Senin, 16 Januari 2012

sosiologi pendidikan

lokasi bima

 oleh: Sagitri Kunti Reksa Ayu
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Latar belakang sosial ekonomi profesi seorang guru kebanyakan kalangan menengah kebawah. Masih sedikit sekali data yang menyebutkan kalangan sosial ekonomi menengah keatas bersedia memilih sebagai guru. Situasi ini penuh dengan beban moral dan sosial yang menuntut hidupnya sesuai dengan apa yang diajarkan, sesuai dengan apa yang diucapkan baik itu dalam relasi sosialnya di sekolah maupun diluar sekolah. Karena menjadi seorang guru harus benar-benar menjalankan perannya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Guru pun mempunyai kode etik yang tidak semua orang bisa menjalankannya. Ini semua berkaitan dengan kepribadian dari individu yang menjadi seorang guru. Maka penyusun mencoba untuk mengurai kedudukan dan peran, kode etik dan kepribadian seorang guru yang akan dibahas pada bab berikut ini.
B.     Rumusan Masalah
1        Bagaimana kedudukan dan peran guru di sekolah dan di masyarakat?
2        Apa sajakah kode etik guru?
3        Bagaimana kepribadian seorang guru?
C.    Tujuan Masalah
1        Kedudukan dan Peran guru di sekolah dan di masyarakat
2        Kode etik Guru
3        Kepribadian Guru

BAB II
PEMBAHASAN
PERAN DAN KEPRIBADIAN GURU
1.      Peran Guru
1.1.Kedudukan dan Peran Guru
Guru dipandang sebagai sumber keteladanan dan di tuntut berprilaku ideal secara normatif. Maka muncullah berbagai sanjungan terhadap guru, seperti digugu dan ditiru, pahlawan tanpa tanda jasa dan pejabat mulia.
Peran guru disekolah di tentukan oleh kedudukannya sebgai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Sedangkan yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat[1]. Maka, seseorang yang kedudukannya sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya[2]. Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia akan mencari pergaulan terutama bagi kalangan guru yang sependirian dengannya.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab guru lebih tua dari pada muridnya, maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula memandang muridnya sebagai anak.
Dalam struktur sosial didalam sekolah, kedudukan guru lebih rendah daripada kepala sekolah karena itu ia harus menghormatinya dan bersedia mematuhinya dalam hal-hal mengenai sekolah. Akan tetapi guru akan membawa norma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya dari orangtuanya kedalam kelas yang diajarnya. Walaupun guru berkat pendidikannya dapat mempetinggi tingkat kulturalnya, ia akan tetap terikat oleh latar belakangnya, yakni nilai-nilai pedesaan golongan menengah-rendah yang mungkin sekali berbeda dengan norma murid-murid, khususnya dikota-kota. Banyak orang tua murid di sekolah menengah yang golongan sosialnya lebih tinggi dari gurunya.

1.2.Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
Peranan guru dalam sehubungannya dengan murid bermacam-macam. Menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar didalam kelas dan dalam situasi informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaannya atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur dan mengontrol kelakuan anak[3].
Adanya kewibawaan guru dapat di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain sebagai berikut[4]:
§  Anak-anak secara langsung mengharapkan guru yang berwibawa dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada guru baru, mereka sering menguji sejauh manakah kewibawaan guru itu. Mereka lebih senang bila guru menang dalam pengujian kewibawaan guru itu.
§  Guru dipandang sebagai pengganti orang tua, lebih0lebih pada tingkat SD. Bila dirumah anak itu mematuhi ibunya, lebih mudah ia menerima dan mengakui kewibawaan guru.
§  Pada umumnya, tiap orang mendidik anaknya gar patuh kepada guru. Bila guru digambarkan sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak menghukum pelanggaran anak. Bila orang tua senantiasa memihak guru dalam segala tindakannya, guru lebih mudah menegakkan kewibawaannya.
§  Guru dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial antara dirinya dengan murid. Kewibawaan akan lenyap bila guru itu terlampau akrab dengan murid dan bersenda gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi formal, guru harus senantiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi salah seorang anggota yang sama dengan anal-anak.
§  Guru harus selalu disebut “ibu guru” dan “bapak guru” dan julukan itu memperoleh kedudukan sebagai orang yang dituakan.
§  Dalam kelas, guru duduk atau berdiri di depan murid. Posisi menonjol itu memberikannya kedudukan yang lebih tinggi dari pada mudrid yang harus duduk dengan tertib di bangku tertentu.
§  Guru disediakan ruang guru yang khusus yang tidak boleh dimasuki murid begitu saja.
§  Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak akan dinasehati oleh guru-guru yang berpengalaman agar senantiasa menjaga jarak dengan murid dan jangan terlampau rapat dengan mereka.
§  Wibawa guru juga diperoleh dari kekuasaannya untuk menilai ulangan atau ujian murid dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia naik atau tinggal kelas. Namun, ada saja guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu hingga diberi julukan killer.
§  Namun, kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya. Kepribadian harus dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian diperoleh dengan wujud norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung jawab, yang nyata dalam ketaatan waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan murid, kesediaan membimbing, kesabaran, ketekunan, kejujuran dan sebagainya.

Dalam situasi informal, yakni guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya suatu rekreasi, berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka[5].
Hubungan guru dan murid mempunyai sifat yang stabil, yaitu sebagai berikut[6]:
·         Ciri khas hubungan ini ialah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat hubungan itu. Bila anak itu meningkat sekolahnya, ada kemungkinan ia mendapat kedudukan yang lebih tinggi dan sebagai siswa pasca sarjana ia dapat diperlakukan sebagai manusia yang matang dan dewasa, jadi banyak sedikit status yang mendekat status dosen.
·         Dalam hubungan guru murid biasanya hanya murid yang diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan kelakuan. Sedangkan, murid harus memperlihatkan dan membuktikan bahwa ia mengalami perubahan kelakuan.
·         Aspek ketiga ini bertalian dengan aspek kedua, yakni bahwa perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesific, misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu.
·         Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid bila dapat memberi pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak, seperti terdapat dalam metode ceramah. Akan tetapi, hubungan interaktif dengan partisipasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam kelas yang kecil daripada di kelas yang besar.[7]

Ada klasifikasi lain tentang peranan guru, yakni dengan membedakan tipe guru yang dominatif mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur kelakuan murid, serta menginginkan konformitas dalam kelakuan mereka.
Guru tidak banyak mencampuri, mengatur, atau menegur pekerjaan anak, tetapi membiarkannya bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing. Dengan demikian, terjadi integritas atau keharmonisan guru dan anak tanpa menimbulkan pertentangan. Guru yang bersikap integratif ini cocok bagi pengajaran atau kurikulum yang student-centered. Sikap serupa ini lebih mengembangkan kepribadian anak menjadi orang yang dapat berdiri sendiri, dapat memilih sendiri dengan penuh tanggung jawab (Nasution, 1983:116-117).
1.3.Peran Guru dalam Masyarakat[8]
Peranan guru dalam masyarakat anatara lain tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari jaman ke jaman, dari negara ke negara. Pekerjaan guru selalu di pandang dalam hubungannya dengan ideal membangun bangsa. Guru-guru menerima harapan masyarakat agar mereka menjadi syuri tauladan bagi anak didiknya. untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi.
Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha menyesuaikan pelajaran dengan keadaan mesyarakat sehingga relevan.
Ini penting sekali agar dalam proses pembelajaran dan sosialisasi terhadap anak didik tidak terjadi pertarungan nilai dan pengetahuan antara sekolah dan masyarakat. Kalaupun terjadi perbedaan, bisa didialogkan secara humanis dan memberi pencerahan yang bermanfaat untuk masyarakat agar lebih maju.
1.4.Guru Bukan Buruh Belaka[9]
Dalam penelitian oleh pusat penelitian dan studi pendidikan (PPSK) universitas gajah mada di kampong “Diraprajan” Yogyakarta lebih dari dua pertiga kelompok pegawai negeri, tenaga professional, administrasi dan guru, berpenghasilan tinggi yakni diatas Rp 15.000,- seminggu atau Rp 60.000,- per bulan (kompas 29 oktober 1982). Namun diakui bahwa status sosial guru tidak semata-mata ditentukan oleh pendapatannya.

1.5.Peranan Guru dalam Hubungannya dengan Guru-Guru Lain dan Kepala Sekolah
Interaksi atau hubungan dalam klik informal sering memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan. Maka, besar faedahnya bila kepala sekolah mengetahui adanya berbagai macam kelompok serta hubungan antar-kelompok itu, atau pertentangan diantaranya.
Pengetahuan itu dapat membantu kepala sekolah untuk menggerakkan seluruh staf guru untuk tujuan tertentu. Ia dapat bekerja dan mencapai tujuannya melalui kelompok informal ini. Gur-guru lebih mudah menerima sesuatu melalui guru-guru yang dipandangnya sebagai sahabat. Mungkin juga terdapat persaingan antar-kelompok yang dapat dimanfaatkan kepala sekolah untuk berlomba-lomba mencapai prestasi yang lebih baik. Akan tetapi, persaingan antar kelompok mempunyai pengaruh yang merugikan.(Nasution, 1983:79-80)
Interaksi antar guru juga terjadi melalui wadah resmi, seperti KORPRI dan PGRI. Sebagai pegawai negeri dan anggota KORPRI, tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru, ini berarti bahwa ia harus hadir pada tiap pelajaran agar jangan merugikan murid.
Guru-guru cenderung bergaul dengan sesama guru. Guru terikat oleh norma-norma menurut harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan yang tidak dibebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu.

2.      Kepribadian Guru
2.1.Pribadi Guru
Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memandang guru sebagai orang yang pandai yang tidak mempunyai inteligensi tinggi, melainkan pada stereotip guru yang beragam[10].

2.2.Perkembangan Pribadi Guru
Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat sekitar. Guru harus menjalankan peranannya menuruy kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan itu akan mendapat kecaman dan harus dielaknya. Sebaliknya kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.

2.3.Ciri-Ciri Stereotip Guru
Secara garis besar, terdapat beberapa ciri-ciri stereotip guru, yaitu sebagai berikut:[11]
Ø  Guru tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel.
Ø  Guru pandai menahan diri.
Ø  Guru cenderung menjauhkan diri karena hambatan batin untuk bergaul secara intim dengan orang lain.
Ø  Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan kelakuannya pada norma-norma yang berkenaan dengan kedudukannya.
Ø  Guru cenderung bersikap otoriter dan ingin menggurui dalam diskusi.
Ø  Guru cenderung bersikap konservatif, baik dalam pendiriannya maupun dalam hal-hal lahiriyah seperti mengenakan pakaian.
Ø  Guru pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Seorang memasuki lembaga pendidikan guru sering pilihan lain tertutup.
Ø  Guru pada umumnya tidak memiliki ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan.
Ø  Guru lebih cenderung mengikuti pimpinan dari pada memberi pimpinan.
Ø  Guru dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai masalah.
Ø  Guru cenderung memandang guru-guru sebagai kelompok yang berbeda dari pekerja lainnya.
Ø  Guru menunjukkan kesediaan untuk berbakti dan berjasa[12]

2.4.Memilih Jabatan Guru
Siapakah yang memilih jabatan guru? Pekerjaan guru mempunyai ciri-ciri tertentu. Apakah orang yang menjadi guru mempunyai kepribadian yang sesuai dengan pekerjaan itu?
Memilih jabatan sering tidak rasional. Lulusan SMA tidak bebas memilih dan memperoleh jurusan dan fakultas menurut keinginan masing-masing. Karena keterbatasan tempat dan banyaknya calon maka seorang menerma apa saj yang diperoleh dan merasa beruntung walaupun tempatnya itu tidak sesuai dengan keinginan atau bakatnya. Studi khusus yang mendalam perlu dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan motivasi individu yang bersangkutan.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru bekerja dengan penuh dedikasi yang menunjukkan kesediaan tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah finansial ia juga manusia biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.

2.5.Ketegangan dalam Profesi Keguruan
Menurut nasution, profesi guru memiliki ketegangan yang disebabkan oleh beberapa hal berikut:
§  Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan, apakah pekerjaan diplomat, penerbang sopir, dokter ataupun guru. Ketegangan itu tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan, tetapi juga bergantung pada orang yang melakukannya. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk mencapai kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya.
§  Gaji pekerja atau pegawai pada umumnya tidak tinggi bila dibandingkan dengan gaji di negara maju, atau dibandingkan dengan guru di Malaysia atau singapura.
§  Mengenai status guru di dalam masyarakat, dapat kita selidiki pendapat banyak orang. Guru banyak berasal dari golongan rendah atau menengah-rendah dan memandang jabatan sebagai guru sebagai jalan untuk mendapatkan status yang lebih tinggi. Status guru yang tidak begitu tinggi dalam mata masyarakat dan tidak begitu jelas bagi guru mungkin akan mengecewakan dan dapat mengganggu kestabilan kepribadiannya.
§  Otoritas guru untuk menghukum atau memberi penghargaan pada murid. Tidak selalu sama pendapat mesyarakat apa yang harus dihargai atau dihukum sehingga dapat menimbulkan suatu ketegangan.
§  Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui sebagai profesi? Tanpa melalui pendidikan keguruan, seseorang dapat mengajar.
§  Sumber ketegangan berikutnya juga terletak pada pekerjaan guru didalam kelas. Disitu diuji kemampuannya dalam profesinya, kesanggupannya untuk mengatur proses belajar mengajar agar berhasil baik sehingga memuaskan bagi setiap murid.

Profesi guru juga memiliki sisi kesenjangan yang bisa menimbulkan konflik internal dan eksternal. Kesenjangan yang dapat menimbulkan konflik di antara para guru antara lain sebagai berikut:
o   Kesenjangan antara guru dan para birokrat, yang memperoleh tunjangan struktural yang kini naik melangit disertai berbagai fasilitas lainnya.
o   Kesenjangan antara guru dan dosen. Ketika dosen sudah lama memperoleh tunjangan fungsional, guru hanya sekedar mendapat apa yang disebut dengan tunjangan tenaga pendidikan.
o   Kesenjangan guru menurut jenjang pendidikan, misalnya antara guru SD, SLTP dan SLTA yang di masa lalu berada di lingkungan pengelolaan yang berbeda.
o   Kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara dan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta.
o   Kesenjangan antara guru pegawai tetap dan guru honorer yang tidak seimbang dengan tuntutan kerja.
o   Kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dan guru yang bertugas di wilayah pedesaan atau daerah terpencil, terutama dalam hal pendapatan, kesempatan melanjutkan studi, kesempatan mengikuti perkembangan dan tugas yang lebih berat.[13]
Guru zaman sekarang berada di posisi tersandung, terjebak dan terbebani. Hal ini dikaitkan dengan jabtan guru dan selalu dikaitkan dengan rujukan nilai-nilai yang bersifat normatif sehingga selalu dipandang sebagai jabatan mulia.
Masyarakat tidak mau tahu, yang penting guru harus berprilaku sesuai sengan norma itu. Di masa lalu, dalam kondisi kehidupan sosial budaya yang masih homogen, mungkin hal itu dapat diwujudkan oleh guru. Namun, zaman telah berubah karena pesatnya perkemmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Telah terjadi pergeseran nilai yang menjurus ke hal-hal yang bersifat materialis dan lahiriyah.
Dengan perkembangan inni, banyak pihak yang memperoleh peningkatan kualitas kehidupan dalam aspek status sosial dan ekonomi, sementara para guru masih tertinggal jauh dan dibiarkan terus tertinggal. Karena penilaiannya hanya semata-mata lahiryah saja, ketertinggalan dalam aspek materi lahiriyah telah membuat terjadinya erosi terhadap penghargaan bagi para guru.
Guru dengan penuh kesadaran telah berusaha untuk mewujudkan kinerjanya sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Namun, guru masih tetap dan terus dituntut tanpa keberpihakan untuk memerhatikan realitasnya sebagai manusia. Keadaan inilah yang membuat guru tersandung. Dalam suasana reformasi yang ditandai dengan keterbukaaan da demokratisasi, guru mencoba keluar dari belenggu-belenggu sanjungan yang justru sering membuat terpasung dan tersandung.





3.      Kode Etik Guru[14]
1.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila.
a.       Guru menghormati hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-masing.
b.      Guru berusaha mensukseskan pendidikan yang serasi (jasmaniah dan rohaniah) bagi anak didiknya.
c.       Guru harus menghayati dan mengamalkan pancasila.
d.      Guru dengan bersungguh-sungguh menginfestasikan pendidikan moral pancasila bagi anak didiknya.
e.       Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
f.       Guru membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan ketrampilan pada anak didik.
2.      Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuia dengan kebutuhan nak didik masing-masing.
a.       Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing.
b.      Guru hendaknya luwes di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
c.       Guru memberikan pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurikulum tanpa membeda-bedakan jenis dan posisi orang tua muridnya.
3.      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
a.       Komunikasi guru dan anak didik di dalam dan di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang.
b.      Untuk berhasilnya pendidikan, maka guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar belakang keluarganya masing-masing.
c.       Komunikasi guru ini hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan anak didik.
4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memlihara hubungan dengan orang tua murid denga sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
a.       Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah.
b.      Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid sehingga terjalin pertukaran informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik.
c.       Guru senantiasa menerima dengan dada lapang setiap kritik membangun yang disampaikan orang tua murid/masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
d.      Pertemuan dengan orang tua murid harus diadakan secara teratur.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan masyarakat pendidikan.
a.       Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
b.      Guru turut menyebarkan program-program pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat sekitarnya, sehingga sekolah tersebut turut berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengambangan pendidikan dan kebudayaan di tempat itu.
c.       Guru harus berperan agar dirinnya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaru bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d.      Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktifitas.
e.       Guru mengusahakan tercipanya kerja sama yang sebaik-baikny antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua murid dan masyarakat.
6.      Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
a.       Guru melanjutkan studinya dengan:
1.      Membaca buku-buku;
2.      Mengikuti loka karya, seminar, gerakan koperasi, dan pertemuan-pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
3.      Mengikuti penataran.
4.      Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian.
b.      Guru selalu berbicara, bersikap, dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
7.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
a.       Guru senantiasa saling bertukar informasi, pendapat, saling menasehati dan bantu membantu satu sam lainnya, baik dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam menunaikan tugas profesinya.
b.      Guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara keseluruhan maupun secara pribadi.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
a.       Guru menjadi anggota dan pendidikan dan membantu organisasi guru yang bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
b.      Guru senantiasa berusaha bagi peningkatan persatuan diantara sesame pengabdi pendidikan.
c.       Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-sikap, ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang merugikan organisasi.
9.      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru senantiasa tunduk pada kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru melakukan tugas profesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian.
Guru berusaha membantu menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kepada orang tua murid dan masyarakat sekitarnya.
Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau daerahnya sebaik-baiknya.
(Dikutip dari buku Landasan Organisasi PGRI)













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Peran guru disekolah di tentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Peranan guru dalam sehubungannya dengan murid bermacam-macam. Menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar didalam kelas dan dalam situasi informal.
Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memandang guru sebagai orang yang pandai yang tidak mempunyai inteligensi tinggi, melainkan pada stereotip guru yang beragam.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru bekerja dengan penuh dedikasi yang menunjukkan kesediaan tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah finansial ia juga manusia biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.


[1] Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:91
[2] Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:107
[3] [3] Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:92
[4] Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:115
[5] Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:94
[6] Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:117
[7] Nasution. 1983:78-79
[8] Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:95
[9] Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:97
[10] Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:102
[11] Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:107
[12] Nasution,1983:104-105
[13] Surya, 2004:2
[14] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan supervise pendidikan. Hal:156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar