Senin, 16 Januari 2012

sejarah peradaban islam

oleh: Sagitri Kunti Reksa Ayu

DEFINISI SEPUTAR ILMU SEJARAH


Pengertian
Sejarah menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan peradaban adalah kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan.
Definisi mengenai sejarah peradaban Islam yakni kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa silam yang diabadikan di mana pada saat itu Islam merupakan pokok kekuatan dan sebab timbulnya suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.

Pengertian Sejarah Peradaban Islam
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti “Keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang di abadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas, dan pokok dari persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan pengalaman-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub “Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme waktu dan tempat”.
Berangkat dari pengetian sejarah sebagaimana yang dikemukakan di atas, peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebgaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” dan “peradaban”. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi dan moral, maka peradaban terrefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud.
1.      Wujud Ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain.
2.      Wujud Kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.      Wujud Benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah.

Dalam definisi peradaban yang di maksud disini yakni Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju, dan cepat mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.
Dengan demikian jelaslah banhwa kedatangan Islam mempunyai makna kemanusiaan yang tinggi, cita-cita dan semangat Islam adalah peneguhan kemanusiaan, memperteguh kesetiaan manusia terhadap tugas dan kewajibannya sebagai wakil Allah di muka bumi.
Menurut H.A.R. Gibb, bahwa Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, Ia adalah peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
Jadi definisi mengenai sejarah peradaban Islam yakni kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa silam yang diabadikan di mana pada saat itu Islam merupakan pokok kekuatan dan sebab timbulnya suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.
Landasan dari pembahasan ini yakni “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam” adalah agama Islam. Jadi dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama-agama bumi, agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan
PERADABAN DUNIA MENJELANG KEHADIRAN ISLAM

Peradaban adalah kebudayaan (hasil karya, rasa dan cipta masyarakat) yang sudah tergolong maju atau telah mencapai taraf perkembangan yang tinggi (Jaih Mubarok, 44:2003). Tetapi para ahli tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur bahwa suatu kebudayaan telah dianggap maju. Oleh karena itu diperlukan kebudayaan lain sebagai pembanding ketika kita ingin mengukur seberapa majukah suatu kebudayaan. Untuk itu di sini akan dibahas dahulu peradaban Arab sebelum Islam sebagai bahan perbandingan dengan peradaban Arab setelah Islam.

A. Peradaban Dunia Sebelum Islam
Secara geografis, Jazirah Arab bentuknya memanjang, ke sebelah utara berbatasan dengan Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, ke sebelah selatan Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara serta dari timur padang sahara dan Teluk Persia, letak geografis ini telah melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan serta penyebaran agama.
Jazirah Arab terletak di antara dua kebudayaan besar dunia, yaitu Romawi di Barat dan Persia di Timur. Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan, sedangkan Romawi telah dikuasi sepenuhnya oleh semangat kolonialisme. Negeri ini terlibat pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam melakukan petualangan (naif) demi mengembangkan agama kristen, dan mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya yang serakah.
Sementara itu, di jazirah Arabia kehidupan dalam keadaan tenang, jauh dari hal-hal di atas, mereka tidak memiliki kemewahan dan peradaban seperti Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolehan dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama, mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga, mereka tidak memiliki filosofi dan dialetika Yunani yang menjerat mereka menjadi bangsa mithos dan khurafat.
Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain, masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan ke arah itu, karena mereka hidup di dalam kegelapan, kebodohan, dan alam fitrahnya yang pertama. Akibatnya mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut.
Kemudian mereka membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta kekayaan dengan alasan kedermawanan dan membangkitkan peperangan di antara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan

B. Peradaban Arab Sebelum Islam
Bangsa Arab pra Islam telah memiliki budaya yang menjadi landasan dalam hidup yang diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya :
1.      Bidang Ekonomi. Secara ekonomi, Mekah mempunyai letak yang strategis, karena Mekah merupakan tempat persinggahan pedagang-pedagang dari Persia yang hendak menuju ke Romawi dan sebaliknya. Maka transaksi perdagangan sering terjadi dan hal ini memberi efek yang kuat terhadap kemajuan ekonomi Bangsa Arab. Dalam bidang mu’amalat mereka terbiasa transaksi mubadalat (barter), jual beli, kerjasama pertanian (muzaroah) dan riba.
2.      Bidang Akidah. Bangsa Arab adalah anak-anak Ismail AS. Karena itu, mereka mewarisi millah dan minhaj yang pernah dibawa oleh bapak mereka. Millah dan minhaj yang menyerukan Tauhid Allah, beribadah kepada-Nya, mematuhi hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat suci-Nya, khususnya Baitul Haram, menghormati Syiar-syiar-Nya dan mempertahankannya. 

Setelah beberapa kurun waktu, mereka mulai mencampur-adukkan (transformasi) kebenaran yang diwarisinya itu dengan kebatilan yang menyusup kepada mereka. Seperti semua umat dan bangsa, apabila telah dikuasai kebodohan dan dimasuki tukang-tukang sihir dan ahli kebatilan, maka masuklah kemusyrikan kepada mereka. Mereka kembali menyembah berhala-berhala. Tradisi-tradisi dan kebejatan moral pun tersebar luas. Akhirnya mereka jauh dari cahaya tauhid dan ajaran hanifiyah. Selama beberapa abad mereka hidup dalam kehidupan jahiliyah sampai akhirnya datang bi’tsah Muhammad saw. 
Orang yang pertama kali memasukkan kemusyrikan kepada mereka dan mengajak mereka menyembah berhala adalah Amr bun Luhayyi bin Qam’ah, nenek moyang Bani Khuza’ah.
Namun secara umum Bangsa Arab Pra Islam percaya bahwa Allah adalah Pencipta.


C. Peradaban yunani
sebelum agama islam masuk ke eropa, dikalangan bangsa barat sudah ada peradaban dan kepercayaan. Yang mereka anut pada sangan t itu adalah mengakui banyak tuhan atau politheisme. Kepercayaan yang menonjol di kalangan mereka saat itu bahwa tuhan bertempat di gunung olimpus. Dewa yang tertinggi bertahta di gunung itu adalah dewa zeus.Dewa zeus menguasai beberapa dewa lainnya, seperti dewa ares (dewa peraga), dewa artemis (dewa perburuhan), dan lain sebagainya.
Bangsa yunani pada saat itu telah memiliki pengetahuan tinggi, mereka mampu mendirikan negara kota seperti sparta, athena, thebe, dengan korinthia. Pembentukan negara kota seperti ini tidak hanya terjadi di yunani saja, namun juga di pulau pulau laut aegea dan mediteranian.
Kemampuan yang mereka miliki tersebar ke beberapa wilayah lain, bersamaan dengan kepindahan merka ke tmpat yang baru (kolonisasi).mereka meninggalkan kota menuju asia kecil thrasia, yaitu daerah sepanjang laut hitama, italia dan laut sisilia.

D. Peradaban romawi
bangsa romawi sangat mahir dalam ilmu pemerintahan yang diterapkannya dalam menjalankan administrasi pemerintahan di wilayah yang dikuasainya.

E. Peradaban mesir
Kebudayaan mesir merupakan salah satu kebudayaan sungai, yaitu sebuah kebudayaan yang banyak terpengaruh dari endapan lumpur sungai, yaitu sungai nil.sungai nil merupakan sungai terpanjang di dunia.
Terdapat pula peninggalan kebudayaan mesir kuno, seperti memphis, thebes, gizah, luxor dan sebagainya. Di gizah terdapat makam para raja raja yang berbentuk piramida dan patung singa berkepala manusia yang disebut spinx.
Bangsa mesir kuno telah mampu membagi bulan dan mengenal tulisan yang disebut helioglip.

F. Peradaban persia
Diwilayah asia barat terdapat peradaban yang tinggi yang dimiliki bangsa persia, mereka ahli dalam politik dan militer. Kebudayaan mereka bercampuran antara kebudayaan asli dengan mesopotamia (daerah yang pernah ditaklukannya).
Bangsa persia membangun tambang tambang besar dan kuil kuil seperti kuil di babilonia dan siria. Bangsa persia telah mengenal alfabet yang terdiri dari 39 huruf. Mereka mengenal ilmu astronomi dari bangsa babilonia. Bangsa zoroaster menganut ajaran zoroaster yang hidup sekitar 600 SM. Menurut ajaran zoroaster hidup adalah peperangan antara kebaikan (dewa kebijaksanaan ahuramazda) dan kejahatan (dewa perusak ahriman).
Penganut zoroaster harus ramah, jujur, tulus, dan bersahabat dengan sesamanya. Jika penganut zoroaster meninggal ia dapat melewati api yang ada diantara dunia dan surga tanpa terluka. Untuk mereka ada sebuah jembatan lebar yang menghubungkan surga dengan dunia. Raja raja persia terkenal adalah penganut zoroaster. Bahkan raja darius dalam satu prasastinya mengatakan “atas kehendak ahuramazda yang memilih aku dan menjadikan aku raja seluruh dunia”. Raja persia lainnya ataxerxes 1 mengeluarkan kalender dengan nama nama dewa zoroaster sebagai nama nama bulannya. Bangsa persia akhirnya ditaklukan oleh islam pada abad 7 M oleh khalifah umar bin khattab r.a.

KARAKTERISTIK  PERADABAN ISLAM

Suatu peradaban harus, dalam keadaan perlu, melewati fase – fase perubahan yang bermacam – macam dan suatu proses asimilasi dan verifikasi. Kekuatan dan kelemahannya akan ditentukan oleh kemampuan dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan pada suatu lingkungan yang sedang berubah, namun demikian ia harus tetap memelihara identitas dan parameternya yang asli.
Dalam fase-fase pertamanya, peradaban Islam mengadakan kontak dengan peradaban seperti: peradaban Yunani, peradaban Romawi, peradaban Persia, peradaban India dan peradaban Cina. Dalam setiap kontak peradaban Islam mampu menyaring konsep-konsep dan nilai-nilai peradaban ini, sambil menerima dan mengasimilasi yang sesuai dengan karakteristik dan prinsip fundamentalnya dan menolak yang bertentangan dengan nilai – nilai dan norma-normanya. Demikianlah ia dapat memperoleh keuntungan – keuntungan dari kontak-kontak ini dan berhasil baik.
Sebaliknya, gambaran yang mencolok dari masyarakat Muslim sekarang adalah bahwa ia telah gagal untuk mengikuti dunia sekarang. Dengan pernyataan ini, tidaklah kita maksudkan bahwa kaum Muslimin itu “terbelakang” atau “tidak berkembang” atau “sedang berkembang” tetapi kaum Muslim itu agak terbelakang dalam memahami Islam dengan acuan dunia sekarang. Karena itu, Islam dan seluruh ajarnnya yang mengandung term social dan politik sudah lama tidak berfungsi secara jitu. Inilah yang kebanyakan menyebabkan kegagalan masyarakat Muslim untuk menyesuaikan diri pada perubahan dan memahami Islam dengan acuan kondisi-kondisi kehidupan yang telah berubah.
Apa yang kita maksudkan dengan menyesuaikan diri pada perubahan? Di akhir segalanya Islam adalah abadi. Tapi perjalanan waktu menambah pengetahuan kemanusiaan. Pengetahuan baru mungkin membawa peubahan-perubahan ilmiah dan teknologi dalam masyarakat; sebagian telah memberikan efek yang jauh pada setiap struktur masyarakat. Islam harus dipahami ulang dalam cahaya kondisi-kondisi kehidupan yang baru; gagal untuk menyesuaikan diri pada peubahan ini akan berakibat pada kemunduran yang progresif. Retrogessi (kemunduran) masyakat Muslim ini merupakan akibat langsung dari kegagalan untuk mentransformasikan kerangka kerja teoritik Islam kedalam suatu bentuk yang operasional. Namun demikian, Islam bukan hanya mengakui perubahan sebagai sesuatu yang riil tapi juga mendesak kaum Muslim menyesuaikan diri padanya.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama rahmatan lilaalamiin, di dalamnya dikelola seluruh hajat kehidupan umat manusia, tanah, air, negara, pemerintahan lebih-lebih tentang struktur kehidupan umat manusia yang saling berkaitan satu sama lain.  Islam merupakan satu kekuatan untuk membangun peradaban yang beradab. Orang Islam sendiri mungkin tidak percaya apabila dikatakan bahwa hampir seluruh kemajuan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Saintek) yang dicapai oleh Barat sekarang merupakan hasil proses panjang dari peradaban Islam yang telah hilang ditelan manipulasi-manipulasi sejarah. Masyarakat Islam kalau dikatakan sebagai penghasil peradaban terbesar bukanlah omong kosong, tetapi terukir dalam sejarah Islam sebagai peninggalan yang amat berharga bagi umat manusia. Peradaban Islam merupakan peradaban yang mempunyai sosok risalah universal yang menjunjung tinggi nilai moral manusia.
Sesungguhnya kalau kita membuka secara jujur bahwa Barat telah banyak berhutang budi kepada Islam. Karena Islamlah peletak dasar peradaban yang manusiawi. Menurut As-Siba’i bahwa peradaban Islam merupakan peradaban yang mengagumkan, karena Islam memiliki beberapa karakteristik yang tidak dimiliki oleh peradaban lain. Yaitu antara lain: Pertama, Islam berpijak pada asas Wahdaniyah (ketunggalan). Asas Wahdaniyah akan berpengaruh pada terangkatnya martabat manusia, dalam membebaskan rakyat jelata dari kelaliman raja maupun pejabat pemerintah. Karena dengan asas ketunggalan, manusia hanya menganggap satu yang mutlak, yakni Allah. Kedua, Peradaban Islam Bersandar Kepada Fitrah Kemanusiaan. Kesatuan jenis manusia tanpa membedakan asal-usul keturunan dan warna kulit, yang menjadi ukuran hanya tingkat ketakwaan. Ketiga, Peradaban Islam dibangun atas dasar prinsip-prinsip moral yang bisa dipertanggung jawabkan.
Keempat, Peradaban Islam berpegang pada ilmu dan pangkalnya yang paling lurus dan akidahnya yang paling jernih. Ia berbicara kepada akal dan hati secara bersama-sama serta membangkitkan perasaan dan pikiran dalam waktu yang sama pula.Kelima, Peradaban Islam mempunyai toleransi keagamaan yang sangat tinggi dan tidak pernah dikenal oleh peradaban lain yang juga berpijak pada agama.
Dari lima karakteristik  peradaban Islam tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa peradaban Islam telah berhasil meletakkan pengaruh yang abadi yang ada dalam sejarah kemanusiaan di berbagai aspek pemikiran, moral dan material.
Dengan melihat fenomena masyarakat Muslim saat ini di negara-negara sedang berkembang yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti halnya Indonesia ibarat sesosok robot yang sedang berpasung. Ia akan bergerak sesuai keinginan sang pengendali. Yang lebih celaka lagi ialah bahwa yang mengendalikan robot tersebut adalah bukan orang Islam (muslim), tetapi umat di luar Islam (non muslim). Hal ini bisa kita lihat di era modernisasi dan perdagangan bebas sekarang ini. Bahwa umat Islam hanya dijadikan sebagai pasar perindustrian Barat. Islam hanya memiliki peran penting dari sikap kebiadaban Barat dan yang memainkan skenarionya adalah kaum Nasrani dan Yahudi. Sehingga Islam menjadi tumbal dalam segala permainan mereka, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik lebih-lebih agama. Tidak sedikit umat Islam yang terjebak pada tindakan dehumanisasi (tindakan yang tidak berperikemanusiaan), seperti pembunuhan, perampokan, kemaksiatan, kemelaratan, lahirnya mental pejabat yang korup, sistem pemerintahan yang otoriter atau dalam bahasa kasar penulis adalah sistem pemerintahan ala Fir’aun, pemerintahan yang sewenang-wenang.
Kalau kita kemabali  melihat, bahwa sesungguhnya umat Islam mempunyai potensi besar dalam sumber daya insani dan sumber daya semangat jihad yang seharusnya mampu menguasai dunia. Namun, realitas umat Islam saat ini mempunyai ketergantungan yang relatif besar terhadap kekuatan-kekuatan lain, baik pada segi ekonomi, sosial, budaya, politik maupun Ideologi. Baik dalam skala mikro maupun dalam makro. Ideologi kapitalis dan sosialis membayang-bayangi umat Islam. Pertanyaan Besar Yang muncul adalah. Apakah faktor penyebab kebergantungan umat Islam terhadap kekuatan lain tersebut..........???. Dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Maka salah satu jawabannya adalah bahwa umat Islam sendiri tidak lagi menerapkan konsepsi Islam dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul tertuang segudang konsepsi hidup yang dapat mengatur segala tingkah laku kehidupan, akan tetapi umat Islam lagi-lagi tidak mampu menampilkanya dalam mewarnai kehidupan yang Islami. Syakib  Arsenal, (Seorang Fisikawan ke-Enam Sekaligus Aktivis Muslim Dunia) pernah mengatakan, bahwa umat Islam tidak akan pernah maju kalau hidupnya tidak disemangati semangat Al-Qur’an dan As-sunnah atau tidak menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup (The way Of  life).
Masyarakat dewasa ini dalam bertingkah laku, berilmu pengetahuan, berpolitik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan dan dalam dimensi kehidupan lainnya, tidak lagi menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan. Yang mereka gunakan adalah kitab-kitab Pseudo (semu dan palsu) yang terdapat dalam buku-buku Iptek yang memuat pandangan-pandangan hidup kapitalis, sosialis, komunis, sekularis, materialis, zionis dan iblis. Buku seperti itu judulnya manusiawi sedangkan isinya materialis, yang jika kita simpulkan arahnya mengandung benih-benih ateisme. Padahal Allah SWT telah berfirman “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu mempunyai pengetahuan tentangnya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan ditanya” (Q.S Al-Isra’: 36). Inilah yang menjadi Petunjuk Iptek dalam segala kehidupan dewasa ini. Persepsi masyarakat terhadap Al-Qur’an hanya sebagai kitab sakral dan ritual, kitab simbol dan legitimasi dalam rangka membedakan pandangan secara kasat mata antara umat Islam dan umat non Islam. Sangat sedikit umat Islam menjadi Al-Qur’an sebagai kitab masa depan dan kitab Ilmu Pengetahuan.
Fenomena-fenomena tersebut merupakan fenomena yang terjadi saat ini di kalangan masyarakat muslim. Ini penyakit umat Islam yang harus segera disembuhkan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah yang dapat mengobati penyakit tersebut. Umat Islam perlu Istiqamah, keterbukaan dan jiwa besar dikalangan umat Islam. Oleh karena itu mulai detik ini suatu keharusan bagi umat Islam untuk berjihad atau berhijrah dari sistem non-Islam kepada sistem Islam dalam berbagai dimensi kehidupan dengan segala konsekwensinya. Dan meneriakan bahwa Syariat Islam harus ditegakkan di Indonesia dan Bima khususnya. Semoga kita diberi kekuatan Iman, Islam, Ilmu dan Amal Oleh Allah Swt dalam mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur


DAKWAH NABI DI MEKAH DAN MADINAH

Dakwah Periode Mekah
Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
·         PERIODE MEKKAH : berlangsung selama lebih kurang 13 tahun
·         PERIODE MADINAH : berlangsung selama 10 tahun penuh

Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama dan detail terhadap kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua periode tersebut.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
1)      Tahapan dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
2)      Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
3)      Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun mengenai tahapan-tahapan Periode Madinah maka rincian pembahasannya akan diketengahkan pada tempatnya nanti.
1.      Dibawah naungan kenabian dan kerasulan
1.1 Jibril ‘alaihissalam turun membawa wahyu
Tatkala usia beliau mencapai genap empat puluh tahun- yaitu usia yang melambangkan kematangan, dan ada riwayat yang menyatakan bahwa diusia inilah para Rasul diutus – tanda-tanda nubuwwah (kenabian) sudah tampak dan mengemuka, diantaranya; adanya sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau, terjadinya ar-Ru’ya –ash-Shadiqah- (mimpi yang benar) yang datang berupa fajar subuh yang menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan –masa kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun- dan ar-Ru’ya ash-Shadiqah ini merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Ketika memasuki tahun ketiga dari pengasingan dirinya (‘uzlah) di gua Hira’, tepatnya di bulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmatNya dilimpahkan kepada penduduk bumi dengan memberikan kemuliaan kepada beliau, berupa pengangkatan sebagai Nabi dan menurunkan Jibril kepadanya dengan membawa beberapa ayat al-Qur’an.
Setelah melalui pengamatan dan perenungan terhadap beberapa bukti-bukti dan tanda-tanda akurat, kami dapat menentukan persisnya pengangkatan tersebut, yaitu hari Senin, tanggal 21 malam bulan Ramadhan dan bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya usia beliau saat itu empat puluh tahun enam bulan dua belas hari menurut penanggalan qamariyyah (berdasarkan peredaran bulan; hijriyyah) dan sekitar tiga puluh sembilan tahun tiga bulan dua puluh hari; ini menurut penanggalan syamsiyyah (berdasarkan peredaran matahari; masehi).
Dakwah Rasulullah saw periode madinah
Dikota Mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa quraisy dengan segala upaya akan melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan yang dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara  pemboikotan tersebut adalah:
1.      Memutuskan hubungan perkawinan
2.      memutuskan hubungan jual beli
3.      memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain 
Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di gantungkan di kakbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad Saw. Menghentikan gerakannya.
Nabi Muhammad Saw. Merasakan bahwa tidak lagi sesuai di jadikan pusat dakwah ialam beliau bersama  zaid bin haritsah hijrah ke thaif untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan kasar. Nabi Saw. Di usir, di soraki dan dikejar-kejar sambil di lemparidengan batu. Walaupun terluka dan sakit, Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Meghadapi cobaan yang di hadapinya.
Saat mengahadapi ujian yang berat Nabi Saw bersama pengikutnya di perintahkan oleh ALLaH SWT untuk mengalami isra dan mi’raj ke baitul maqbis di palestina, kemudian naik kelangit hingga ke sidratul muntaha.
Kejadian isra dan mi’raj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M) di tempuuh dalam waktu satu malam.
          Hikmah Allah Swt. Dari peristiwa isra dan mi’raj antar lain sebagai berikut.
1. Karunia dan keistimewaan ersendiri bagi Nabi saw.
2. Memberikan penambahan kekuatan iman keyakinan beliau sebagai rasul
3. Menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri.
            Berita ini menjadi olokan kaum Quraisy kepada Nabi saw. Mereka mengira Nabi saw telah gila. Orang pertama memperceyainya adlah Abu Bakar sehingga diberi gelar As Siddiq.
1.      Hijrah Nabi Muhammad saw Ke Yatsrib (Madinah)
1.1 Faktor yang mendorong hijrahnya Nabi SAW adalah adanya tanda-tanda baik pada perkembangan Islam di Yatsrib yang dikarenakan:
1)      Pada tahun 621 M telah dating 13 orang penduduk Yatsrib menemuinabi saw di bukit Akabah.
2)      Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang Yatsrib ke Mekkah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj.
1.2 Rencana pembunuhan Nabi saw oleh kaum Quraisy yang hasil kesepakatannya sbb:
1)      Merea sangat khawatir jika Muhammad dan pengikutnya telah berkuasa di Yatsrib.
2)      Membunuh Nabi saw sebelum beliau ikut pindah ke Yatsrib.
1.3 Rencana pembunuhan Nabi saw:
1)      Setiap suku Quraisy mengirimkan seorang pemudah tangguh.
2)      Mengepung rumah Nabi saw dan akan membunuhnya saat fajar.
Rencana-rencana tersebut diketaui oleh Nabi saw dan parapemuda qurasy terkacoh. Mereka mengejar dan menjelajahi seluruh kota untuk mencari Nabi saw tetapi hasilnya nihil. Kemudian Nabi bersama pengikutnya melanjutkan perjalanannya menelusuri pantai laut merah


KHULAFAUR RASYIDIN

Khulafaur Rasyidin adalah empat khalifah pertama dalam tradisi Islam Sunni, sebagai pengganti Muhammad, yang dipandang sebagai pemimpin yang mendapat petunjuk dan patut dicontoh. Mereka semuanya adalah sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, dan penerusan kepemimpinan mereka bukan berdasarkan keturunan, suatu hal yang kemudian menjadi ciri-ciri kekhalifahan selanjutnya.

Masa Kemajuan Islam (650-1000 M) - Khilafah Rasyidah
Khilafah Rasyidah merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
1)      Khalifah Abu Bakar
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya). Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Nabi Muhammmad SAW untuk menemaninya hijrah ke yastrib. Namun saat ditengah perjalanan mereka dikejar oleh utusan para kabilah Quraisy, sehingga mereka mencari tempat untuk sembunyi.
Ketika Rasulullah SAW sakit keras, beliau tidak dapat mengimami salat jamaah. Maka ditunjuklah Abu Bakar untuk menggantikannya. Bagi sebagian warga Madinah, ini adalah indikasi bahwa suksesi kepemimpinan Rasulullah SAW diteruskan kepada Abu Bakar. Ketika Rasulullah wafat, sebagian kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah. Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Dan akhirnya, terpilihlah Abu Bakar as-Siddiq sebagai Khalifah pertama.

2)      Khalifah Umar bin Khattab
Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin berat, ia mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Beliau disebut sebagai “Singa Padang Pasir”.

3)      Khalifah Utsman bin Affan
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar.
Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin AufSaad bin Abi WaqqashThalhah bin UbaidillahZubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah.

4)      Khalifah Ali bin Abi Thalib
Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru.



BANI UMAYYAH

Bani Umayyah (bahasa Arab: Ø¨Ù†Ùˆ أمية, Banu Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masaKhulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta
dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij danSyi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

 Kronologi Bani Ummayyah

Kekhalifahan Utama di Damaskus

1)       Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
2)       Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
3)       Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
4)       Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
5)       Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
6)       Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
7)       Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
8)       Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
9)       Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
10)   Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
11)   Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
12)   Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
13)   Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
14)   Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
15)   Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

Keamiran di Kordoba

Kekhalifahan di Kordoba

§     Abdur-rahman III, 929-961
§     Al-Hakam II, 961-976
§     Hisyam II, 976-1008
§     Muhammad II, 1008-1009
§     Sulaiman, 1009-1010
§     Hisyam II, 1010-1012
§     Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
§     Abdur-rahman IV, 1021-1022
§     Abdur-rahman V, 1022-1023
§     Muhammad III, 1023-1024
§     Hisyam III, 1027-1031
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
  2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. 
  3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
  4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang. 
  5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1)      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2)      Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. 
3)      Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam,makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4)      Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang. 
5)      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.



BANI ABBASIYAH

Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah mendapatkan tempat penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, dimana daulah Abbasiyah in sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapi dan terencana. Dan dalam makalah ini akan diurakan sedikit mengenai berdirinya masa kekhalifahan Abbasiyah, sistem sosial politiknya, masa kejayaan dan prestasi apa saja yang pernah diraih serta apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.

1.      Kelahiran Daulah Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal memberikan toleransi kepada berbagai kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.
Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan Daulah Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.

2. Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial
2.1. Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.
Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu
1)      Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli.
2)      Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, ang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
3)      Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang harus dikembangkan.
4)      Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.
2.2. Sistem Sosial
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah). Yaitu:
1)      Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial.
2)      Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
3)      Perkawina campur yang melahirkan darah campuran.
4)      Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru.

3. Kejayaan Daulah Abbasiyah
1)      Gerakan penerjemahan
Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.
Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yangberfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa harun ar-rasyid diganti nama menjadi Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa al-ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagaitempatpenyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia danIndia. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.
2)      Dalam bidang filasafat
Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3)      Perkembangan Ekonomi
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
4)      Dalam bidang Keagamaan
Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.

4.      Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Tak ada gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah ang sangat pas untuk dijadikan cermin atas kejayaan ang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai kaku dan akhirnya runtuh.
Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu
A. Faktor Internal
1)      Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
2)      Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
3)      Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.
4)      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
5)      Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.
6)      Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
B. Faktor Eksternal
1)      Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
2)      Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menandai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.


Awal perkembangan Islam di Afrika dapat dilacak sejak abad ke-7 M ketika Nabi Muhammad SAW menyarankan sejumlah sahabat untuk menghindari penindasan kaum kafir Mekkah dengan hijrah menyebrangi Laut Merah ke Kerajaan KristenAbisinia (saat ini Ethiopia) yang diperintah oleh al-Najashi. Perjalan tersebut menjadi awal mula cerita perkembangan Islam di Afrika.
Islam bukan hanya milik masyarakat yang tinggal di Benua Asia saja. Islam juga berkembang dan diyakini oleh masyarakat yang datang dari luar Benua Asia. Sebut saja dengan lantang masyarakat yang tinggal di Benua Afrika. Sejarah berbicara bahwa perkembangan Islam di Afrika juga terjadi.
Perkembangan Islam di Afrika maupun di negara-negara lain pasti tidak lepas dari cerita sejarah yang dibawa oleh para sahabat nabi. Perkembangan Islam di Afrika menyuguhkan cerita yang berbeda. Berbeda dengan perkembangan Islam di kawasan Asia dan juga Eropa.
Perkembangan Islam di Afrika Awal
Perkembangan Islam di Afrika dimulai sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Tujuh tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat (639 M), bangsa Arab bergerak menuju Afrika. Dalam dua generasi, Islam telah menyebar di Afrika Utara dan seluruh wilayah Maghribi Tengah.
Pada abad berikutnya, perkembangan Islam di Afrika dimudahkan dengan adanya konsolidasi jaringan perdagangan muslim yang berkaitan dengan garis keturunan, perniagaan, dan persaudaraan sufi, telah sedemikian kuat di Afrika Barat sehingga pengaruh politik dan kekuasaan kaum muslimin begitu besar.
Pada masa pemerintahan Umar II, Gubernur Afrika saat itu, Ismail ibnu Abdullah, bisa menarik orang Berber ke dalam Islam dengan pemerintahannya yang adil. Perkembangan Islam di Afrika mendapat dukungan dari pihak pemerintahan saat itu. Sebelumnya, Abdallah ibnu Yasin telah merintis dakwah Islam yang bisa merangkul ribuan orang Berber ke dalam Islam.
Islam di Afrika masuk lewat Mesir. Saat itu, Amru Bin Ash meminta bantuan dari Umar Bin Khatab untuk memerangi Muqauqis, seorang raja dari Romawi. Amru Bin Ash menganggap Muqauqis telah berlaku semena-mena terhadap orang Mesir. Pada 640 M, dengan 400 orang pasukan, Umar Bin Khatab datang ke Mesir untuk membebaskannya dari Rezim Muqauqis. Setelah 2 tahun berperang, pada 642 M, Mesir berhasil dibebaskan.
Mesir menjadi pintu gerbang bagi Islam untuk menyebarluaskan ajarannya ke berbagai negara. Selain Mesir, Nigeria dan Lybia merupakan salah satu basis kebudayaan Islam yang kuat di Benua Afrika. Setelah pintu masuk Islam terbuka lewat Mesir, muncul beberapa kerajaan Islam di Afrika. Kerajaan-kerajaan ini banyak mengadopsi budaya Timur Tengah. Mereka berbentuk seperti kesultanan. Era kerajaan ini dimulai pada 700 M hingga 1898 M.
Era Kerajaan Islam di Afrika
Tercatat, ada lebih dari sepuluh kerajaan Islam yang sempat ada di Afrika. Kerjaan ini tersebar dari Mesir, Mali, Ghana, hingga Libya. Kerajaan ini memiliki dinasti masing-masing. Pada 1068, masa keemasan Muslim di Ghana, negara ini sangat maju. Hal ini dituliskan oleh Al Bakri, seorang ahli geografis muslim dalam kitabnya yang berjudul Kitab Perjalanan dan Kerajaan. Ia mengatakan bahwa kerajaan Islam di Ghana sangat makmur.
Selain Ghana, Libya mempunyai beberapa kerajaan Islam. Pada 1805, Kerajaan Kanem berada dalam kekuasaan Dinasti Sayfawa. Dinasti ini memajukan peradaban Islam dengan memasukkan Islam ke dalam setiap unsur kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itulah, perkembangan muslim di negara ini sangat cepat.
Timbuktu, Monumen Islam di Afrika
Timbuktu adalah sebuah daerah yang berada di negara Mali, Afrika Barat. Daerah ini merupakan daerah yang sangat makmur pada masa pemerintahan Mansa Musa. Timbuktu menjadi pusat pembelajaran Islam dari Abad ke-13 hingga abad ke-15. Pada 1581, pemerintahan Timbuktu membangun Sankore, sebuah universitas sekaligus madrasah yang terkenal.
Sankore merupakan tempat untuk mengkaji ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Tokoh yang terkenal pada zaman tersebut adalah Ahmad Baba. Sayangnya, pada masa invasi Spanyol dan Portugis ke Afrika, Timbuktu mengalami kemerosotan cukup tajam. Manuskrip-manuskrip yang telah dikumpulkan oleh masyarakat dan cendekiawan diberangus habis. Begitupun, di perpustakaan. Kebanyakan hancur oleh perang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar