oleh: Abdul Rohman
BAB I
Pendahuluan
Fotografi jurnalistik muncul dan berkembang di dunia sudah lama
sekali, tetapi lain halnya dengan di Indonesia, foto pertama yang di buat oleh
seorang warga negara Indonesia terjadi pada detik-detik ketika bangsa ini
berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan. Alex Mendur
(1907-1984) yang bekerja sebagai kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan
adiknya sendiri Frans Soemarto Mendur (1913-1971), mengabadikan peristiwa
pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan republik Indonesia dengan kamera Leica,
dan pada saat itulah pada pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 foto jurnalis
Indonesia lahir.
Batasan sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan kerja keras bukan pada keberuntungan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada foto yang merupakan hasil dari "being in the right place at the right time" . Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang melakukan riset terhadap subjek,mampu menetukan peristiwa potensial dan foto seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi). Itu semua sangat penting mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil untuk diulang kembali
Batasan sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan kerja keras bukan pada keberuntungan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada foto yang merupakan hasil dari "being in the right place at the right time" . Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang melakukan riset terhadap subjek,mampu menetukan peristiwa potensial dan foto seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi). Itu semua sangat penting mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil untuk diulang kembali
Etika, empati, nurani merupakan hal yang amat penting dan sebuah
nilai lebih yang ada dalam diri jurnalis foto.
Seorang jurnalis foto harus bisa menggambarkan kejadian
sesungguhnya lewat karya fotonya, intinya foto yang dihasilkan harus bisa
bercerita sehingga tanpa harus menjelaskan orang sudah mengerti isi dari foto
tersebut dan tanpa memanipulasi foto tersebut.
- Seluk-beluk fotografi dan perkembangannya
Manusia sejak lama memang sudah lama tertarik pada dunia
gambar-menggambar,hal itu terbukti dari penemuan objek gambar di gua-gua pada
masa purba, seperti yang pernah ditemukan di Altamira, Spanyol dan Cromagnon,
Perancis.
Pada perkembangannya, manusia muncul keinginan untuk
mem-visualisasi-kan apa yang mereka lihat ke dalam bentuk-bentuk benda yang
menjadi cikal bakal pemakaian Pictogram (Tulisan yang berbentuk gambar) seperti
yang ditemukan di Mesir purba (Hieroghlyp), Sumeria (paku), dan lain-lainnya.
Adapun perkembangan fotografi tidak terlepas penemuan penting Ibnu Haitam dengan kamera Obskura-nya. Dengan penemuan yang berbentuk ruangan gelap dan di lensa sebagai tempat keluarnya cahaya, maka dunia "jepret-menjepret" pun dimulai.
Zaman pun berlalu, penemuan baru pun ditemukan. Kali ini sebuah
kaca dijadikan alat untuk menangkap cahaya yang sebelumnya telah dilapisi
dengan zat kimia tertentu. Alat ini merupakan cikal bakal kamera modern.
Setelah penemuan yang penting itu, pers pun akhirnya memakai penemuan tersebut
untuk proses fotografinya. Kira-kira pada abad ke-19 ditetapkan sebagai abad
perkembangan fotografi (History of Photography, Alma Daveport, 1991). Untuk
pemakaian pertama, yaitu pada tahun 1653. Harian Holladsche Mercurius memuat
gambar penobatan Cromwell menjadi raja Inggris Raya.
Sebagai gambaran, bahwa dengan adanya pemakaian kamera ini, media-media
pada zaman dahulu lebih banyak diminati dan memacu meningkatnya jumlah oplah
yang tercetak. Terbukti pada tahun 1914, Time mampu mencetak 200.000 oplah, dan
bahkan pada tahun 1925, Illustrated Daily News mencetak lebih dari 1.000.000
oplah!
Betapa besar pengaruhnya di media, sehingga tidak heran jika
belakangan ini timbul ide untuk mengapresiasikan karya tersebut dengan
penghargaan tingkat internasional, yang terkenal dengan Pulitzer Award. Pada
era sekarang pun, fotografi jurnalistik sudah dikategorikan dalam sebuah seni.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 pengertian
foto jurnalistik
Foto
jurnalistik adalah jenis foto yang digolongkan sebagai foto yang bertujuan
dalam permotretannya karena keinginan bercerita kepada orang lain. Jadi
foto-foto di jenis ini kepentingan utamanya adalah keinginan dalam menyampaikan
pesan (massage) pada orang lain dengan maksut agar orang lain melakukan sesuatu
tindakan psikis maupun psikologis.
Banyak orang awam yang beranggapan bahwa yang disebut fotojurnalistik itu hanyalah foto-foto yang dihasilkan oleh para wartawan foto saja. Padahal fotojurnalistik sebenarnya mencakup hal yang sangat luas. Foto-foto advertensi, kalender, postcard adalah juga bisa dikatakan jenis fotojurnalistik.
Banyak orang awam yang beranggapan bahwa yang disebut fotojurnalistik itu hanyalah foto-foto yang dihasilkan oleh para wartawan foto saja. Padahal fotojurnalistik sebenarnya mencakup hal yang sangat luas. Foto-foto advertensi, kalender, postcard adalah juga bisa dikatakan jenis fotojurnalistik.
Dalam
buku serial Photojournalistic yang diterbitkan oleh Time Life diungkapkan
bahwa: Sementara foto-foto yang dihasilkan oleh para wartawan foto seperti yang
kita lihat di media massa adalah pers foto (foto berita) yang penekanannya pada
perekaman fakta otentik.
Misalnya foto yang menggambarkan kebakaran, kecelakaan, pengusuran. Foto berita, foto advertensi dan sebagainya itu semua ingin menceritakan sesuatu yang pada gilirannya akan membuat orang tersebut bertindak (feedback) . Foto-foto jurnalistik ini disiplinnya lebih banyak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pengaruh imaji tersebut bagi pemerhatinya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa foto jurnalistik atau khususnya persfoto yang baik adalah foto yang memiliki pesan yang jelas dari sebuah peristiwa, tetapi dibuat dengan kemampuan teknologi secara otentik.
Misalnya foto yang menggambarkan kebakaran, kecelakaan, pengusuran. Foto berita, foto advertensi dan sebagainya itu semua ingin menceritakan sesuatu yang pada gilirannya akan membuat orang tersebut bertindak (feedback) . Foto-foto jurnalistik ini disiplinnya lebih banyak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pengaruh imaji tersebut bagi pemerhatinya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa foto jurnalistik atau khususnya persfoto yang baik adalah foto yang memiliki pesan yang jelas dari sebuah peristiwa, tetapi dibuat dengan kemampuan teknologi secara otentik.
Untuk
mencapai ini tentunya kita harus menguasai dua basic yang berbeda tadi. Yaitu
pendekatan teknis serta pendekatan konseptual. Pada pendekatan teknis, seorang
pemotret dituntut mengetahui dan menguasai betul segala aspek teknis dalam
pemotretan yang mencakup, kamera, lensa dan aksesoris lainnya sebagai
penunjang.
Definisi dari
fotojurnalistik dapat diketahui dengan menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada
foto yang dihasilkan itu. Biasanya foto jurnalistik memiliki ciri-ciri yang
melekat seperti; Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
Melengkapi
suatu berita/artikel dan dimuat dalam suatu media baik media cetak maupun media
online. Sebuah foto dapat berdiri sendiri, tapi jurnalistik tanpa foto rasanya
kurang lengkap. Sehingga timbul pertanyaan, mengapa foto begitu penting ?
Karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam/mengabadikan atau
menceritakan suatu peristiwa dan memiliki akurasi yang hakiki.
Kebenaran
sebuah peristiwa tak bisa terbantahkan dengan kehadiran sebuah karya
fotojurnalistik. Di dalam fotojurnalistik sendiri tidak ada suatu yang
dibuat-buat, tidak adasesuatu yang direkayasa. Perstiwa begitu saja terjadi,
yang kemudian diabadikan dalam sebuah bentuk fisual yang kemudian disiarkan,
melalui media cetak maupun online.
Maka diharamkan apabila seorang jurnalis foto melakulan rekayasa dengan menambah atau mengurangi atau mengubah terhadap karya fotonya. Karya memang benar-benar terjadi apa adanya. Sebuah fakta yang terjadi yang direkam dalam sebuah media bergambar.
Itu sebabnya seorang fotojurnalis dituntut memiliki moralitas dan kejujuran yang tinggi. Dengan moralitas dan idialisme yang positif, seorang fotojurnalis mampu menyajikan sebuah fakta yang benar-benarjujurdahakiki.
Maka diharamkan apabila seorang jurnalis foto melakulan rekayasa dengan menambah atau mengurangi atau mengubah terhadap karya fotonya. Karya memang benar-benar terjadi apa adanya. Sebuah fakta yang terjadi yang direkam dalam sebuah media bergambar.
Itu sebabnya seorang fotojurnalis dituntut memiliki moralitas dan kejujuran yang tinggi. Dengan moralitas dan idialisme yang positif, seorang fotojurnalis mampu menyajikan sebuah fakta yang benar-benarjujurdahakiki.
Menurut
mantan Redaktur Foto Kompas almarhum Kartono Ryadi, semua foto pada dasarnya
adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto
dokumentasi.
Perbedaan foto jurnalis adalah terletak pada pilihan, membuat foto jurnalistik berarti memilih foto mana yang cocok. Dia mencontohkan dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti mengambil/memotret seluruh peristiwa. Mulai dari penerimaan tamu hingga usai acara. Tapi seorang wartawan foto hanya mengambil sisi-sisi yang dianggap menarik saja. Karena memang peristiwa itu nantinya akan menjadi pilihan wartan foto untuk dimuat di dalam medianya saja.
Perbedaan foto jurnalis adalah terletak pada pilihan, membuat foto jurnalistik berarti memilih foto mana yang cocok. Dia mencontohkan dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti mengambil/memotret seluruh peristiwa. Mulai dari penerimaan tamu hingga usai acara. Tapi seorang wartawan foto hanya mengambil sisi-sisi yang dianggap menarik saja. Karena memang peristiwa itu nantinya akan menjadi pilihan wartan foto untuk dimuat di dalam medianya saja.
2.1 proses
fotografi jurnalistik
- Pocket/compact. Kamera saku. Populer bagi orang awam, sederhana dan mudah dioperasikan. Menggunakan film format 35mm.
- Rangefinder. Kamera pencari jarak. Kecil, sekilas mirip dengan kamera saku. Bedanya, kamera ini mempunyai mekanisme fokusing (karenanya disebut rangefinder). Umumnya menggunakan film format 35mm.
- SLR, Single Lens Reflex. Kamera refleks lensa tunggal. Populer di kalangan profesional, amatir dan hobiis. Umumnya mempunyai lensa yang dapat diganti. Menggunakan film format 35mm. Disebut juga kamera sistem.
- TLR, Twin Lens Reflex. Kamera refleks lensa ganda. Biasanya menggunakan format medium.
- Viewfinder. Biasanya menggunakan format medium.
Komposisi dan Angle.
Komposisi
adalah penempatan obyek dalam frame foto
Angle
adalah sudut pemotretan, dari bawah, atas, atau sejajar.
Komposisi dan
angle lebih menyangkut ke seni dari fotografi. Faktor selera fotografer sangat
besar pengaruhnya
Shooting mode
- P, program AE. Mirip dengan mode auto dengan kontrol lebih. Dengan mode ini kita bisa mengontrol exposure compensation, ISO, metering mode, Auto/manual fokus, white balance, flash on/off, dan continues shooting.
- Tv, shutter speed priority AE. Kita menetukan speed, kamera akan menghitung aperture yang tepat.
- Av, aperture priority AE. Kita menentukan aperture, kamera mengatur speed.
- M, manual exposure. Kita yang menentukan aperture dan speed secara manual.
Komposisi dan Anglez
Mode auto, mode point and shoot, tinggal
bidik dan jepret.
- Full auto, kamera yang menentukan semua parameter.
- Portrait, kamera menggunakan aperture terbesar untuk menyempitkan DOF.
- Landscape, kamera menggunakan aperture terkecil.
- Nightscene, menggunakan kecepatan lambat dan flash untuk menangkap obyek dan BG sekaligus.
- Fast shuter speed
- Full auto, kamera yang menentukan semua parameter.
- Portrait, kamera menggunakan aperture terbesar untuk menyempitkan DOF.
- Landscape, kamera menggunakan aperture terkecil.
- Nightscene, menggunakan kecepatan lambat dan flash untuk menangkap obyek dan BG sekaligus.
- Fast shuter speed
- Slow shutter speed
12. Slow
shutter spe
3.1 bentuk bentuk
kamera
a. Kamera
manual dan kamera otomatis. Kamera-kamera SLR terbaru umumnya
sudah dilengkapi sistem autofokus dan autoexposure namun masih dapat
dioperasikan secara manual.
b. Kamera digital. Menggunakan sensor digital
sebagai pengganti film.
- Pocket/compact. Kamera saku. Populer bagi orang awam, sederhana dan mudah dioperasikan. Menggunakan film format 35mm.
- Rangefinder. Kamera pencari jarak. Kecil, sekilas mirip dengan kamera saku. Bedanya, kamera ini mempunyai mekanisme fokusing (karenanya disebut rangefinder). Umumnya menggunakan film format 35mm.
- SLR, Single Lens Reflex. Kamera refleks lensa tunggal. Populer di kalangan profesional, amatir dan hobiis. Umumnya mempunyai lensa yang dapat diganti. Menggunakan film format 35mm. Disebut juga kamera sistem.
- TLR, Twin Lens Reflex. Kamera refleks lensa ganda. Biasanya menggunakan format medium.
- Viewfinder. Biasanya menggunakan format medium.
C. Consumer.
Kamera saku, murah, mudah pemakaiannya. Lensa tak dapat diganti. Sebagian besar
hanya punya mode full-otomatis. Just
point and shoot. Beberapa, seperti Canon seri A, memiliki mode manual.
2. Prosumer. Kamera SLR-like, harga menengah.
Lensa tak dapat diganti. Shooting Mode manual dan auto.
3. DSLR. Digital SLR.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas jelaslah bahwa foto jurnalistik atau khususnya persfoto yang baik adalah foto yang memiliki pesan yang jelas dari sebuah peristiwa, tetapi dibuat dengan kemampuan teknologi secara otentik.
Untuk
mencapai ini tentunya kita harus menguasai dua basic yang berbeda tadi. Yaitu
pendekatan teknis serta pendekatan konseptual. Pada pendekatan teknis, seorang
pemotret dituntut mengetahui dan menguasai betul segala aspek teknis dalam
pemotretan yang mencakup, kamera, lensa dan aksesoris lainnya sebagai
penunjang.
Definisi
dari fotojurnalistik dapat diketahui dengan menyimpulkan ciri-ciri yang melekat
pada foto yang dihasilkan itu. Biasanya foto jurnalistik memiliki ciri-ciri
yang melekat seperti; Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar