kesatuan politik yang lebih besar membuat batasan pemisah antara dua
wilayah suku bangsa yang bersangkutan yang sebelum pemisahan ini merupakan satu
wilayah dengan penduduk pribumi yang mengacu pada kebudayaan yang sama.
Bangsa Indonesia, kolektiva
yang pada permulaan abad ini belum terbentuk, memperoleh para anggotanya dari
dua sumber utama, yaitu: 1. suku-suku bangsa pribumi di wilayah Republik
Indonesia, dan 2. golongan-golongan penduduk yang berasal dari luar kepulauan
Indonesia, murni maupun peranakan, yang menetap di wilayah Republik Indonesia.
Rekrutmen para anggota pada
dasarnya terjadi melalui dua jenis proses, yaitu: 1. pemasukan (inclusion), dan
2. pengerahan tenaga (mobilisasi). Pemasukan terjadi bilamana orang-orang yang
tadinya berada di luar kolektiva yang dikenal sebagai bangsa Indonesia
dijadikan anggota bangsa ini. Banyak diantara orang keturunan Arab, Cina,
Belanda, Portugis atau bangsa asing lain menjadi bagian dari bangsa Indonesia
melalui proses pemasukan. Penduduk pribumi di daerah Timor Timur juga menjadi
bagian dari bangsa Indonesia melalui proses pemasukan ini.
Pada berbagai masyarakat
daerah (terutama masyarakat daerah yang besar) yang semula juga merupakan
wilayah suatu bangsa yang kini disebut suku bangsa, golongan terpelajar yang
merupakan bagian dari golongan atas di masyarakat tersebut cenderung lebih
dahulu menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Bahkan banyak diantara mereka
telah menganggap diri anggota bangsa Indonesia sejak berada di bangku sekolah
menengah pada akhir dekade kedua abad keduapuluh ini. Pada masyarakat demikian
terjadi rekrutmen para anggota baru bangsa Indonesia melalui proses pengerahan
tenaga diantara golongan-golongan bawahan yang semula tidak menganggap diri
bagian dari bangsa hdonesia. Dalam masyarakat daerah yang demikian para pelaku
dari golongan bawah pun menganggap diri sebagai orang Indonesia.
Kegiatan propaganda,
pendidikan, dan upaya memperoleh anggota baru terutama di kalangan penduduk
pribumi di kepulauan Indonesia yang dilancarkan oleh berbagai organisasi dalam
masa gerakan kebangsaan Indonesia, seperti Perhimpunan Indonesia di negari
Belanda, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Rakyat
Indonesia, Gabungan Politik Indonesia dan berbagai organisasi politik lain,
organisasi pendidikan, organisasi kepanduan, organisasi olahraga dan sebagainya
yang berasaskan kebangsaan Indonesia, mengakibatkan amat banyak orang yang
dianggap orang Indonesia tapi dalam kenyataan belum menganggap diri orang
Indonesia.
Berbagai perlambang dipilih
atau dicipta sebagai perlambang persatuan bangsa. Persatuan para pelaku yang
berasal dari berbagai ras, suku bangsa, agama, ideologi politik, dan
kewarganegaraan sebagai satu bangsa Indonesia dipermudah dengan dijadikannya
bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
lambat-laun tapi semakin cepat berkembang menjadi bahasa tersendiri yang dapat
dibedakan dari bahasa Melayu. Bendera merah-putih menjadi perlambang dari
bangsa yang baru ini dan nyanyian “Indonesia Raya”, yang digubah oleh pemuda
W.R. Soepratman, menjadi lagu kebangsaannya.
Dalam waktu yang boleh
dikatakan singkat bangsa baru ini juga memperoleh semacam ingatan bersama
tentang riwayat bangsa ini dalam bentuk mitos tentang masa lampaunya, seperti
kejayaan negara agung Majapahit dan Sriwijaya yang beberapa abad yang lalu
telah mempersatukan seluruh kepulauan Nusantara di bawah satu pemerintahan,
serta keperkasaan para pahlawannya yang sejak dahulu telah bangkit mengangkat
senjata memberi perlawanan terhadap kekuasaan penjajah asing. Riwayat Sultan
Agung, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegon, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Si
Singamaraja serta berbagai tokoh lain dari masa lampau menjadi kebanggaan
bersama sebagai satu bangsa.
Nilai-nilai tertentu, seperti
Ketuhanan, persatuan bangsa Indonesia, peri kemanusiaan, kedaulatan rakyat,
keadilan sosial dan gotong royong menjadi nilai-nilai bangsa Indonesia yang
dijabarkan dalam semakin banyak aturan sebagai pedoman dalam tindakan-tindakan
para anggotanya, terhadap satu sama lain maupun terhadap orang lain, seperti
terhadap para penjajah asing.
Para pelaku yang menjalankan
peranan dalam berbagai kolektiva yang merupakan perwujudan dari bangsa
Indonesia lambat laun mengembangkan jatidiri sebagai manusia Indonesia, bagian
dari bangsa Indonesia.
Kita perlu juga memperhatikan
kenyataan bahwa sebelum diadakan kesepakatan antar para pemimpin gerakan
kebangsaan Indonesia tentang batas bangsa dan wilayah Indonesia tak lama
sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan, pada masa permulaan gerakan
kebangsaan Indonesia, rekrutmen anggota bangsa yang sedang dibentuk ini tidak
menghiraukan batas kewilayahan yang ditetapkan oleh penguasa penjajah asing.
Pada waktu itu banyak golongan penduduk di Semenanjung Malaya dan Kalimantan
Utara juga menganggap diri bagian dari bangsa Indonesia yang sedang
memperjuangkan kemerdekaannya, meskipun banyak diantara mereka menamakan bangsa
yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya ini bangsa Melayu.
Negara Republik Indonesia
adalah suatu struktur politik yang diatur oleh undang-undang, terutama
Undang-Undang Dasar 1945. Kolektiva yang dikenal sebagai negara Republik
Indonesia ini diproklamasikan kehadirannya di dunia kita oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia di Jakarta pada tanggal 17
Agustus 1945. Para pemimpin gerakan kebangsaan yang mendirikan republik yang
baru ini segera mensyahkan undang-undang dasar negara yang kini dikenal sebagai
Undang-undang Dasar 1945 dan yang juga mengandung nilai-nilai dasar bangsa dan
negara yang kini dikenal sebagai Pancasila.
Pancasila merupakan pedoman
bertindak bagi para pelaku yang menganggap diri dan dianggap sebagai orang
Indonesia serta yang menurut aturan perundang- undangan negara baru ini adalah
warganegara Republik Indonesia. Kelima nilai Pancasila dianggap harus dijadikan
pedoman bertindak terutama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
berbangsa dan bernegara.
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
merupakan keyakinan bersama dari penduduk di kepulauan Indonesia yang
kebanyakan berpegang teguh pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa
sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Meskipun pada bangsa Indonesia
terdapat beberapa agama besar yang berbeda, semua mempunyai keyakinan yang sama
berkenaan dengan adanya Tuhan sehingga atas dasar keyakinan yang sama itu
bangsa Indonesia sedikit banyaknya merupakan satu umat yang besar, meskipun
tidak atas dasar agama tertentu saja.
“Kemanusiaan yang adil dan
beradab” merupakan pedoman yang diharapkan menjadi dasar tindakan dalam upaya
memberantas penindasan, kekejaman, dan penghinaan oleh manusia atau golongan
yang satu terhadap manusia atau golongan yang lain, seperti banyak terjadi
dalam masa penjajahan dan masa kekuasaan feodal, serta pedoman dalam upaya
untuk terus-menerus meningkatkan harkat dan martabat manusia dan bangsa Indonesia.
“Persatuan Indonesia”
merupakan pedoman untuk terus-menerusr mengusahakan dan mempertahankan kesatuan
dan persatuan bangsa yang sesungguhnya terdiri dari berbagai golongan ras yang
berbeda, suku bangsa yang berbeda, umat agama yang berbeda, kedudukan sosial
dan tingkat kemampuan ekonomi yang berbeda, pendidikan yang berbeda, penghuni
daerah geografi yang berbeda, dan sebagainya.
“Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” merupakan pedoman yang
diwarisi sebagai bagian dari kebudayaan para nenek moyang yang bilamana
menghadapi masalah bersama, seperti perbedaan pandangan, perbedaan kepentingan,
atau perbedaan kehendak, biasanya mengadakan musyawarah, langsung antar
pihak-pihak yang bersangkutan ataupun melalui perwakilan, agar akhirnya
diperoleh kesepakatan berkenaan dengan apa yang sebaiknya dilakukan.
“Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” merupakan pedoman untuk upaya meniadakan kemiskinan dan
kebodohan sehingga setiap orang Indonesia dapat memenuhi sekurang-kurangnya
kebutuhan dasar yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya secara layak.
Para pelaku yang berperan
dalam kolektiva yang diwujudkan oleh negara Republik Indonesia adalah para
pelaku yang berperan sebagai warga negaranya, warga negara yang mempunyai hak
dan kewajiban tertentu sebagaimana dinyatakan oleh ideologi negara dan yang
dinyatakan dalam undang-undang dan aturan perundang-undangannya.
Tatanan keteraturan dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penduduk di wilayah negara menuntut
adanya pemerintah yang berkewajiban memelihara tatanan ini agar satuan-satuan
sosial yang mempunyai fungsi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat menjalankan kegiatan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
Pemerintah berusaha menciptakan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan berbagai
aturan umum yang berlaku dan memungkinkan satuan-satuan sosial demikian
menjalankan tugas masing-masing. Pemerintah juga berkewajiban untuk menghalangi
setiap upaya campur tangan pihak luar yang berusaha mengacau tatanan
keteraturan yang ada.
Bilamana gangguan terhadap
ketertiban umum tidak dapat dihindarkan dengan cara yang beradab, pemerintah
dapat mengerahkan angkatan bersenjata sebagai satu-satunya kekuatan fisik yang
diakui syah dalam wilayah negara untuk menghalangi kegiatan pihak pengacau atau
membuat pihak pengacau ini tak berdaya lagi. Terhadap ancaman yang berasal dari
luar wilayah diadakan upaya pertahanan negara sedangkan terhadap ancaman atau
gangguan keamanan yang berasal dari dalam wilayah dapat diadakan berbagai jenis
tindakan, termasuk pencabutan kebebasan bergerak dan pelaksanaan hukuman mati.
Melalui pelaksanaan berbagai
kebijakan pemerintah, yang di Indonesia harus bertindak sesuai dengan
Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditentukan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat sesuai dengan asas kerakyatan, negara berusaha menyelenggarakan
pembangunan nasional di berbagai bidang kehidupan dengan dukungan dari
masyarakat.
Revolusi nasional, yang
didahului oleh perjuangan kebangsaan, tidak hanya mengakhiri kehadiran
kekuasaan pemerintah jajahan Hindia Belanda, melainkan juga mengakhiri
kekuasaan pemerintah beberapa negara pribumi dan kekuasaan pemerintah
tradisional lain yang pada waktu itu masih terdapat di banyak daerah di
kepulauan Indonesia. Berakhirnya kekuasaan pemerintah tradisional di banyak
daerah mengakibatkan birokrasi pemerintah negara Republik Indonesia lebih mudah
berperan sebagai pengatur dan pembuat keputusan yang mengikat para warganegara
di wilayah yang bersangkutan sedangkan penduduk di masing-masing daerah lebih
mudah berperan sebagai warga negara Republik Indonesia dalam semakin banyak
bidang kehidupam
Sama halnya dengan masyarakat
Indonesia dan bangsa Indonesia, belum semua golongan penduduk yang menurut
undang-undang yang berlaku adalah warga negara Indonesia, tetapi dalam
kenyataannya adalah warga negara Indonesia. Masih banyak sekali orang Indonesia
dalam yang kenyataannya belum berperan sebagai warga negara Republik Jndonesia.
Pertumbuhan
dan Perkembangan
Masing-masing kolektiva sosial
besar tersebut di atas mengalami pertumbuhan atau pertambahan jumlah anggota
yang dengan sendirinya mengakibatkan berbagai perubahan dalam kolektiva yang
bersangkutan maupun antara masing-masing kolektiva dan kolektiva-kolektiva
lain. Perubahan dalam kolektiva besar tertentu dapat terwujud sebagai
perkembangan yang mengakibatkan terjadinya pembedaan (diferensiasi) fungsi atau
pembagian kerja. Sehingga pembentukan berbagai struktur sosial semakin banyak.
Disamping itu juga mengakibatkan munculnya profesionalisasi yang semula tidak
begitu banyak persyaratan tapi kini semakin banyak dikaitkan dengan kemampuan
yang diperoleh dari perguruan tinggi, termasuk peranan-peranan tertentu dalam
masing-masing umat agama.
Masing-masing kolektiva sosial
besar yang dikemukakan di atas dapat dikaji sebagai sasaran perhatian sendiri,
sistem sosial tersendiri, sehingga segala sesuatu yang berada di luar kolektiva
besar yang menjadi sasaran perhatian, termasuk kolektiva-kolektiva besar yang
lain, menjadi lingkungarmya. Dengan demikian dapat dikaji apa yang menjadi
keluaran kolektiva sosial yang menjadi sasaran perhatian utama dan kemana
keluaran ini bergerak, sedangkan, sebaliknya, juga dapat dikaji apa yang
menjadi masukan kolektiva sosial ini dari masing-masing kolektiva besar yang
lain dan bagian-bagian lain dari lingkungannya.
Kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh para pelaku masing-masing kolektiva sosial besar tersebut
di atas dapat serasi satu sama lain sehingga para pelaku yang bersangkutan
merasa bahwa kegiatan yang mereka selenggarakan sebagai anggota satu kolektiva
didukung atau diperkuat oleh kolektiva besar yang lain. Akan tetapi,
kepentingan-kepentingan tertentu dari kolektiva sosial besar ini juga bisa
bertentangan sehingga para pelaku yang bersangkutan dihadapkan dengan pilihan,
memprioritaskan kepentingan kolektiva yang satu atau kepentingan kolektiva yang
lain. Tidak selalu masalah tuntutan untuk memilih antara dua atau lebih dari
dua tuntutan adalah masalah yang mudah dapat diatasi.
Pengertian Variasi Bahasa
Variasi bahasa menurut
Aslindgaf (2007:17) adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induksinya.
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan
oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para
penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan.
Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi
sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua,
variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Namun Halliday membedakan
variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan pemakaian (register).
Macam-Macam
Variasi Bahasa
Chaer (2004:62) mengatakan
bahwa variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan
penggunanya, Adapun penjelasan variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
1). Variasi Bahasa dari Segi Penutur.
a. Variasi Bahasa Idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah
variasi bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek. setiap orang
mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.
b. Variasi Bahasa Dialek
Variasi bahasa dialek adalah
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada
suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek
Banyumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.
c. Variasi Bahasa Kronolek atau Dialek Temporal
Variasi bahasa kronolek atau
dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial
pada masa tertentu. Misalnya,variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga
puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa
kini.
d. Variasi Bahasa Sosiolek.
Adalah variasi bahasa yang
berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa
ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan,
seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain
sebagainya.
e. Variasi Bahasa Berdasarkan Usia
Variasi bahasa berdasarkan
usia yaitu varisi bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya
variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan variasi remaja atau orang dewasa.
f. Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan
Variasi bahasa yang terkait
dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang
yang lulus sekolah tingkat atas. Demikian pula, orang lulus pada tingkat
sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan
mahasiswa atau para sarjana.
g. Variasi Bahasa Berdasarkan Seks
Variasi bahasa berdasarkan
seks adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria
atau wanita. Misalnya, variasi bahasa yang digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda
dengan varisi bahasa yang digunakan oleh bapak-bapak.
h. Variasi Bahasa Berdasarkan Profesi, Pekerjaan atau Tugas Para Penutur
Variasi bahasa berdasarkan
profesi adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan
tugas para penguna bahasa tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh para
buruh, guru, mubalik, dokter, dan lain sebagainya tentu mempunyai perbedaan
variasi bahasa.
i. Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Kebangsawanan.
Variasi bahasa berdasarkan
tingkat kebangsawanan adalah variasi yang terkait dengan tingkat dan kedudukan
penutur (kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya
perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan
masyarakat biasa dalam bidang kosa kata, seperti kata mati digunakan untuk
masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
Adapun penjelasan tentang
variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
1) Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi sosial lainya.
1) Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi sosial lainya.
2. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap
kurang bergengsi atau bahkan di pandang rendah.
3. Vulgal adalah variasi sosial yang ciri-cirinya
tampak pada pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak
berpendidikan.
4. Slang adalah variasi sosial yang bersifat
khusus dan rahasia.
5. Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan
dalam percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena bukan
merupakan bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let (letnan),
nda (tidak), dll.
6. Jargon adalah variasi sosial yang digunakan
secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Misalnya, para montir dengan
istilah roda gila, didongkrak, dll.
7. Argot adalah variasi sosial yang digunakan
secara terbatas oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya, bahasa
para pencuri dan tukang copet,kaca mata artinya polisi.
8. Ken adalah variasi sosial yang bernada
memelas, dibuat merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan. Misalnya, variasi
bahasa para pengemis.
2). Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian.
Variasi bahasa berkenaan
dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek atau register adalah variasi
bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan
sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tampak cirinya
adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata
khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya, bahasa dalam karya
sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga dipilih dan
digunakanlah kosakata yang tepat. Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri
tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena
harus dipahami dengan mudah; komunikatif karena jurnalis harus menyampaikan
berita secara tepat; dan ringkas karena keterbatasasan ruang (dalam media
cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya ragam bahasa
yang dimaksud di atas, adalah ragam bahasa yang menunjukan perbedaan ditinjau
dari segi siapa yang menggunakan bahasa tersebut.
3. Variasi Bahasa dari Segi Keformalan.
Variasi bahasa berdasarkan
tingkat keformalannya, Chaer (2004:700) membagi variasi bahasa atas lima macam
gaya, yaitu:
a. Gaya atau Ragam Beku (frozen).
Gaya atau ragam beku adalah
variasi bahasa yang paling formal,yang digunakan pada situasi-situasi hikmat,
misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah, dan sebagainya.
b. Gaya atau Ragam Resmi (formal).
Gaya atau ragam resmi adalah
variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat,
dan lain sebagainya.
c. Gaya atau Ragam Usaha (konsultatif).
Gaya atau ragam usaha atau
ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di
sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau
produksi.
d. Gaya atau Ragam Santai (casual).
Gaya bahasa ragam santai
adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat dan
sebagainya.
e. Gaya atau Ragam Akrab (intimate).
Gaya atau ragam akrab adalah
variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah
akrab. Variasi bahasa ini biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.
f. Variasi
Bahasa dari Segi Sarana Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau
jalur yang digunakan.
Misalnya, telepon, telegraf,
radio yang menunjukan adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan.
salah satunya adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada
kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama.
Sebab-Sebab Adanya Variasi Bahasa
Bebrapa penyebab adanya
variasi bahasa adalah sebagai berikut :
1. Interferensi
1. Interferensi
Chaer (1994:66) memberikan
batasan bahwa interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam
bahasa yang sedang digunakan,sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari
bahasa yang digunakan itu. Bahasa daerah menjadi proporsi utama dalam
komunikasi resmi, sehingga rasa cinta terhadap bahasa nasional terkalahkan oleh
bahasa daerah.
Alwi, dkk.(eds.) (2003:9), menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari bahasa Jawa, misalnya pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa Inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi. Selain bahasa daerah, bahasa asing (Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona. Misalnya masyarakat lebih cenderung menggunakan kata “pull” untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
Alwi, dkk.(eds.) (2003:9), menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari bahasa Jawa, misalnya pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa Inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi. Selain bahasa daerah, bahasa asing (Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona. Misalnya masyarakat lebih cenderung menggunakan kata “pull” untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
2. Integrasi
Selain Interferensi, integrasi
juga dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa Indonesia. Chaer (1994:67),
menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa
masuk dan sudah dianggap, diperlukan dan di pakai sebagai bagian dari bahasa
yang menerima atau yang memasukinya. Proses integrasi ini tentunya memerlukan
waktu yang cukup lama, sebab unsur yang berintegrasi itu telah di sesuaikan,
baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya. Contoh kata yang berintegrasi
seperti montir, sopir, dongkrak.
3. Alih kode dan campur kode.
Alih kode adalah beralihnya
suatu kode (entah bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain
(bahasa lain) (Chaer, 1994:67). Campur kode adalah dua kode atau lebih di
gunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai (Chaer,
1994:69). Diantara dua gejala bahasa itu, baik alih kode maupun campur kode
gejala yang sering merusak bahasa Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam
berbicara dalam bahasa Indonesia di campurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah,
begitu juga sebaliknya. Dalam kalangan orang terpelajar sering kali bahasa
Indonesia di campur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
4. Bahasa Gaul.
Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari
bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada
akhir tahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para
anak jalanan. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai
setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa kata yang digunakan dalam komunitas
tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama kamus bahasa gaul pada tahun 1999.
Contoh penggunaan bahasa gaul adalah sebagai berikut :
Bahasa Indonesia Bahasa Gaul
Ayah; Bokap
Ibu; Nyokap
Saya; Gue.
Bahasa Indonesia Bahasa Gaul
Ayah; Bokap
Ibu; Nyokap
Saya; Gue.
Penggunaan
Variasi Bahasa
Penggunaan variasi bahasa harus di sesuaikan
dengan tempatnya (diglosia), yaitu antara bahasa resmi dan tidak resmi.
1. Bahasa Resmi (Tinggi)
Bahasa resmi digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, pengantar pendidikan, khotbah, surat menyurat resmi, dan buku pelajaran.
2. Bahasa Tidak Resmi (Rendah)
Bahasa ini digunakan dalam situasi yang non formal atau tidak resmi, seperti di rumah, di warung, di jalan, surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri.
variasi Agama
1. Bahasa Resmi (Tinggi)
Bahasa resmi digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, pengantar pendidikan, khotbah, surat menyurat resmi, dan buku pelajaran.
2. Bahasa Tidak Resmi (Rendah)
Bahasa ini digunakan dalam situasi yang non formal atau tidak resmi, seperti di rumah, di warung, di jalan, surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri.
variasi Agama
Kolektiva sosial besar
terakhir yang ditampilkan dalam tulisan ini ialah umat agama. Kolektiva ini
terbentuk oleh para penganut agama tertentu: kepercayaan- kepercayaan yang
didasarkan atas beberapa kitab tertentu yang dianggap suci dan berbagai
kegiatan ibadah yang diselenggarakan menurut aturan tertentu. Oleh sebab itu,
pedoman yang dianggap berlaku oleh para anggota kolektiva besar demikian adalah
ajaran agama yang bersangkutan serta berbagai nilai dan aturan hukum agama.
Di wilayah negara Republik
Indonesia terdapat paling sedikit 7 umat agama yang besar, yaitu umat Islam,
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Sikh, dan Tridharma menurut ajaran
Lao-tse dan Kongtju. Para anggota umat suatu agama di wilayah negara Republik
Indonesia tidak mencakup semua warga masyarakat Indonesia, semua anggota bangsa
Indonesia, ataupun semua warga negara Republik Indonesia. Akan tetapi,
masing-masing umat agama, tanpa kecuali, juga beranggotakan sejumlah orang
asing yang menganut agama yang sama. Bahkan sesungguhnya umat agama di
Indonesia merupakan bagian dari umat yang jauh lebih besar dan tersebar di luar
Indonesia. Hubungan atas dasar rasa setiakawanan dengan sesama umat di luar
Indonesia, oleh sebab itu, merupakan masalah tersendiri. Pusat kegiatan ibadah
umat Islam berada di luar Indonesia, di Mekkah dan Medinah. Berbagai jemaah
agama Kristen Protestan merupakan bagian dari jemaah agama yang berpusat di
Belanda, Jerman, Amerika Serikat, atau negeri lain. Umat agama Katolik merupakan
bagian dari umat besar yang dipimpin oleh hirarki gereja yang berpusat di
Vatikan. Umat agama Hindu, Buddha, dan Sikh mengacu pada kitab-kitab suci yang
berasal dari India. Agama Tridharma menurut ajaran Lao-tse dan Khongtju mengacu
pada tradisi budaya di Cina.
Struktur masing-masing umat
agama sebagai kolektiva sosial tidak sama. Ada umat yang mewujudkan integrasi,
atau persatuan anggota umat yang kuat dan ada umat yang terdiri atas banyak
kolektiva sosial yang lebih kecil dan tidak terikat satu sama lain. Ada umat
yang mempunyai birokrasi yang sangat berkembang dan ada umat yang boleh
dikatakan tidak mempunyai birokrasi.
Di sisi lain, umat agama
Islam, umat agama Kristen Protestan dan umat agama Katolik masing-masing
berkeyakinan bahwa penyebaran luas agama yang dianut, yang ditanggapi sebagai
satu-satunya agama yang benar, adalah tanggung jawab para anggota umat, bahkan
perintah Tuhan yang harus dilaksanakan. Keyakinan demikian berarti
masing-masing umat berusaha memperluas umat dengan merekrut anggota-anggota
baru yang semula berada di luar umat yang bersangkutan, hal mana dapat
ditanggapi sebagai ancaman oleh umat yang lain.
Beberapa abad yang lalu, J.J.
Rousseau telah mempersoalkan kehadiran lebih dari satu agama di suatu negara
dalam bab terakhir bukunya yang berpengaruh besar yang merupakan salah satu
hasil karya tulisnya, Contract Social (Perjanjian Sosial). Dalam keadaan
demikian, menurut Rousseau, akan tumbuh suatu gejala yang menyerupai agama dan
yang dinamakannya agama kewarganegaraan (religion civile). Gejala ini tahun
1960-an ditampilkan kembali oleh ahli sosiologi agama R.N. Bellah yang
menggambarkan kehadiran agama kewarganegaraan (civil religion) di negara
Amerika Serikat, dimana penduduk mewujudkan berbagai agama yang berbeda, sehingga
seluruh negara Amerika juga merupakan satu umat agama, meskipun masing-masing
umat agama yang lebih terbatas, seperti agama Protestan, agama Katolik, agama
Yahudi, agama Islam, agama Buddha, dan sebagainya tetap bertahan sebagai umat
tersendiri.
Bilamana kita memperhatikan masyarakat kita, juga
terlihat tumbuhnya gejala yang menyerupai suatu agama dalam pengertian
sosiologi, dan yang dinamakan agama kewarganegaraan oleh Rousseau dan Bellah.
Ciri-ciri agama ini yang terwujud pada sekalian warganegara Republik Indonesia
adalah kepercayaan pada adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, keyakinan yang
ditampilkan pada setiap upacara resmi dalam bentuk doa, seperti pada upacara
pembukaan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat; kepercayaan pada adanya dunia
akhirat; surga dan neraka; adanya pahala bagi yang berbuat baik dan hukuman
buat yang berbuat jahat; adanya kitab yang menyerupai kitab suci, yaitu
Undang-undang Dasar 1945, yang diperlukan dengan penuh kekhidmatan; adanya
tokoh-tokoh yang diperlakukan seperti memperlakukan nabi, yaitu Ki Hadjar
Dewantoro, Soekamo dan Mohammad Hatta; adanya tokoh-tokoh yang diberi wewenang
untuk menafsirkan kitab suci seperti wewenang ulama atau pendeta, yaitu para
anggota BP-7 dan para manggala; adanya simbol-simbol tertentu yang melambangkan
umat yang bersangkutan, yaitu Garuda Pancasila dan bendera Merah-Putih; adanya
upacara-upacara yang memberi perasaan keagamaan bagi para pesertanya, seperti
upacara Peringkatan Hari Kemerdekaan dan Hari Kesaktian Pancasila; adanya
ritual yang diselenggarakan secara berkala, seperti upacara bendera; adanya
para martir yang mengurbankan nyawa mereka untuk kelangsungan hidup umat,
seperti para Pahlawan Revolusi; dan adanya tempat-tempat yang dikeramatkan,
seperti Taman Pahlawan dan Lubang Buaya.
Konsep Budaya
Konsep Budaya
Budaya merupakan kompleks
keseluruhan dimana dimasukkannya pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral,
adat-istiadat, dan kemampuan lain apapun serta kebiasaan yang diperoleh oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Beberapa aspek dari perlunya perluasan budaya.
1. Pertama, budaya merupakan konsep yang meliputi
banyak hal (luas). Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses
pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar
dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar atau seks, hal tersebut
berpengaruh jika, kapan, dan bagaimana dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Kedua, budaya adalah hal yang diperoleh. Ia nya tidak dimasukkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun, semenjak perilaku manusia dari perilaku.
3. Ketiga, kerumitan dari masyarakat modern merupakan kesungguhan dimana budaya jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
2. Kedua, budaya adalah hal yang diperoleh. Ia nya tidak dimasukkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun, semenjak perilaku manusia dari perilaku.
3. Ketiga, kerumitan dari masyarakat modern merupakan kesungguhan dimana budaya jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
Budaya terutama dijalankan
oleh keadaan yang batasannya cukup bebas pada perilaku individu dan oleh
pengaruh fungsinya dari institusi seperti keluarga dan media massa. Kemudian,
budaya memberikan kerangka dalam yang mana individu dan rumah tanga gaya hidup
menyusun. Batasan dimana perangkat budaya dalam perilaku disebut norma, yang
merupakan aturan sederhana dimana menentukan atau melarang beberapa perilaku
dalam situasi yang spesifik. Norma dijalankan dari nilai budaya. Dimana nilai
budaya adalah kepercayaan yang dipertahankan dimana menguatkan apa yang
diinginkan. Pelanggaran dari norma budaya berakhir dengan sangsi yang merupakan
hukuman dari pencelaan sosial yang ringan untuk dibuang dari kelompok.
Variasi Dalam Nilai Budaya
Nilai budaya memberikan dampak
yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam tiga
kategori umum:
orientasi nilai-lainnya
Merefleksi gambaran masyarakat
dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat.
Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai
contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat
kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon
keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu
juga pada budaya yang individualistic.
sifat dasar dari nilai yang
terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga,
maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat
pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia.
Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih
kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang
membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak
mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula
reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari
suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis
cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian
mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat
seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika
tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia muda/tua
dalam hal ini apakah dalam
budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan
dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah
melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia.
Seperti contoh di Negara kepulauan fiji, para orang tua memilih untuk
menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan
para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak
mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk
membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka
anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan
akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi
anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua)
memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya.
Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi
diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwasanya pengaruh pembelian oleh
orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada
beberapa budaya:
Di Meksiko, sama halnya dengan
Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki
kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli.
Para orang dewasa muda di
Thailand hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi
ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga
mereka.
Lain halnya di India, sesuatu
hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga (diskusi
keluarga).
Persaingan/Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana orientasi baik itu maskulin maupun feminisme dalam keterbukaannya
pada konsumen. Pada orientasi maskulin seperti di Amerika, keterbukaan menjadi
suatu hal yang harus terpelihara. Lain halnya Jepang yang berorientasi feminim,
Mereka menganggap bahwa keterbukaan sama halnya dengan “kehilangan muka”.
Variasi dari nilai ini bisa dilihat dari perbedaan reaksi budaya pada iklan
yang dibandingkan. Seperti contoh Amerika Serikat yang membesarkan hati mereka
ketika mereka menggunakannya didalam budaya lain yang bisa dengan mudahnya
mendapatkan reaksi yang tidak baik. Disisi lainnya, jepang yang memiliki
kolektifitas yang lebih menurut sejarahnya menemukan perbandingan iklan menjadi
sesuatu yang tidak disukai, meskipun demikian Pepsi menemukan anak muda Jepang
sedikit lebih mau menerima jika pembandingan dilakukan dalam keterus-terangan
dan cara yang lucu.
Sebagai aturannya,
perbandingan iklan dapat digunakan dengan ketelitian dan hanya sungguh-sungguh
telah teruji.
Perbedaan/keseragaman
Budaya dengan nilai yang
berbeda tidak hanya akan menerima aturan yang bergai macam dari perilaku
pribadi dan sikap tapi juga menerima variasi dalam bentuk makanan, pakaian, dan
produk lain serta pelayanannya. Dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki
keseragaman nilai, dimana mereka tidak menyukai serta menerima bermacam aturan
dari rasa dan produk pilihan.
Jepang dan budaya kolektif
lainnya cenderung untuk meletakkan nilai yang kuat dalam keseragaman dan
kesesuaian, sebaliknya budaya individualistik yang lebih seperti Canada dan
Belanda cenderung pada nilai perbedaan. Ketika banyak aspek penting dari budaya
ini dibuat oleh perbedaan dalam nilai, satu yang nyata dengan relative
ketiadaannya turis yang berlatar “etnis” di restoran-restoran Jepang
dibandingkan dengan Canada dan Belanda. Walaupun demikian, perubahan ekonomi
dan sosial yang digerakkan oleh usia muda pada masyarakat kolektifis, membuat
perbedaan lebih diterima dibandingkan dengan hal tradisional yang dijumpai, dan
juga jika kecenderungan dari tingkatan yang mutlak lebih rendah dibandingkan
dengan sisi individualistik mereka.
Kebersihan
Ketika adanya perbedaan dalam
meletakkan nilai kebersihan diantara budaya ekonomi berkembang, ada perbedaan
yang sangat luas diantara budaya ini dengan banyak budaya negara kurang
berkembang. Di banyak negara miskin, kebersihan dinilai tidak pada tingkatan yang
cukup untuk menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilihat pada
negara Cina dan India, dimana kebersihan menjadi Sesutu yang begitu
mengkhawatirkan. Ketika hal tersebut menjadi dampak bagi budaya lokal,
McDonald’s mendapat penghargaan dengan memeperkenalkan pengolahan makanan yang
higienis dan toilet beberapa pasar Asia Timur termasuk Cina.
Tradisi/perubahan
Berbeda pada Amerika, konsumen pada tradisi Korea dan Cina
kurang nyaman dengan situasi baru atau cara pemikiran baru. Nilai ini direfleksikan
dalam iklan mereka dimana berbeda pada iklan di Amerika, dimana di Inggris dan
Cina menekankan tradisi dan sejarah. Untuk target pada kerangka berpikir
penonton melalui televisi, daya tarik budaya lebih digunakan. Dalam target
majalah pada orang-orang muda Cina, daya tarik modern yang difokuskan pada
teknologi, mode, dan kesenangan lebih banyak digunakan.
Religi/sekuler atau duniawi
Amerika Serikat relatif
sekuler. Banyak budaya Islam dan juga beberapa budaya katholik lebih banyak
berorientasi pada religi. Perbandingannya, religi bermain dengan peran yang
sangat sedikit dalam budaya Cina. Bagaimanapun juga, Cina memili aktivitas
religi didalamnya. Secara garis besarnya pengertian yang luas dan dan tipe dari
yang berhubungan dengan pengaruh religi dalam budaya pada dasarnya untuk tujuan
efektif semua elemen pada campuran pemasaran.
Variasi Kebudayaan Dalam Komunikasi Nonverbal
Perbedaan dalam sistem
komunikasi verbal adalah lintas budaya yang nyata dengan segera dan harus
diambil kedalam suatu perhitungan oleh keinginan pemasar untuk dilakukannya
bisnis dalam budaya itu. Mungkin lebih penting dan bagaimanapun juga tentu saja
lebih sulit untuk mengenal apakah sistem komunikasi nonverbal tersebut. Contoh
utama dari variabel komunikasi nonverbal dimana mempengaruhi pemasar adalah
waktu, ruang, simbol, hubungan, persetujuan, benda, dan etiket.
Waktu
Pengertian dari variasi waktu
diantara budaya adalah dalam dua cara utama. Pertama, apa yang kita sebut
perspektif waktu: ini adalah keseluruhan orientasi terhadap waktu. Kedua,
adalah menempatkan interpretasi pada spesifik waktu yang digunakan.
Perspektif waktu
1. Yang pertama, monochromic time perspective
yakni orientasi yang kuat kearah sekarang serta waktu jangka pendek. Dan kedua,
polychromic time perspective yakni orientasi kearah sekarang dan masa lalu.
Arti dalam waktu yang digunakan
2. Perspektif yang dipakai akan membuat suatu pengertian yang berbeda dari waktu yang digunakan pada budaya yang berbeda. Seperti di negara yang berorientasi pada monochronic, mereka manganggap bahwa waktu adalah uang. Jadi setiap detik, menit, jam sangat berharga bagi mereka. Begitu sebaliknya pada negara yang berorientasi polichronic, istilah “tetaplah menunggu” menjadi suatu hal yang biasa bagi mereka.
2. Perspektif yang dipakai akan membuat suatu pengertian yang berbeda dari waktu yang digunakan pada budaya yang berbeda. Seperti di negara yang berorientasi pada monochronic, mereka manganggap bahwa waktu adalah uang. Jadi setiap detik, menit, jam sangat berharga bagi mereka. Begitu sebaliknya pada negara yang berorientasi polichronic, istilah “tetaplah menunggu” menjadi suatu hal yang biasa bagi mereka.
Simbol
Di Amerika jika melihat bayi
memakai baju warna pink, maka bayi tersebut di identikkan dengan seorang
perempuan. Begitu juga jika memakai warna biru, maka dapat dipastikan bahwa
jenis kelaminnya adalah laki-laki. Tetapi hal tersebut akan ditanggapi
berlainan di negara Belanda. Warna, gambar binatang, bentuk, angka, dan musik
akan memberikan variasi pengartian dalam lintas budaya. Kegagalan dalam
mengenal arti penempatan pada simbol bisa berakibat pada masalah yang serius.
Salah satu contohnya adalah ketika pebisnis Cina yang bepergian untuk
mengelilingi rute pasifik, kebanyakan mereka terkejut ketika melihat petugas
perjalanan wisata tersebut memakai pakaian putih yang bagi Asia merupakan
simbol dari kematian.
Benda
Pengartian budaya terhadap benda pada pola
pembelian adalah sesuatu yang tidak disangka-sangka atau dengan kata lainnya
adalah “hadiah”. Dalam beberapa budaya, pemberian hadiah dilakukan dalam
beberapa bentuk. Dinegara Cina pemberian hadiah dilakukan secara rahasia, sedangkan
di negara Arab dilakukan didepan orang yang akan diberikan hadiah. Dan begitu
juga terhadap benda apa yang diberikan sebagai suatu hadiah.
Budaya Global
Isu penting yang dihadapi oleh
pemasar adalah perluasan pada salah satu atau lebih pada budaya global konsumen
atau pangsa yang tergabung. Ada kesan yang memberikan keterangan bahwa ada
pergerakan yang sungguh-sungguh dalam arah ini. Budaya memiliki serta
memberikan perangkat dari simbol hubungan-konsumsi dengan pengertian umum dan
sifat diantara anggotanya. Satu diantara maksud budaya global adalah bahwasanya
porsi dari budaya lokal menggambarkan diri mereka sendiri sebagai kosmopolitan,
berpengetahuan banyak, dan modern. Beberapa individu memberikan banyak nilai
dan perilaku hubungan konsumsi dengan individu yang serupa pada jarak lintas
dari budaya bangsa.
Beberapa budaya dikreasikan
oleh globalisasi media massa, kerja, pendidikan, dan wisata. Beberapa kategori
produk (telpon genggam, internet) dan merk (Sony, Nike) menjadi simbol hubungan
pada budaya ini. Ini tidak diimplikasikan bahwa merk ini digunakan pada iklan
global yang sama tetapi melainkan tema pokok dan simbol yang mungkin sama.
Budaya Global Anak Umur Belasan Tahun (ABG)
Para ABG seluruh dunia
menonton banyak pertunjukan yang sama, melihat film dan video yang sama, dan
mendengar musik yang sama. Mereka tidak hanya mengidolakan musisi yang sama,
tetapi juga musisinya, baik itu gaya
berpakaian, kelakuan, dan sikap, dimana melengkapi mereka dengan banyak
karakter. Pemasar menggunakan kesamaan ini diantara ABG lintas budaya untuk
meluncurkan merk global. Dengan kata lain, dalam mengiklankan produknya pemasar
menggunakan model yang dapat dikenal para ABG diseluruh dunia seperti bintang
olah raga. Atau juga dengan mengiklankan pada bentuk keseleruhan dari lintas
budaya tersebut. Seperti pepsi yang dalam satu iklan memperlihathkan aktivitas
ABG diseluruh dunia.
Apa itu distribusi, politik, dan struktur legal
bagi produk?
Struktur yang legal dari suatu negara bisa
memiliki dampak dalam tiap aspek dari campuran pemasaran perusahaan. Seperti
contoh dua akhir iklan FedEx untuk Amerika Latin dikarenakan pembatasan legal
di Meksiko. Begitu juga dengan distribusi dan politik yang juga berpengaruh
dalam pemasaran suatu produk.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi,dkk (eds). 2003. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Bachtiar,
Harsla W. (1972), The Legitimacy of The Military as A National Institution,
dalam : Kebijakan dan perjuangan : Buku Kenangan untuk Letnan Jendral Dr. T. B.
Simatupang, Jakarta ; Bpk Gunung Mulia hal. 90-103
http//:variasi
kelompok sosiologi
Cirebon
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Alkhamdulillah,
puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan rahmat serta karunianya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
Makalah
yang berjudul kolektipa sosial ini, merupakan sebuah sarana yang dapat
membantu proses perkuliahan khususnya pada mata kuliyah Sosiologi.
Kami
sangat menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. maka dari
itu kepada para ahli yang arif dan bijaksana, kami sangat mengharapkan tegur
sapa dan kritik untuk penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada
umumnya dalam memahami pelajaran Sosiologi.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Cirebon,
8 Oktober 2011
Penulis,
PEMBAHASAN
Kolektipa
Sosial: Latar belakang, Konsep, dan Pariasi kelompok
A.
Latar Belakang
Perbedaan penjelasan tentang
kenyataan atau gejala sosial yang diberikan baik oleh ahli sosiologi maupun
orang awam mungkin berdasarkan penerapan teori sosiologi, kenyataannya empirik
yang dijadikan sasaran perhatian diupayakan agar dapat diberi makna yang lebih
umum, bukan sekedar penafsiran langsung yang terbatas pada runcing dan waktu
semata.
B.
Teori
Sosiologi yang Menyeluruh
Jika diperhatikan cakupannya, dalam sosiologi
terdapat berbagai jenis teori. Ada teori yang merupakan upaya untuk menjelaskan
kenyataan sosial yang sangat terbatas dan ada pula teori yang berbentuk suatu
sistem konsep yang menyeluruh yang diharapkan dapat menjadi sumber
sejumlah besar penjelasan tentang keteraturan yang berkenaan dengan perilaku
sosial yang diamati secara empirik seperti yang dikembangkan oleh Karl Marx dan
Talcott Parsons. R.K. Merton membedakan adanya jenis teori yang berada di
antara kedua jenis teori tersebut. Ia menamakannya teori tingkat tengah,
seperti teorsi tentang demokrasi dan teori tentang kelompok acuan.
Teori tentang masyarakat
sebagai keseluruhan atau tentang gejala sosial yang besar menuntut penggunaan
teori yang menyeluruh. Penggunaan teori yang menyeluruh yang dikembangkan
dengan teliti atas dasar hasil pengkajian empirik memungkinkan peneliti lebih
mudah mengetahui kekuatan dan kelemahan sistem teori yang bersangkutan.
Uraian singkat di bawah ini
banyak didasarkan atas teori tindakan sosial yang dikembangkan oleh T. Parsons
yang menurut penulis banyak membantu dalam memperoleh kejelasan tentang
kenyataan sosial yang terdapat di kepulauan Indonesia.
Kenyataan Sosial
Kenyataan sosial yang
merupakan kenyataan empirik yang seharusnya memperoleh perhatian utama dari
para ahli sosiologi Indonesia adalah kenyataan sosial yang terwujud di wilayah
Republik Indonesia di kepulauan Indonesia yang terbentang luas antara benua
Asia dan Australia dan antara lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Kenyataan
sosial tersebut terdapat pada masa kini maupun masa lampau, ketika belum ada
batas-batas wilayah negara yang ditentukan oleh kekuasaan asing seperti
kekuasaan Belanda, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Portugis. Dengan
demikian ahli sosiologi juga memperhatikan perkembangan berbagai gejala sosial
tertentu di masa lampau. (Bachtiar, Harsla W. (1972), The
Legitimacy of The Military as A National Institution, dalam : Kebijakan
dan perjuangan : Buku Kenangan untuk Letnan Jendral Dr. T. B. Simatupang,
Jakarta ; Bpk Gunung Mulia hal. 90-103)
Di antara berbagai gejala
sosial yang menuntut perhatian dari para ahli sosiologi adalah kolektiva
sosial, yaitu sejumlah orang yang secara bersama mengacu pada sejumlah nilai
dan aturan yang sama dan mempunyai sejumlah kepentingan yang sama dan
menjalankan peranan sebagai pelaku dalam suatu jaringan peranan yang dibatasi
oleh kolektiva tersebut. Oleh sebab itu mereka mengidentifikasi diri sebagai
anggota kesatuan sosial yang sama. Kolektiva dapat terwujud sebagai kelompok
sosial yang terdiri dari hanya dua orang anggota sampai beratus juta orang.
Kalau masyarakat ditanggapi sebagai suatu sistem sosial menyeluruh dengan
peranan sebagai satuan terkecil, kolektiva sosial merupakan struktur yang
berusaha mencapai tujuan tertentu untuk memenuhi suatu kebutuhan sistem sosial
yang bersangkutan. Kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu kolektiva dilakukan
oleh para anggotanya melalui peranan masing-masing.
Di Indonesia, paling sedikit
ada 4 jenis kolektiva sosial besar yang menuntut perhatian dari para ahli
sosiologi Indonesia. Karena banyak mempengaruhi tindakan orang Indonesia.
Keempat jenis kolektiva sosial besar ini ialah masyarakat Indonesia, bangsa
Indonesia, negara Republik Indonesia dan umat dari masing-masing agama besar.
Para ahli sosiologi diharapkan memberikan perhatian pada berbagai kolektiva
sosial besar ini karena awam sering kali tidak mengadakan pembedaan yang tegas
antara keempat jenis kolektiva besar ini. Hal ini akan mempengaruhi penjelasan
yang berkenaan dengan berbagai gejala sosial tertentu dan cara mengatasi
berbagai masalah yang ditimbulkannya.
Mungkin saja kebanyakan orang
di wilayah negara Republik Indonesia merupakan anggota di keempat kolektiva
sosial besar ini. Tetapi pasti masih ada cukup banyak orang yang dalam
kenyataan hanya anggota dari satu kolektiva sosial saja, atau dua, atau tiga,
dan bukan anggota di keempat kolektiva sosial besar tersebut. Kenyataan
demikian adalah kenyataan anggota-anggota keluarga-keluarga tertentu,
perguruan-perguruan tertentu, perusahaan-perusahaan tertentu, rumah-rumah sakit
tertentu, masyarakat-masyarakat pedesaan tertentu, dan banyak
pengelompokkan-pengelompokkan lain.
Masyarakat Indonesia sebagai
suatu sistem sosial terkait pada kebudayaan Indonesia, yang sering juga
dinamakan kebudayaan nasional. Kebudayaan yang menyeluruh inipun dapat
ditanggapi sebagai suatu sistem, suatu sistem budaya, yang mempunyai makna atau
diharapkan mempunyai makna bagi warga masyarakat Indonesia. Sistem budaya ini
terdiri atas kepercayaan-kepercayaan tertentu, seperti kepercayaan yang
berkenaan dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa; adanya hidup di akhirat, surga dan
neraka; adanya pahala bagi orang yang berbuat baik dan hukuman bagi orang yang
berbuat jahat; pengetahuan kognitif tertentu, seperti yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan perguruan-peguruan tinggi dan yang dikembangkan lebih
lanjut oleh para ahli dalam ilmu pengetahuan; nilai dan aturan yang menyatakan
pola perilaku mana yang dianggap baik dan yang mana dianggap tidak baik; serta
berbagai hasil ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan penggunaan
simbol yang biasanya digunakan dalam menyatakan perasaan pelaku sebagaimana
yang banyak terdapat dalam karya sastra dan seni.
Sebagai warga masyarakat, tiap
pelaku yang berdiam di wilayah negara Republik Indonesia diharapkan berpedoman
pada kebudayaan nasional, meskipun, sebagaimana nanti mudah-mudahan terlihat
secara lebih jelas, tidak dalam setiap keadaan para pelaku bertindak dengan
berpedoman pada kebudayaan nasional.
Tindakan-tindakan sosial tiap
pelaku, atau tindakan yang diwujudkan oleh seorang pelaku terhadap orang lain,
banyak tergantung pada tujuan pelaku, bagaimana pelaku melihat keadaan yang
dihadapi, motivasi dan tenaga yang menggerakkan pelaku untuk berbuat, serta
nilai dan aturan pelaku yang dijadikan pedoman dalam bertindak.
Tindakan antar warga
masyarakat mengakibatkan terbentuknya berbagai sub-sistem dari masyarakat yang
juga disebut sektor kehidupan bermasyarakat, seperti keluarga, ekonomi
(terutama sebagai sistem produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa),
kesehatan, ibadah agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik,
serta sastra dan seni. Masing-masing sub-sistem inipun diatur oleh sistem
budaya tertentu, yang juga dikenal sebagai suatu pranata masyarakat yang
bersangkutan, yang mengakibatkan para pelakunya cenderung memperhatikan
sifat-sifat kepribadian tertentu dalam menjalankan peranan dalam sub-sistem
yang bersangkutan, seperti kepribadian birokrasi, kepribadian pengusahawan,
kepribadian petani, dan sebagainya.
Keluarga, misalnya, merupakan
sub-sistem yang menyelenggarakan sosialisasi warga-warga baru masyarakat, yang
biasanya lahir dan diasuh dalam kolektiva keluarga, melalui internalisasi
unsur-unsur budaya yang mengatur masyarakat yang bersangkutan. Para warga baru
dipersiapkan, semula terutama oleh ibu, kemudian juga oleh orang tua lain dan
sekolah, agar dapat menjalankan peranan dalam kehidupan bermasyarakat, dalam
bidang ekonomi, agama, politik, dan sebagainya.
Keluarga tidak hanya berfungsi
sebagai satuan sosial yang menyelenggarakan sosialisasi tapi juga sebagai
satuan yang memberikan kepuasan emosional dan rangsangan perasaan bagi para
anggotanya. Sebagai satuan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi
sistem ekonomi serta mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sistem
ekonomi. satuan politik yang dapat memberikan dukungan politik kepada pemimpin
dalam sistem politik dan ikut melaksanakan keputusan politik yang dibuat oleh
para pemimpin politik; satuan agama yang meletakkan dasar-dasar keyakinan agama
para anggotanya dan merangsang para anggota melakukan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianut dan sebagainya.
Sesungguhnya masih banyak
orang pribumi di Indonesia yang dalam kenyataannya belum berperan dalam
masyarakat Indonesia di luar kolektiva sosial kewilayahan dimana mereka hidup,
yaitu masyarakat setempat masing-masing. Di wilayah negara Republik Indonesia
tidak hanya terdapat masyarakat Indonesia, yang kini jumlah warganya lebih dari
190.000.000 orang, melainkan terdapat juga masyarakat-masyarakat yang lebih
terbatas, seperti masyarakat daerah dan masyarakat setempat, atau komuniti.
Masing-masing masyarakat inipun, seperti masyarakat Jawa, masyarakat Sunda,
masyarakat Madura, masyarakat Melayu, masyarakat Bali dan masyarakat Bugis dan
Makasar dapat ditanggapi sebagai sistem sosial tersendiri yang diatur oleh
sistem budaya tersendiri dari warga-warga masyarakat yang memiliki kepribadian
yang sedikit banyaknya terbentuk oleh kebudayaan dan struktur sosial masyarakat
dimana mereka dibesarkan.
Bilamana seseorang semata-mata
bertindak dengan mengacu pada kebudayaan masyarakat daerahnya saja, ia tidak
dapat dianggap telah ikut berperan sebagai pelaku dalam masyarakat Indonesia
yang lebih besar. Dilihat secara analitik, banyak orang pribumi di wilayah
Indonesia masih hanya berperan sebagai anggota masyarakat daerah asalnya saja.
Penggambaran demikian tidak berarti bahwa dalam setiap keadaan seseorang
dituntut untuk bertindak sebagai warga masyarakat Indonesia. Seseorang dapat
menganggap diri anggota masyarakat daerah tertentu dan berperan sesuai dengan
keanggotaannya, seperti dalam kehidupan keluarga, tetapi dalam keadaan-keadaan
tertentu, seperti di kantor, di perguruan, di perusahaan, dan di terminal bis,
juga berperan sebagai anggota masyarakat Indonesia dengan mengacu pada
kebudayaan Indonesia.
Tentu saja diharapkan agar
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya semua orang Indonesia dalam kenyataan
memang menjalankan berbagai peranan sebagai warga masyarakat Indonesia
disamping menjalankan peranan-peranan sebagai anggota kolektiva-kolektiva
kewilayahan lain sebagaimana dituntut oleh apa yang dinamakan ikatan-ikatan
primordialnya. Bahkan, tidak semua pelaku di wilayah Indonesia dapat dianggap
sebagai warga masyarakat Indonesia. Ada banyak orang-orang lain, seperti para
pejabat perwakilan asing dan para wisatawan dari luar negeri, dianggap bukan
warga masyarakat; orang-orang lain demikian diperlakukan sebagai orang asing.
Masyarakat melangsungkan
kehidupannya dengan diatur oleh negara ataupun diatur oleh negara. Di Indonesia
masyarakat yang menyeluruh semakin banyak dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan kepentingan bangsa Indonesia, negara Republik Indonesia, dan berbagai
umat agama.
Bangsa Indonesia
Kolektiva yang dikenal sebagai
bangsa (nasion) Indonesia merupakan suatu ikatan solidaritas dan loyalitas
antar sesama anggota yang terdiri atas sejumlah besar pelaku yang menganggap
diri dan dianggap orang Indonesia atau manusia Indonesia, apapun rasnya, suku
bangsanya, agamanya, ideologi politiknya, dan kewarganegaraannya.
Dalam kenyataan tidak semua
orang yang dianggap orang Indonesia memang menganggap diri orang Indonesia dan
sebaliknya: tidak semua orang yang menganggap diri orang Indonesia dianggap
orang Indonesia oleh semua orang Indonesia lain. Keadaan demikianlah yang
mengakibatkan adanya masalah persatuan dan kesatuan Indonesia.
Sebelum pembentukan bangsa
Indonesia, dahulu sudah ada kolektiva-kolektiva sosial yang juga disebut bangsa
tetapi sesudah pembentukan bangsa Indonesia disebut suku bangsa. Ketika wilayah
kediaman suatu suku bangsa boleh dikatakan hanya didiami oleh penduduk pribumi
saja, kolektiva sosial tersebut merupakan masyarakat tersendiri sebagaimana
digambarkan di atas dalam pembicaraan tentang masyarakat.
Dalam perkembangan dimasa
lampau, identitas suku bangsa, yang dulu dikenal sebagai bangsa sesungguhnya
mengalami berbagai perubahan. Dalam masa lampau, suku bangsa tertentu dapat
terwujud sebagai suatu kolektiva yang lebih luas ataupun kolektiva yang
terbatas. Perubahan batas keanggotaan suatu suku bangsa dapat menjadi lebih
luas karena adanya perubahan cara pandang yang berkenaan dengan golongan
penduduk tertentu yang semula tidak dianggap anggota suku bangsa. Tetapi
akhirnya dianggap merupakan bagian dari suku bangsa yang bersangkutan. Karena
mereka memperlihatkan banyak ciri-ciri yang sama dengan yang dimiliki oleh
kolektiva itu sendiri. Perluasan keanggotaannya suatu suku bangsa juga bisa
terjadi karena keluasan dan pentingnya kesatuan politik yang lebih besar, yang
pada suatu waktu juga menguasai wilayah suku bangsa yang bersangkutan.
Sebaliknya perubahan suatu
suku bangsa menjadi lebih terbatas karena adanya perubahan pandangan sebagian
anggota suku bangsa yang bersangkutan terhadap sejumlah anggota lain yang
dianggap berbeda sebenarnya, atau menjadi berbeda, dalam berbagai pola
perilaku. Penciutan suatu suku bangsa juga bisa terjadi karena pada suatu waktu
kekuatan kesatuan politik yang lebih besar membuat batasan pemisah antara dua
wilayah suku bangsa yang bersangkutan yang sebelum pemisahan ini merupakan satu
wilayah dengan penduduk pribumi yang mengacu pada kebudayaan yang sama.
Bangsa Indonesia, kolektiva
yang pada permulaan abad ini belum terbentuk, memperoleh para anggotanya dari
dua sumber utama, yaitu: 1. suku-suku bangsa pribumi di wilayah Republik
Indonesia, dan 2. golongan-golongan penduduk yang berasal dari luar kepulauan
Indonesia, murni maupun peranakan, yang menetap di wilayah Republik Indonesia.
Rekrutmen para anggota pada
dasarnya terjadi melalui dua jenis proses, yaitu: 1. pemasukan (inclusion), dan
2. pengerahan tenaga (mobilisasi). Pemasukan terjadi bilamana orang-orang yang
tadinya berada di luar kolektiva yang dikenal sebagai bangsa Indonesia
dijadikan anggota bangsa ini. Banyak diantara orang keturunan Arab, Cina,
Belanda, Portugis atau bangsa asing lain menjadi bagian dari bangsa Indonesia
melalui proses pemasukan. Penduduk pribumi di daerah Timor Timur juga menjadi
bagian dari bangsa Indonesia melalui proses pemasukan ini.
Pada berbagai masyarakat
daerah (terutama masyarakat daerah yang besar) yang semula juga merupakan
wilayah suatu bangsa yang kini disebut suku bangsa, golongan terpelajar yang
merupakan bagian dari golongan atas di masyarakat tersebut cenderung lebih
dahulu menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Bahkan banyak diantara mereka
telah menganggap diri anggota bangsa Indonesia sejak berada di bangku sekolah
menengah pada akhir dekade kedua abad keduapuluh ini. Pada masyarakat demikian
terjadi rekrutmen para anggota baru bangsa Indonesia melalui proses pengerahan
tenaga diantara golongan-golongan bawahan yang semula tidak menganggap diri
bagian dari bangsa hdonesia. Dalam masyarakat daerah yang demikian para pelaku
dari golongan bawah pun menganggap diri sebagai orang Indonesia.
Kegiatan propaganda,
pendidikan, dan upaya memperoleh anggota baru terutama di kalangan penduduk
pribumi di kepulauan Indonesia yang dilancarkan oleh berbagai organisasi dalam
masa gerakan kebangsaan Indonesia, seperti Perhimpunan Indonesia di negari
Belanda, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Rakyat
Indonesia, Gabungan Politik Indonesia dan berbagai organisasi politik lain,
organisasi pendidikan, organisasi kepanduan, organisasi olahraga dan sebagainya
yang berasaskan kebangsaan Indonesia, mengakibatkan amat banyak orang yang
dianggap orang Indonesia tapi dalam kenyataan belum menganggap diri orang
Indonesia.
Berbagai perlambang dipilih
atau dicipta sebagai perlambang persatuan bangsa. Persatuan para pelaku yang
berasal dari berbagai ras, suku bangsa, agama, ideologi politik, dan
kewarganegaraan sebagai satu bangsa Indonesia dipermudah dengan dijadikannya
bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
lambat-laun tapi semakin cepat berkembang menjadi bahasa tersendiri yang dapat
dibedakan dari bahasa Melayu. Bendera merah-putih menjadi perlambang dari
bangsa yang baru ini dan nyanyian “Indonesia Raya”, yang digubah oleh pemuda
W.R. Soepratman, menjadi lagu kebangsaannya.
Dalam waktu yang boleh
dikatakan singkat bangsa baru ini juga memperoleh semacam ingatan bersama
tentang riwayat bangsa ini dalam bentuk mitos tentang masa lampaunya, seperti
kejayaan negara agung Majapahit dan Sriwijaya yang beberapa abad yang lalu
telah mempersatukan seluruh kepulauan Nusantara di bawah satu pemerintahan,
serta keperkasaan para pahlawannya yang sejak dahulu telah bangkit mengangkat
senjata memberi perlawanan terhadap kekuasaan penjajah asing. Riwayat Sultan
Agung, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegon, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Si
Singamaraja serta berbagai tokoh lain dari masa lampau menjadi kebanggaan
bersama sebagai satu bangsa.
Nilai-nilai tertentu, seperti
Ketuhanan, persatuan bangsa Indonesia, peri kemanusiaan, kedaulatan rakyat,
keadilan sosial dan gotong royong menjadi nilai-nilai bangsa Indonesia yang
dijabarkan dalam semakin banyak aturan sebagai pedoman dalam tindakan-tindakan
para anggotanya, terhadap satu sama lain maupun terhadap orang lain, seperti
terhadap para penjajah asing.
Para pelaku yang menjalankan
peranan dalam berbagai kolektiva yang merupakan perwujudan dari bangsa
Indonesia lambat laun mengembangkan jatidiri sebagai manusia Indonesia, bagian
dari bangsa Indonesia.
Kita perlu juga memperhatikan
kenyataan bahwa sebelum diadakan kesepakatan antar para pemimpin gerakan
kebangsaan Indonesia tentang batas bangsa dan wilayah Indonesia tak lama
sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan, pada masa permulaan gerakan
kebangsaan Indonesia, rekrutmen anggota bangsa yang sedang dibentuk ini tidak
menghiraukan batas kewilayahan yang ditetapkan oleh penguasa penjajah asing.
Pada waktu itu banyak golongan penduduk di Semenanjung Malaya dan Kalimantan
Utara juga menganggap diri bagian dari bangsa Indonesia yang sedang
memperjuangkan kemerdekaannya, meskipun banyak diantara mereka menamakan bangsa
yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya ini bangsa Melayu.
Negara Republik Indonesia
adalah suatu struktur politik yang diatur oleh undang-undang, terutama
Undang-Undang Dasar 1945. Kolektiva yang dikenal sebagai negara Republik
Indonesia ini diproklamasikan kehadirannya di dunia kita oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia di Jakarta pada tanggal 17
Agustus 1945. Para pemimpin gerakan kebangsaan yang mendirikan republik yang
baru ini segera mensyahkan undang-undang dasar negara yang kini dikenal sebagai
Undang-undang Dasar 1945 dan yang juga mengandung nilai-nilai dasar bangsa dan
negara yang kini dikenal sebagai Pancasila.
Pancasila merupakan pedoman
bertindak bagi para pelaku yang menganggap diri dan dianggap sebagai orang
Indonesia serta yang menurut aturan perundang- undangan negara baru ini adalah
warganegara Republik Indonesia. Kelima nilai Pancasila dianggap harus dijadikan
pedoman bertindak terutama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
berbangsa dan bernegara.
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
merupakan keyakinan bersama dari penduduk di kepulauan Indonesia yang
kebanyakan berpegang teguh pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa
sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Meskipun pada bangsa Indonesia
terdapat beberapa agama besar yang berbeda, semua mempunyai keyakinan yang sama
berkenaan dengan adanya Tuhan sehingga atas dasar keyakinan yang sama itu
bangsa Indonesia sedikit banyaknya merupakan satu umat yang besar, meskipun
tidak atas dasar agama tertentu saja.
“Kemanusiaan yang adil dan
beradab” merupakan pedoman yang diharapkan menjadi dasar tindakan dalam upaya
memberantas penindasan, kekejaman, dan penghinaan oleh manusia atau golongan
yang satu terhadap manusia atau golongan yang lain, seperti banyak terjadi
dalam masa penjajahan dan masa kekuasaan feodal, serta pedoman dalam upaya
untuk terus-menerus meningkatkan harkat dan martabat manusia dan bangsa Indonesia.
“Persatuan Indonesia”
merupakan pedoman untuk terus-menerusr mengusahakan dan mempertahankan kesatuan
dan persatuan bangsa yang sesungguhnya terdiri dari berbagai golongan ras yang
berbeda, suku bangsa yang berbeda, umat agama yang berbeda, kedudukan sosial
dan tingkat kemampuan ekonomi yang berbeda, pendidikan yang berbeda, penghuni
daerah geografi yang berbeda, dan sebagainya.
“Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” merupakan pedoman yang
diwarisi sebagai bagian dari kebudayaan para nenek moyang yang bilamana
menghadapi masalah bersama, seperti perbedaan pandangan, perbedaan kepentingan,
atau perbedaan kehendak, biasanya mengadakan musyawarah, langsung antar
pihak-pihak yang bersangkutan ataupun melalui perwakilan, agar akhirnya
diperoleh kesepakatan berkenaan dengan apa yang sebaiknya dilakukan.
“Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” merupakan pedoman untuk upaya meniadakan kemiskinan dan
kebodohan sehingga setiap orang Indonesia dapat memenuhi sekurang-kurangnya
kebutuhan dasar yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya secara layak.
Para pelaku yang berperan
dalam kolektiva yang diwujudkan oleh negara Republik Indonesia adalah para
pelaku yang berperan sebagai warga negaranya, warga negara yang mempunyai hak
dan kewajiban tertentu sebagaimana dinyatakan oleh ideologi negara dan yang
dinyatakan dalam undang-undang dan aturan perundang-undangannya.
Tatanan keteraturan dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penduduk di wilayah negara menuntut
adanya pemerintah yang berkewajiban memelihara tatanan ini agar satuan-satuan
sosial yang mempunyai fungsi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat menjalankan kegiatan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
Pemerintah berusaha menciptakan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan berbagai
aturan umum yang berlaku dan memungkinkan satuan-satuan sosial demikian
menjalankan tugas masing-masing. Pemerintah juga berkewajiban untuk menghalangi
setiap upaya campur tangan pihak luar yang berusaha mengacau tatanan
keteraturan yang ada.
Bilamana gangguan terhadap
ketertiban umum tidak dapat dihindarkan dengan cara yang beradab, pemerintah
dapat mengerahkan angkatan bersenjata sebagai satu-satunya kekuatan fisik yang
diakui syah dalam wilayah negara untuk menghalangi kegiatan pihak pengacau atau
membuat pihak pengacau ini tak berdaya lagi. Terhadap ancaman yang berasal dari
luar wilayah diadakan upaya pertahanan negara sedangkan terhadap ancaman atau
gangguan keamanan yang berasal dari dalam wilayah dapat diadakan berbagai jenis
tindakan, termasuk pencabutan kebebasan bergerak dan pelaksanaan hukuman mati.
Melalui pelaksanaan berbagai
kebijakan pemerintah, yang di Indonesia harus bertindak sesuai dengan
Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditentukan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat sesuai dengan asas kerakyatan, negara berusaha menyelenggarakan
pembangunan nasional di berbagai bidang kehidupan dengan dukungan dari
masyarakat.
Revolusi nasional, yang
didahului oleh perjuangan kebangsaan, tidak hanya mengakhiri kehadiran
kekuasaan pemerintah jajahan Hindia Belanda, melainkan juga mengakhiri
kekuasaan pemerintah beberapa negara pribumi dan kekuasaan pemerintah
tradisional lain yang pada waktu itu masih terdapat di banyak daerah di
kepulauan Indonesia. Berakhirnya kekuasaan pemerintah tradisional di banyak
daerah mengakibatkan birokrasi pemerintah negara Republik Indonesia lebih mudah
berperan sebagai pengatur dan pembuat keputusan yang mengikat para warganegara
di wilayah yang bersangkutan sedangkan penduduk di masing-masing daerah lebih
mudah berperan sebagai warga negara Republik Indonesia dalam semakin banyak
bidang kehidupam
Sama halnya dengan masyarakat
Indonesia dan bangsa Indonesia, belum semua golongan penduduk yang menurut
undang-undang yang berlaku adalah warga negara Indonesia, tetapi dalam
kenyataannya adalah warga negara Indonesia. Masih banyak sekali orang Indonesia
dalam yang kenyataannya belum berperan sebagai warga negara Republik Jndonesia.
Pertumbuhan
dan Perkembangan
Masing-masing kolektiva sosial
besar tersebut di atas mengalami pertumbuhan atau pertambahan jumlah anggota
yang dengan sendirinya mengakibatkan berbagai perubahan dalam kolektiva yang
bersangkutan maupun antara masing-masing kolektiva dan kolektiva-kolektiva
lain. Perubahan dalam kolektiva besar tertentu dapat terwujud sebagai
perkembangan yang mengakibatkan terjadinya pembedaan (diferensiasi) fungsi atau
pembagian kerja. Sehingga pembentukan berbagai struktur sosial semakin banyak.
Disamping itu juga mengakibatkan munculnya profesionalisasi yang semula tidak
begitu banyak persyaratan tapi kini semakin banyak dikaitkan dengan kemampuan
yang diperoleh dari perguruan tinggi, termasuk peranan-peranan tertentu dalam
masing-masing umat agama.
Masing-masing kolektiva sosial
besar yang dikemukakan di atas dapat dikaji sebagai sasaran perhatian sendiri,
sistem sosial tersendiri, sehingga segala sesuatu yang berada di luar kolektiva
besar yang menjadi sasaran perhatian, termasuk kolektiva-kolektiva besar yang
lain, menjadi lingkungarmya. Dengan demikian dapat dikaji apa yang menjadi
keluaran kolektiva sosial yang menjadi sasaran perhatian utama dan kemana
keluaran ini bergerak, sedangkan, sebaliknya, juga dapat dikaji apa yang
menjadi masukan kolektiva sosial ini dari masing-masing kolektiva besar yang
lain dan bagian-bagian lain dari lingkungannya.
Kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh para pelaku masing-masing kolektiva sosial besar tersebut
di atas dapat serasi satu sama lain sehingga para pelaku yang bersangkutan
merasa bahwa kegiatan yang mereka selenggarakan sebagai anggota satu kolektiva
didukung atau diperkuat oleh kolektiva besar yang lain. Akan tetapi,
kepentingan-kepentingan tertentu dari kolektiva sosial besar ini juga bisa
bertentangan sehingga para pelaku yang bersangkutan dihadapkan dengan pilihan,
memprioritaskan kepentingan kolektiva yang satu atau kepentingan kolektiva yang
lain. Tidak selalu masalah tuntutan untuk memilih antara dua atau lebih dari
dua tuntutan adalah masalah yang mudah dapat diatasi.
Pengertian Variasi Bahasa
Variasi bahasa menurut
Aslindgaf (2007:17) adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induksinya.
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan
oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para
penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan.
Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi
sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua,
variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Namun Halliday membedakan
variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan pemakaian (register).
Macam-Macam
Variasi Bahasa
Chaer (2004:62) mengatakan
bahwa variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan
penggunanya, Adapun penjelasan variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
1). Variasi Bahasa dari Segi Penutur.
a. Variasi Bahasa Idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah
variasi bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek. setiap orang
mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.
b. Variasi Bahasa Dialek
Variasi bahasa dialek adalah
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada
suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek
Banyumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.
c. Variasi Bahasa Kronolek atau Dialek Temporal
Variasi bahasa kronolek atau
dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial
pada masa tertentu. Misalnya,variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga
puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa
kini.
d. Variasi Bahasa Sosiolek.
Adalah variasi bahasa yang
berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa
ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan,
seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain
sebagainya.
e. Variasi Bahasa Berdasarkan Usia
Variasi bahasa berdasarkan
usia yaitu varisi bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya
variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan variasi remaja atau orang dewasa.
f. Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan
Variasi bahasa yang terkait
dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang
yang lulus sekolah tingkat atas. Demikian pula, orang lulus pada tingkat
sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan
mahasiswa atau para sarjana.
g. Variasi Bahasa Berdasarkan Seks
Variasi bahasa berdasarkan
seks adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria
atau wanita. Misalnya, variasi bahasa yang digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda
dengan varisi bahasa yang digunakan oleh bapak-bapak.
h. Variasi Bahasa Berdasarkan Profesi, Pekerjaan atau Tugas Para Penutur
Variasi bahasa berdasarkan
profesi adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan
tugas para penguna bahasa tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh para
buruh, guru, mubalik, dokter, dan lain sebagainya tentu mempunyai perbedaan
variasi bahasa.
i. Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Kebangsawanan.
Variasi bahasa berdasarkan
tingkat kebangsawanan adalah variasi yang terkait dengan tingkat dan kedudukan
penutur (kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya
perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan
masyarakat biasa dalam bidang kosa kata, seperti kata mati digunakan untuk
masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
Adapun penjelasan tentang
variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
1) Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi sosial lainya.
1) Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi sosial lainya.
2. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap
kurang bergengsi atau bahkan di pandang rendah.
3. Vulgal adalah variasi sosial yang ciri-cirinya
tampak pada pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak
berpendidikan.
4. Slang adalah variasi sosial yang bersifat
khusus dan rahasia.
5. Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan
dalam percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena bukan
merupakan bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let (letnan),
nda (tidak), dll.
6. Jargon adalah variasi sosial yang digunakan
secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Misalnya, para montir dengan
istilah roda gila, didongkrak, dll.
7. Argot adalah variasi sosial yang digunakan
secara terbatas oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya, bahasa
para pencuri dan tukang copet,kaca mata artinya polisi.
8. Ken adalah variasi sosial yang bernada
memelas, dibuat merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan. Misalnya, variasi
bahasa para pengemis.
2). Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian.
Variasi bahasa berkenaan
dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek atau register adalah variasi
bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan
sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tampak cirinya
adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata
khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya, bahasa dalam karya
sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga dipilih dan
digunakanlah kosakata yang tepat. Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri
tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena
harus dipahami dengan mudah; komunikatif karena jurnalis harus menyampaikan
berita secara tepat; dan ringkas karena keterbatasasan ruang (dalam media
cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya ragam bahasa
yang dimaksud di atas, adalah ragam bahasa yang menunjukan perbedaan ditinjau
dari segi siapa yang menggunakan bahasa tersebut.
3. Variasi Bahasa dari Segi Keformalan.
Variasi bahasa berdasarkan
tingkat keformalannya, Chaer (2004:700) membagi variasi bahasa atas lima macam
gaya, yaitu:
a. Gaya atau Ragam Beku (frozen).
Gaya atau ragam beku adalah
variasi bahasa yang paling formal,yang digunakan pada situasi-situasi hikmat,
misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah, dan sebagainya.
b. Gaya atau Ragam Resmi (formal).
Gaya atau ragam resmi adalah
variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat,
dan lain sebagainya.
c. Gaya atau Ragam Usaha (konsultatif).
Gaya atau ragam usaha atau
ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di
sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau
produksi.
d. Gaya atau Ragam Santai (casual).
Gaya bahasa ragam santai
adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat dan
sebagainya.
e. Gaya atau Ragam Akrab (intimate).
Gaya atau ragam akrab adalah
variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah
akrab. Variasi bahasa ini biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.
f. Variasi
Bahasa dari Segi Sarana Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau
jalur yang digunakan.
Misalnya, telepon, telegraf,
radio yang menunjukan adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan.
salah satunya adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada
kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama.
Sebab-Sebab Adanya Variasi Bahasa
Bebrapa penyebab adanya
variasi bahasa adalah sebagai berikut :
1. Interferensi
1. Interferensi
Chaer (1994:66) memberikan
batasan bahwa interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam
bahasa yang sedang digunakan,sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari
bahasa yang digunakan itu. Bahasa daerah menjadi proporsi utama dalam
komunikasi resmi, sehingga rasa cinta terhadap bahasa nasional terkalahkan oleh
bahasa daerah.
Alwi, dkk.(eds.) (2003:9), menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari bahasa Jawa, misalnya pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa Inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi. Selain bahasa daerah, bahasa asing (Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona. Misalnya masyarakat lebih cenderung menggunakan kata “pull” untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
Alwi, dkk.(eds.) (2003:9), menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari bahasa Jawa, misalnya pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa Inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi. Selain bahasa daerah, bahasa asing (Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona. Misalnya masyarakat lebih cenderung menggunakan kata “pull” untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
2. Integrasi
Selain Interferensi, integrasi
juga dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa Indonesia. Chaer (1994:67),
menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa
masuk dan sudah dianggap, diperlukan dan di pakai sebagai bagian dari bahasa
yang menerima atau yang memasukinya. Proses integrasi ini tentunya memerlukan
waktu yang cukup lama, sebab unsur yang berintegrasi itu telah di sesuaikan,
baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya. Contoh kata yang berintegrasi
seperti montir, sopir, dongkrak.
3. Alih kode dan campur kode.
Alih kode adalah beralihnya
suatu kode (entah bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain
(bahasa lain) (Chaer, 1994:67). Campur kode adalah dua kode atau lebih di
gunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai (Chaer,
1994:69). Diantara dua gejala bahasa itu, baik alih kode maupun campur kode
gejala yang sering merusak bahasa Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam
berbicara dalam bahasa Indonesia di campurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah,
begitu juga sebaliknya. Dalam kalangan orang terpelajar sering kali bahasa
Indonesia di campur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
4. Bahasa Gaul.
Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari
bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada
akhir tahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para
anak jalanan. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai
setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa kata yang digunakan dalam komunitas
tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama kamus bahasa gaul pada tahun 1999.
Contoh penggunaan bahasa gaul adalah sebagai berikut :
Bahasa Indonesia Bahasa Gaul
Ayah; Bokap
Ibu; Nyokap
Saya; Gue.
Bahasa Indonesia Bahasa Gaul
Ayah; Bokap
Ibu; Nyokap
Saya; Gue.
Penggunaan
Variasi Bahasa
Penggunaan variasi bahasa harus di sesuaikan
dengan tempatnya (diglosia), yaitu antara bahasa resmi dan tidak resmi.
1. Bahasa Resmi (Tinggi)
Bahasa resmi digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, pengantar pendidikan, khotbah, surat menyurat resmi, dan buku pelajaran.
2. Bahasa Tidak Resmi (Rendah)
Bahasa ini digunakan dalam situasi yang non formal atau tidak resmi, seperti di rumah, di warung, di jalan, surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri.
variasi Agama
1. Bahasa Resmi (Tinggi)
Bahasa resmi digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, pengantar pendidikan, khotbah, surat menyurat resmi, dan buku pelajaran.
2. Bahasa Tidak Resmi (Rendah)
Bahasa ini digunakan dalam situasi yang non formal atau tidak resmi, seperti di rumah, di warung, di jalan, surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri.
variasi Agama
Kolektiva sosial besar
terakhir yang ditampilkan dalam tulisan ini ialah umat agama. Kolektiva ini
terbentuk oleh para penganut agama tertentu: kepercayaan- kepercayaan yang
didasarkan atas beberapa kitab tertentu yang dianggap suci dan berbagai
kegiatan ibadah yang diselenggarakan menurut aturan tertentu. Oleh sebab itu,
pedoman yang dianggap berlaku oleh para anggota kolektiva besar demikian adalah
ajaran agama yang bersangkutan serta berbagai nilai dan aturan hukum agama.
Di wilayah negara Republik
Indonesia terdapat paling sedikit 7 umat agama yang besar, yaitu umat Islam,
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Sikh, dan Tridharma menurut ajaran
Lao-tse dan Kongtju. Para anggota umat suatu agama di wilayah negara Republik
Indonesia tidak mencakup semua warga masyarakat Indonesia, semua anggota bangsa
Indonesia, ataupun semua warga negara Republik Indonesia. Akan tetapi,
masing-masing umat agama, tanpa kecuali, juga beranggotakan sejumlah orang
asing yang menganut agama yang sama. Bahkan sesungguhnya umat agama di
Indonesia merupakan bagian dari umat yang jauh lebih besar dan tersebar di luar
Indonesia. Hubungan atas dasar rasa setiakawanan dengan sesama umat di luar
Indonesia, oleh sebab itu, merupakan masalah tersendiri. Pusat kegiatan ibadah
umat Islam berada di luar Indonesia, di Mekkah dan Medinah. Berbagai jemaah
agama Kristen Protestan merupakan bagian dari jemaah agama yang berpusat di
Belanda, Jerman, Amerika Serikat, atau negeri lain. Umat agama Katolik merupakan
bagian dari umat besar yang dipimpin oleh hirarki gereja yang berpusat di
Vatikan. Umat agama Hindu, Buddha, dan Sikh mengacu pada kitab-kitab suci yang
berasal dari India. Agama Tridharma menurut ajaran Lao-tse dan Khongtju mengacu
pada tradisi budaya di Cina.
Struktur masing-masing umat
agama sebagai kolektiva sosial tidak sama. Ada umat yang mewujudkan integrasi,
atau persatuan anggota umat yang kuat dan ada umat yang terdiri atas banyak
kolektiva sosial yang lebih kecil dan tidak terikat satu sama lain. Ada umat
yang mempunyai birokrasi yang sangat berkembang dan ada umat yang boleh
dikatakan tidak mempunyai birokrasi.
Di sisi lain, umat agama
Islam, umat agama Kristen Protestan dan umat agama Katolik masing-masing
berkeyakinan bahwa penyebaran luas agama yang dianut, yang ditanggapi sebagai
satu-satunya agama yang benar, adalah tanggung jawab para anggota umat, bahkan
perintah Tuhan yang harus dilaksanakan. Keyakinan demikian berarti
masing-masing umat berusaha memperluas umat dengan merekrut anggota-anggota
baru yang semula berada di luar umat yang bersangkutan, hal mana dapat
ditanggapi sebagai ancaman oleh umat yang lain.
Beberapa abad yang lalu, J.J.
Rousseau telah mempersoalkan kehadiran lebih dari satu agama di suatu negara
dalam bab terakhir bukunya yang berpengaruh besar yang merupakan salah satu
hasil karya tulisnya, Contract Social (Perjanjian Sosial). Dalam keadaan
demikian, menurut Rousseau, akan tumbuh suatu gejala yang menyerupai agama dan
yang dinamakannya agama kewarganegaraan (religion civile). Gejala ini tahun
1960-an ditampilkan kembali oleh ahli sosiologi agama R.N. Bellah yang
menggambarkan kehadiran agama kewarganegaraan (civil religion) di negara
Amerika Serikat, dimana penduduk mewujudkan berbagai agama yang berbeda, sehingga
seluruh negara Amerika juga merupakan satu umat agama, meskipun masing-masing
umat agama yang lebih terbatas, seperti agama Protestan, agama Katolik, agama
Yahudi, agama Islam, agama Buddha, dan sebagainya tetap bertahan sebagai umat
tersendiri.
Bilamana kita memperhatikan masyarakat kita, juga
terlihat tumbuhnya gejala yang menyerupai suatu agama dalam pengertian
sosiologi, dan yang dinamakan agama kewarganegaraan oleh Rousseau dan Bellah.
Ciri-ciri agama ini yang terwujud pada sekalian warganegara Republik Indonesia
adalah kepercayaan pada adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, keyakinan yang
ditampilkan pada setiap upacara resmi dalam bentuk doa, seperti pada upacara
pembukaan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat; kepercayaan pada adanya dunia
akhirat; surga dan neraka; adanya pahala bagi yang berbuat baik dan hukuman
buat yang berbuat jahat; adanya kitab yang menyerupai kitab suci, yaitu
Undang-undang Dasar 1945, yang diperlukan dengan penuh kekhidmatan; adanya
tokoh-tokoh yang diperlakukan seperti memperlakukan nabi, yaitu Ki Hadjar
Dewantoro, Soekamo dan Mohammad Hatta; adanya tokoh-tokoh yang diberi wewenang
untuk menafsirkan kitab suci seperti wewenang ulama atau pendeta, yaitu para
anggota BP-7 dan para manggala; adanya simbol-simbol tertentu yang melambangkan
umat yang bersangkutan, yaitu Garuda Pancasila dan bendera Merah-Putih; adanya
upacara-upacara yang memberi perasaan keagamaan bagi para pesertanya, seperti
upacara Peringkatan Hari Kemerdekaan dan Hari Kesaktian Pancasila; adanya
ritual yang diselenggarakan secara berkala, seperti upacara bendera; adanya
para martir yang mengurbankan nyawa mereka untuk kelangsungan hidup umat,
seperti para Pahlawan Revolusi; dan adanya tempat-tempat yang dikeramatkan,
seperti Taman Pahlawan dan Lubang Buaya.
Konsep Budaya
Konsep Budaya
Budaya merupakan kompleks
keseluruhan dimana dimasukkannya pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral,
adat-istiadat, dan kemampuan lain apapun serta kebiasaan yang diperoleh oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Beberapa aspek dari perlunya perluasan budaya.
1. Pertama, budaya merupakan konsep yang meliputi
banyak hal (luas). Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses
pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar
dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar atau seks, hal tersebut
berpengaruh jika, kapan, dan bagaimana dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Kedua, budaya adalah hal yang diperoleh. Ia nya tidak dimasukkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun, semenjak perilaku manusia dari perilaku.
3. Ketiga, kerumitan dari masyarakat modern merupakan kesungguhan dimana budaya jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
2. Kedua, budaya adalah hal yang diperoleh. Ia nya tidak dimasukkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun, semenjak perilaku manusia dari perilaku.
3. Ketiga, kerumitan dari masyarakat modern merupakan kesungguhan dimana budaya jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
Budaya terutama dijalankan
oleh keadaan yang batasannya cukup bebas pada perilaku individu dan oleh
pengaruh fungsinya dari institusi seperti keluarga dan media massa. Kemudian,
budaya memberikan kerangka dalam yang mana individu dan rumah tanga gaya hidup
menyusun. Batasan dimana perangkat budaya dalam perilaku disebut norma, yang
merupakan aturan sederhana dimana menentukan atau melarang beberapa perilaku
dalam situasi yang spesifik. Norma dijalankan dari nilai budaya. Dimana nilai
budaya adalah kepercayaan yang dipertahankan dimana menguatkan apa yang
diinginkan. Pelanggaran dari norma budaya berakhir dengan sangsi yang merupakan
hukuman dari pencelaan sosial yang ringan untuk dibuang dari kelompok.
Variasi Dalam Nilai Budaya
Nilai budaya memberikan dampak
yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam tiga
kategori umum:
orientasi nilai-lainnya
Merefleksi gambaran masyarakat
dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat.
Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai
contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat
kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon
keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu
juga pada budaya yang individualistic.
sifat dasar dari nilai yang
terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga,
maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat
pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia.
Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih
kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang
membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak
mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula
reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari
suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis
cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian
mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat
seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika
tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia muda/tua
dalam hal ini apakah dalam
budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan
dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah
melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia.
Seperti contoh di Negara kepulauan fiji, para orang tua memilih untuk
menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan
para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak
mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk
membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka
anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan
akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi
anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua)
memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya.
Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi
diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwasanya pengaruh pembelian oleh
orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada
beberapa budaya:
Di Meksiko, sama halnya dengan
Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki
kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli.
Para orang dewasa muda di
Thailand hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi
ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga
mereka.
Lain halnya di India, sesuatu
hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga (diskusi
keluarga).
Persaingan/Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana orientasi baik itu maskulin maupun feminisme dalam keterbukaannya
pada konsumen. Pada orientasi maskulin seperti di Amerika, keterbukaan menjadi
suatu hal yang harus terpelihara. Lain halnya Jepang yang berorientasi feminim,
Mereka menganggap bahwa keterbukaan sama halnya dengan “kehilangan muka”.
Variasi dari nilai ini bisa dilihat dari perbedaan reaksi budaya pada iklan
yang dibandingkan. Seperti contoh Amerika Serikat yang membesarkan hati mereka
ketika mereka menggunakannya didalam budaya lain yang bisa dengan mudahnya
mendapatkan reaksi yang tidak baik. Disisi lainnya, jepang yang memiliki
kolektifitas yang lebih menurut sejarahnya menemukan perbandingan iklan menjadi
sesuatu yang tidak disukai, meskipun demikian Pepsi menemukan anak muda Jepang
sedikit lebih mau menerima jika pembandingan dilakukan dalam keterus-terangan
dan cara yang lucu.
Sebagai aturannya,
perbandingan iklan dapat digunakan dengan ketelitian dan hanya sungguh-sungguh
telah teruji.
Perbedaan/keseragaman
Budaya dengan nilai yang
berbeda tidak hanya akan menerima aturan yang bergai macam dari perilaku
pribadi dan sikap tapi juga menerima variasi dalam bentuk makanan, pakaian, dan
produk lain serta pelayanannya. Dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki
keseragaman nilai, dimana mereka tidak menyukai serta menerima bermacam aturan
dari rasa dan produk pilihan.
Jepang dan budaya kolektif
lainnya cenderung untuk meletakkan nilai yang kuat dalam keseragaman dan
kesesuaian, sebaliknya budaya individualistik yang lebih seperti Canada dan
Belanda cenderung pada nilai perbedaan. Ketika banyak aspek penting dari budaya
ini dibuat oleh perbedaan dalam nilai, satu yang nyata dengan relative
ketiadaannya turis yang berlatar “etnis” di restoran-restoran Jepang
dibandingkan dengan Canada dan Belanda. Walaupun demikian, perubahan ekonomi
dan sosial yang digerakkan oleh usia muda pada masyarakat kolektifis, membuat
perbedaan lebih diterima dibandingkan dengan hal tradisional yang dijumpai, dan
juga jika kecenderungan dari tingkatan yang mutlak lebih rendah dibandingkan
dengan sisi individualistik mereka.
Kebersihan
Ketika adanya perbedaan dalam
meletakkan nilai kebersihan diantara budaya ekonomi berkembang, ada perbedaan
yang sangat luas diantara budaya ini dengan banyak budaya negara kurang
berkembang. Di banyak negara miskin, kebersihan dinilai tidak pada tingkatan yang
cukup untuk menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilihat pada
negara Cina dan India, dimana kebersihan menjadi Sesutu yang begitu
mengkhawatirkan. Ketika hal tersebut menjadi dampak bagi budaya lokal,
McDonald’s mendapat penghargaan dengan memeperkenalkan pengolahan makanan yang
higienis dan toilet beberapa pasar Asia Timur termasuk Cina.
Tradisi/perubahan
Berbeda pada Amerika, konsumen pada tradisi Korea dan Cina
kurang nyaman dengan situasi baru atau cara pemikiran baru. Nilai ini direfleksikan
dalam iklan mereka dimana berbeda pada iklan di Amerika, dimana di Inggris dan
Cina menekankan tradisi dan sejarah. Untuk target pada kerangka berpikir
penonton melalui televisi, daya tarik budaya lebih digunakan. Dalam target
majalah pada orang-orang muda Cina, daya tarik modern yang difokuskan pada
teknologi, mode, dan kesenangan lebih banyak digunakan.
Religi/sekuler atau duniawi
Amerika Serikat relatif
sekuler. Banyak budaya Islam dan juga beberapa budaya katholik lebih banyak
berorientasi pada religi. Perbandingannya, religi bermain dengan peran yang
sangat sedikit dalam budaya Cina. Bagaimanapun juga, Cina memili aktivitas
religi didalamnya. Secara garis besarnya pengertian yang luas dan dan tipe dari
yang berhubungan dengan pengaruh religi dalam budaya pada dasarnya untuk tujuan
efektif semua elemen pada campuran pemasaran.
Variasi Kebudayaan Dalam Komunikasi Nonverbal
Perbedaan dalam sistem
komunikasi verbal adalah lintas budaya yang nyata dengan segera dan harus
diambil kedalam suatu perhitungan oleh keinginan pemasar untuk dilakukannya
bisnis dalam budaya itu. Mungkin lebih penting dan bagaimanapun juga tentu saja
lebih sulit untuk mengenal apakah sistem komunikasi nonverbal tersebut. Contoh
utama dari variabel komunikasi nonverbal dimana mempengaruhi pemasar adalah
waktu, ruang, simbol, hubungan, persetujuan, benda, dan etiket.
Waktu
Pengertian dari variasi waktu
diantara budaya adalah dalam dua cara utama. Pertama, apa yang kita sebut
perspektif waktu: ini adalah keseluruhan orientasi terhadap waktu. Kedua,
adalah menempatkan interpretasi pada spesifik waktu yang digunakan.
Perspektif waktu
1. Yang pertama, monochromic time perspective
yakni orientasi yang kuat kearah sekarang serta waktu jangka pendek. Dan kedua,
polychromic time perspective yakni orientasi kearah sekarang dan masa lalu.
Arti dalam waktu yang digunakan
2. Perspektif yang dipakai akan membuat suatu pengertian yang berbeda dari waktu yang digunakan pada budaya yang berbeda. Seperti di negara yang berorientasi pada monochronic, mereka manganggap bahwa waktu adalah uang. Jadi setiap detik, menit, jam sangat berharga bagi mereka. Begitu sebaliknya pada negara yang berorientasi polichronic, istilah “tetaplah menunggu” menjadi suatu hal yang biasa bagi mereka.
2. Perspektif yang dipakai akan membuat suatu pengertian yang berbeda dari waktu yang digunakan pada budaya yang berbeda. Seperti di negara yang berorientasi pada monochronic, mereka manganggap bahwa waktu adalah uang. Jadi setiap detik, menit, jam sangat berharga bagi mereka. Begitu sebaliknya pada negara yang berorientasi polichronic, istilah “tetaplah menunggu” menjadi suatu hal yang biasa bagi mereka.
Simbol
Di Amerika jika melihat bayi
memakai baju warna pink, maka bayi tersebut di identikkan dengan seorang
perempuan. Begitu juga jika memakai warna biru, maka dapat dipastikan bahwa
jenis kelaminnya adalah laki-laki. Tetapi hal tersebut akan ditanggapi
berlainan di negara Belanda. Warna, gambar binatang, bentuk, angka, dan musik
akan memberikan variasi pengartian dalam lintas budaya. Kegagalan dalam
mengenal arti penempatan pada simbol bisa berakibat pada masalah yang serius.
Salah satu contohnya adalah ketika pebisnis Cina yang bepergian untuk
mengelilingi rute pasifik, kebanyakan mereka terkejut ketika melihat petugas
perjalanan wisata tersebut memakai pakaian putih yang bagi Asia merupakan
simbol dari kematian.
Benda
Pengartian budaya terhadap benda pada pola
pembelian adalah sesuatu yang tidak disangka-sangka atau dengan kata lainnya
adalah “hadiah”. Dalam beberapa budaya, pemberian hadiah dilakukan dalam
beberapa bentuk. Dinegara Cina pemberian hadiah dilakukan secara rahasia, sedangkan
di negara Arab dilakukan didepan orang yang akan diberikan hadiah. Dan begitu
juga terhadap benda apa yang diberikan sebagai suatu hadiah.
Budaya Global
Isu penting yang dihadapi oleh
pemasar adalah perluasan pada salah satu atau lebih pada budaya global konsumen
atau pangsa yang tergabung. Ada kesan yang memberikan keterangan bahwa ada
pergerakan yang sungguh-sungguh dalam arah ini. Budaya memiliki serta
memberikan perangkat dari simbol hubungan-konsumsi dengan pengertian umum dan
sifat diantara anggotanya. Satu diantara maksud budaya global adalah bahwasanya
porsi dari budaya lokal menggambarkan diri mereka sendiri sebagai kosmopolitan,
berpengetahuan banyak, dan modern. Beberapa individu memberikan banyak nilai
dan perilaku hubungan konsumsi dengan individu yang serupa pada jarak lintas
dari budaya bangsa.
Beberapa budaya dikreasikan
oleh globalisasi media massa, kerja, pendidikan, dan wisata. Beberapa kategori
produk (telpon genggam, internet) dan merk (Sony, Nike) menjadi simbol hubungan
pada budaya ini. Ini tidak diimplikasikan bahwa merk ini digunakan pada iklan
global yang sama tetapi melainkan tema pokok dan simbol yang mungkin sama.
Budaya Global Anak Umur Belasan Tahun (ABG)
Para ABG seluruh dunia
menonton banyak pertunjukan yang sama, melihat film dan video yang sama, dan
mendengar musik yang sama. Mereka tidak hanya mengidolakan musisi yang sama,
tetapi juga musisinya, baik itu gaya
berpakaian, kelakuan, dan sikap, dimana melengkapi mereka dengan banyak
karakter. Pemasar menggunakan kesamaan ini diantara ABG lintas budaya untuk
meluncurkan merk global. Dengan kata lain, dalam mengiklankan produknya pemasar
menggunakan model yang dapat dikenal para ABG diseluruh dunia seperti bintang
olah raga. Atau juga dengan mengiklankan pada bentuk keseleruhan dari lintas
budaya tersebut. Seperti pepsi yang dalam satu iklan memperlihathkan aktivitas
ABG diseluruh dunia.
Apa itu distribusi, politik, dan struktur legal
bagi produk?
Struktur yang legal dari suatu negara bisa
memiliki dampak dalam tiap aspek dari campuran pemasaran perusahaan. Seperti
contoh dua akhir iklan FedEx untuk Amerika Latin dikarenakan pembatasan legal
di Meksiko. Begitu juga dengan distribusi dan politik yang juga berpengaruh
dalam pemasaran suatu produk.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi,dkk (eds). 2003. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Bachtiar,
Harsla W. (1972), The Legitimacy of The Military as A National Institution,
dalam : Kebijakan dan perjuangan : Buku Kenangan untuk Letnan Jendral Dr. T. B.
Simatupang, Jakarta ; Bpk Gunung Mulia hal. 90-103
http//:variasi
kelompok sosiologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar