Senin, 23 Januari 2012

Hukum Pers di Indonesia




1. Pengantar

Secara umum, suatu siaran radio dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) jenis yaitu siaran hiburan yang berisi hal-hal yang dapat dinikmati pendengar sebagai sesuatu yang menghibur, dan jenis yang kedua adalah siaran berita yang memuat informasi-informasi untuk pendengar.  Muatan siaran yang kedua sering dikaitkan dengan pers atau jurnalistik.  Oleh karena itu penyelenggaraan radio siaran swasta dan televisi juga harus memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan kegiatan pers  dan kegiatan jurnaslistik. 

Sesuai dengan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (selanjutnya disebut UU Pers), disebutkan bahwa Perusahaan Per adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers yang meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelanggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.  Berdasarkan pengertian tersebut secara tegas terdapat kelompok media elektronik sebagai perusahaan pers.  Media elektronik tersebut salah satunya adalah radio siaran swasta.  Artinya, radio siaran swasta harus pula patuh terhadap aturan-aturan yang terdapat dalam UU Pers. 

2. Kebebasan Pers

Untuk lebih memahami hal-hal yang diatur dalam UU Pers kaitannya penyelenggaraan radio siaran swasta, sebelumnya akan dibahas dahulu secara singkat tentang Kemerdekaan Pers.  Hal ini diperlukan agar lebih mudah memahami muatan dalam UU Pers.  Kemerdekaan Pers atau dikenal juga dengan Kebebasan Pers adalah kebebasan yang dibarengi dengan kewajiban-kewajiban.  Dengan kata lain, tuntutan kebebasan tersebut harus pula memikul kewajiban atau tanggungjawab tertentu sehingga kebebasan pers berlaku tanpa batas.[1] Maksud dan tujuan Kebebasan Pers di Indonesia adalah menciptakan pers yang sehat, yaitu pers yang bebas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaksi positif antara pers, pemerintah dan masyarakat.[2] 

Pengaturan tentang pers yang berkaitan dengan radio siaran swasta terdapat dalam beberapa pasal dalam UU Pers yaitu Pasal 2, tentang Kemerdekaan Pers ; Pasal 7, tentang wartawan dan kode etik jurnalistik ; Pasal 13, tentang ketentuan periklanan ; Pasal 18, tentang ketentuan pidana.  Tentang Kemerdekaan Pers telah disinggung sebelumnya, sedangkan  tentang wartawan dalam pasal 7 ayat (1) UU Pers disebutkan bahwa wartawan bebas memilih organisasi wartawan. Dalam hal ini yang dimaksud wartawan di radio siaran swasta adalah wartawan yang disebut wartawan elektronik, meskipun sampai saat ini masih terdapat kerancuan siapa-siapa saja yang dikelompokkan sebagai wartawan elektronik.  Namun, yang terpenting adalah semua pihak yang disebut sebagai wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik dan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.[3]

Untuk ketentuan periklanan dalam pasal 13, disebutkan bahwa larangan memuat iklan yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atai mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat. Disamping itu, dilarang adanya iklan yang menawarkan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta peragan wujud rokok dan atau penggunan rokok.  Berkaitan dengan ketentuan pidana dalam pasal 18 UU Pers, disebutkan adanya ancaman pidana untuk pelanggaran-pelanggaran pasal-pasal tertentu dalam UU Pers. 

3. Hak Tolak, Hak Jawab dan Hak Koreksi

Substansi lain juga berkaitan dengan radio siaran swasta adalah adanya Hak Tolak, Hak Jawab dan Hak Koreksi.  Menurut pasal 1 butir 10 UU Pers, Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang yang harus dirahasiakan.  Pengertian Hak Jawab termuat dalam pasal 10 butir 11 UU pers adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.  Untuk Hak Koreksi dimuat dalam pasal 10 butir 12 UU Pers yang menyebutkan bahwa hak tersebut adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membentulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain, selain itu kaitannya dengan Hak Koreksi adalah Kewajiban koreksi yang pengertiannya termuat dalam pasal 10 butir 13 UU Pers yaitu keharusan melakukan kpreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini atau gambar yang tidak benar yang telah dineritakan oleh pers yang bersangkutan.

Mekanisme Penyelesaian Masalah Pemberitaan Pers

Jumat, 09 Pebruari 2007 16:39
Oleh R.H. Siregar
Wakil Ketua Dewan Pers Periode 2000-2003, 2003-2006

Sampai sekarang belum ada jalan keluar yang dapat menuntaskan penyelesaian masalah atau penanganan perkara akibat pemberitaan pers. Karena mekanisme yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UUPers) dalam menyelesaikan masalah akibat pemberitaan pers selain belum memuaskan, juga masih diperdebatkan. Di satu sisi kalangan pers menginginkan supaya kekeliruan dan atau kesalahan yang terjadi dalam pemberitaan pers diselesaikan melalui mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi sesuai ketentuan UUPers. Tapi pada sisi lain aparat penegak hukum umumnya cenderung menerapkan pasal-pasal perdata dan pidana karena pengaturannya dalam UUPers tidak lengkap.

Mekanisme penyelesaian masalah akibat pemberitaan pers masih diperdebatkan karena  ada pendapat yang mengatakan bahwa mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi menurut UUPers tidak mengikat. Mekanisme itu hanya mengikat pihak pers sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan (3) UUPers yang mewajibkan pers melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi. Sedangkan pihak di luar pers sama sekali tidak terikat untuk melaksanakannya. Sebab yang namanya “hak”, maka tergantung yang bersangkutan apakah akan mempergunakan haknya atau tidak. Demikian juga beberapa pertimbangan hukum majelis hakim mengatakan, bahwa pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi tidak menyebabkan hilangnya gugatan perdata dan tuntutan pidana.

Oleh karena itu tidak bisa dipaksakan supaya anggota masyarakat lebih dulu menempuh mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi sesuai UUPers sebelum menempuh proses hukum apabila terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam pemberitaan pers. Lagi pula kalangan masyarakat sering mengeluh mengingat pelaksanaan Hak Jawab kurang memuaskan. Di samping itu, juga tidak efektif karena penempatan Hak Jawab sering kurang proporsional dan terlambat memuatnya. Lagi pula seperti dikeluhkan Letjen TNI Djadja Suparman ada kecenderungan pers menerapkan cara-cara pemberitaan “pukul dulu urusan belakangan”. Artinya beritakan dulu apa  adanya, soal kemudian ada koreksi dan atau pelurusan berita, itu urusan nanti. Cara-cara inilah oleh berbagai pihak dikualifikasi sebagai character assassination atau pembunuhan karakter.
Memang harus diakui, mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi yang diatur oleh UUPers  menjadi masalah karena kedua hak itu yang tadinya merupakan norma etik menjadi norma hukum. Sebelum kedua hak itu ditetapkan menjadi norma hukum, maka sebagai norma etik  dengan dilaksanakannya Hak Jawab dan Hak Koreksi, penyelesaian masalah telah dianggap selesai. Akan tetapi dengan ditetapkannya Hak Jawab dan Hak Koreksi sebagai norma hukum dalam hukum positif, maka penyelesaian masalah menurut norma etik tidak menutup kemungkinan penyelesaian secara hukum sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (2) UUPers.
Bahkan sebenarnya dengan dimasukkannya Hak Jawab dan Hak Koreksi menjadi ketentuan hukum positif sangat memberatkan pers karena UUPers menetapkan apabila pers tidak melaksanakan Hak Jawab diancam pidana denda maksimal Rp. 500 juta. Padahal sesuai ketentuan kode etik, apabila Hak Jawab tidak dilaksanakan dikenakan sanksi moral, namun sanksi itu berubah menjadi pidana sekalipun berupa denda. Pembentuk UU sendiri dalam hal ini sebenarnya tidak adil, karena kalau Hak Jawab sudah dilaksanakan oleh pers sebagaimana mestinya, tidak ada imbalan atau kompensasi dengan menyatakan tertutup kemungkinan mengajukan persoalan yang sama ke pengadilan.
Dengan demikian, mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi yang diatur oleh UUPers tersebut menjadi kurang efektif. Sebab, tidak ada kewajiban kalangan masyarakat untuk menempuh mekanisme dimaksud. Di sini terasa sekali pembentuk UU bersikap mendua (ambivalen). Kalau pembentuk UU mau fair, maka  seharusnya tidak hanya pers yang wajib melayani Hak Jawab, tapi masyarakat juga wajib menempuh mekanisme Hak Jawab apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam pemberitaan pers.
Di samping berbagai kendala seperti dikemukakan di atas, mekanisme penyelesaian masalah akibat pemberitaan pers seperti diatur dalam UUPers  tersebut tidak mencapai sasaran. Tidak lain karena pembentuk UUPers sebenarnya tidak menghendaki UUPers sebagai lex specialis dalam konteks adagium hukum yang mengatakan lex specialis derogat legi generali. Bahkan sebenarnya pembentuk UUPers  justru mentolerir masuknya peraturan perundang-undangan lain dalam kaitan dengan perkara pers. Beberapa bukti untuk itu dapat disebut sebagai berikut.
  • Dalam Penjelasan Umum UUPers pada alinea terakhir ditegaskan, “untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”. Dengan rumusan seperti itu jelas sekali bahwa pembentuk UUPers tidak berkehendak produknya bersifat mandiri. Dengan kata lain, pembentuk UU mengundang masuknya atau berlakunya peraturan perundang-undangan lain berkenaan dengan perkara pers.
  • Alinea terakhir Penjelasan Pasal 12 UUPers menyatakan, “sepanjang menyangkut pertanggung jawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Itu berarti kalau ada tuntutan pidana, maka yang berlaku adalah ketentuan perundang-undangan lain, seperti KUHPidana dan KUHAP, bukan UUPers. Kembali di sini terbukti bahwa pembentuk UUPers tidak menginginkan produk legislatif ini bersifat mandiri atau dijadikan sebagai lex specialis.
  • Penjelasan Pasal 8 UUPers menegaskan, perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan Penjelasan Pasal 8 ini juga menunjukkan pengakuan pemberlakuan ketentuan lain.
  • Penjelasan Pasal 9 UUPers mengenai kesempatan bekerja termasuk mendirikan perusahaan pers, juga ditegaskan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  • Penjelasan Pasal 11 UUPers mengenai penambahan modal asing dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jelaslah bagi kita bahwa sejak semula pembentuk UUPers tidak menginginkan produk legislatif yang satu ini dikualifikasi sebagai lex specialis.
Idealnya UUPers merupakan lex specialis. Yaitu UUPers yang bersifat khusus meniadakan UU bersifat umum, seperti KUHPidana. Akan tetapi untuk menjadi lex specialis, mau tidak mau UUPers yang berlaku sekarang harus direvisi atau disempurnakan. Penulis sendiri termasuk orang yang sejak semula menghendaki supaya UUPers merupakan lex specialis. Ketika pada tahun 1979 dibentuk Tim Naskah Akademis Penyempurnaan UUPers (UU No. 11 Tahun 1966) oleh Menteri Kehakiman, Prof. Oemar Seno Adji, penuslis termasuk salah seorang anggota tim di samping  S.Tasrif (almarhum), Jakob Oetama dan diketuai oleh Kepala BPHN, Dr. JCT Simorangkir SH (almarhum) yang merekomendasikan menjadikan UUPers  sebagai lex specialis.
Untuk itu, semua jenis delik pers yang terdapat dalam KUHPidana dimasukkan ke dalam UUPers yang disempurnakan, tapi dengan modifikasi. Antara lain menetapkan pencemaran nama baik sebagai perkara perdata tidak lagi merupakan perkara pidana. Selain itu, paradigma pemenjaraan wartawan akibat kekeliruan dan atau kesalahan dalam pemberitaan yang dianut oleh KUHPidana buatan pemerintah kolonial Belanda diganti dengan pidana denda. Jadi tidak ada lagi kriminalisasi atau pemidanaan masuk penjara atas karya jurnalistik.
Dalam hubungan ini, kalangan pers yang menginginkan pemberlakuan UUPers berkaitan dengan penyelesaian perkara pers, tidak bisa disalahkan, bertolak dari pemahaman bahwa UUPers adalah UU bersifat khusus. Sebaliknya, anggota masyarakat dan aparat penegak hukum umumnya yang cenderung mempergunakan pasal-pasal KUHPidana dalam penyelesaian perkara pers, juga tidak bisa disalahkan, karena bertolak dari pemikiran bahwa UUPers bukan lex specialis atas KUHPidana.
Dikatakan demikian karena UUPers belum memenuhi syarat menjadi lex specialis. Menurut berbagai pemikiran yang dihimpun dan menurut ketentuan KUHPidana, maka paling tidak ada tiga syarat yang harus dipenuhi supaya suatu UU dapat dikategorikan sebagai lex specialis.
  1. Untuk menjadi lex specialis, rezim hukumnya harus sama. Misalnya sama-sama rezim hukum pidada. Itu berarti rezim hukum perdata tidak mungkin menjadi lex specialis terhadap rezim hukum pidana. Sedangkan UUPers rezim hukumnya tidak jelas karena berisikan berbagai rezim hukum seperti perdata, pidana, hukum acara, HAKI, Cyber-law dan lain-lain. Karena itu UUPers  perlu disempurnakan supaya dapat dijadikan sebagai lex specialis terhadap KUHPidana.
  2. Harus ada satu perbuatan yang dilarang oleh dua aturan yang berbeda (vide Pasal 63 KUHPidana). Jadi dikaitkan dengan UUPers harus ada satu perbuatan yang dilarang oleh UUPers, juga dilarang oleh KUHPidana. Sebagai contoh, larangan penghinaan yang diatur dalam KUHPidana juga harus diatur dalam UUPers. Tapi ternyata tindak pidana penghinaan hanya diatur oleh KUHPidana, tidak diatur oleh UUPers. Oleh karena itu, kalau ada pengaduan ke pihak kepolisian tentang penghinaan, mau tidak mau memakai Pasal 310 KUHPidana, karena tidak diatur dalam UUPers. Dari segi ini pun jelas sekali bahwa UUPers tidak memenuhi syarat untuk dijadikan lex specialis terhadap KUHPidana.
  3. Ancaman hukuman UU bersifat lex specialis jauh lebih berat dari UU bersifat umum. Contohnya, Pasal 339 dan Pasal 340 KUHPidana. Atau UU Anti Korupsi dan UU Anti-terorisme terhadap KUHPidana, ancaman hukuman UU bersifat khusus tersebut jauh lebih berat dari ancaman hukuman UU bersifat umum (KUHPidana). Sedangkan UUPers seperti diketahui ancaman hukumannya maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 500 juta.
Lantas bagaimana jalan keluar atau perundang-undangan mana yang diterapkan dalam hal terjadi masalah akibat pemberitaan pers. Seperti dikemukakan di atas, idealnya adalah menerapkan UUPers sebagai lex specialis. Untuk itu, maka UUPers yang berlaku sekarang harus disempurnakan. Dan dalam penyempurnaan itu pun harus menjadi jelas menyangkut pertanggungjawaban pidana pers. Sebab menurut UUPers yang berlaku sekarang dikaitkan dengan prinsip pertanggungjawaban pidana menurut KUHPidana terdapat perbedaan, sehingga terkesan terjadi dualisme.
Di samping itu, prinsip ultimum remidium dalam perkara pidana perlu diterapkan dalam penyelesaian masalah akibat pemberitaan pers. Dengan prinsip ini, maka penerapan pasal-pasal pidana merupakan upaya terakhir. Itu berarti, kalau masih ada upaya hukum yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, maka ketentuan itulah yang lebih dulu dipergunakan. Dengan demikian, seyogianya diupayakan dulu penyelesaian masalah  menurut UUPers, tidak langsung begitu saja mengancam pasal-pasal pidana, lebih-lebih berkenaan dengan masalah yang timbul akibat pemberitaan pers.*
(Tulisan ini merupakan makalah RH Siregar yang disampaikan dalam beberapa diskusi)

Resume Materi PKn *

Oleh Edhuard Eddy Widodo Inshani
PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
(Materi PKn kelas XII IA-IS SMA semester Genap)
1. Pengertian
Pers berasal dari bahasa Belanda, yang artinya menekan atau mengepres. Sedangkan press dari bahasa Inggris dan Amerika. Pers dan press mempunyai arti yang sama yakni menekan atau mengepres. Naskah atau berita yang dimuat di surat kabar atau majalah diartikan sebagai masuk dalam pers. Kata pers atau press berasal dari cara kerja percetakan pada jaman dahulu. Menurut Simorangkir arti pers adalah :
a. pers dalam arti sempit, hanya terbatas pada media cetak
b. pers dalam arti luas, bukan saja menyangkut media cetak tetapi juga media elektronik
2. Fungsi dan Peranan Pers
Secara umum fungsi pers adalah sebagai berikut :
a. Memberi informasi, dengan membaca surat kabar, majalah, tabloid, melihat TV atau mendengarkan radio masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi yang beraneka ragam, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
b. Mendidik, tulisan yang dimuat pers dapat mendidik masyarakat atau pembacanya dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
c. Memberi control, pers dapat melaksanakan atau memberikan control social dan menyampaikan berbagai kritik yang konstruktif dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Karena besarnya pengaruh pers dalam mempengaruhi opini public dapat dikatakan pers merupakan kekuatan atau pilar ke empat dalam system demokrasi yang patut diperhitungkan setelah legislative, eksekutif, dan yudikatif.
d. Menghubungkan atau menjebatani, sebagai penghubung/jembatan antara masyarakat dan pemerintah atau sebaliknya, lebih-lebih bila melalui jalur kelembagaan tidak tersalurkan.
e. Memberi hiburan, bukan hal-hal yang lucu saja tetapi dalam arti yang lebih luas lagi, seperti memberi rasa puas, menyenangkan, dan membanggakan.
g. Sebagai lembaga ekonomi.
Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, pasal 6 bahwa peranan pers nasional adalah :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. menegakkan demokrasi, supremasi hukum, dan HAM serta menghormati kebhinnekaan
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
3. Masyarakat Demokrasi
Secara umum demokratis bermakna bahwa segala sesuatu dalam masyarakat itu dilakukan dari, oleh, dan untuk semua anggotanya. Semua dilakukan berdasarkan aturan hukum yang disepakati.
Ciri-ciri pemerintahan negara yang menganut rule of law :
a. melindungi atau menjamin hak asasi warga negara
b. mempunyai perwakilan rakyat yang representative
c. anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis
d. adanya pendidikan kewarganegaraan (civics education )
e. masa jabatan pemegang pemerintahan dibatasi oleh periode tertentu
Pers dalam menyampaikan informasi tidak akan dilakukan secara vulgar dan sebebas-bebasnya, tetapi dengan memperhatikan asas kelaziman informasi, yaitu asas praduga tak bersalah dalam berita kasus pidana. Contoh pemberitaan nama tersangka ditulis inisialnya saja, korban atau pelaku kejahatan ditampilkan dalam bentuk agak dikaburkan atau tertutup matanya. Semua itu dalam rangka jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
DPR yang representative, artinya yg benar-benar mencerminkan sebagai wakil rakyat, suaranya akan didengar dan diketahui oleh masyarakat melalui pers.
Ciri-ciri masyarakat demokratis :
a. sikap hidup warganya terbuka
b. kritis terhadap informasi
c. tidak mudah terprovokasi
d. memiliki sikap tenggang rasa dalam kebersamaan
e. menghargai nilai-nilai kemanusiaan
4. Pers dalam Masyarakat Indonesia yang Demokratis
a. Sistem Pers Komunis
Sistem ini berlaku di Eropa Timur, terutama sebelum runtuhnya Uni Soviet, seperti Rusia, Bulgaria, Cekoslovakia, dan RRC. Di sini pers berfungsi sebagai sarana propaganda dan alat perjuangan faham komunis. Beritanya mencerminkan nilai-nilai komunisme. Pers dikelola dan dimodali oleh pemerintah atas nama negara. Kebebasan pers tidak ada, kontrol sosial sangat kecil sekali. Jadi dalam sistem ini pers relatif bersifat otoriter.
b. Sistem Pers Liberalis
Hak kebebasan pers  benar-benar dijamin keberadaannya selaras dengan paham liberalisme, tulisannya bahkan kadang-kadang berbeda dengan kepentingan masyarakat atau pemerintah. Pemodal pers bisa dari pemerintah atau swasta, atau dari keduanya. Kontrol sosial benar-benar berlaku bebas, seperti kritik-kritik tajam baik ditujukan kepada perseorangan, lembaga, maupun pemerintah. Sistem ini berlaku di Australia, Inggris, dsb.
c. Sistem Pers Kapitalis
Perkembangan kapitalisme tidak dapat dipisahkan dengan liberalisme, namun dalam sistem pers terdapat perbedaan. Keberadaan pers di negara kapitalis berfungsi mendukung kelangsungan hidup idiologi kapitalis tsb.  Individualisme dijunjung tinggi, hal ini memunculkan kebebasan mengembangkan usaha sendiri/swasta, sehingga mampu bersaing secara bebas ( free fight liberalism ). Dalam bidang usaha/ekonomi berlaku homo homini lupus yakni yang kuat dapat bertahan hidup, dan yang lemah akan kalah dan mati, demikian pula pers. Di sini pers diselenggarakan pihak swasta pemilik modal sehingga pemerintah sulit mengontrol pers. Pers berfungsi sebagai media bisnis dan strategis. Contoh sistem pers Amerika Serikat.
d. Sistem Pers Bertanggung jawab
Sistem pers ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial dan bahwa setiap manusia melekat pada dirinya hak asasi yang tidak bisa dilaksanakan dengan mutlak.
1) Pers dan Masyarakat Saling Membutuhkan, pers butuh pembaca sebagai sumber pemasukan baik dari iklan maupun pemasaran, masyarakat butuh informasi dan juga penyebaran informasi. Kewajiban dan tanggung jawab pers tercantum dalam kode etik jurnalistik dan kode etik wartawan Indonesia, juga undang-undang pers dan peraturan hukum lainnya.
2)  Hak Jawab atas Suatu Berita, hak jawab adalah hak yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan oleh tulisan pada sebuah atau beberapa penerbitan. Hak jawab ini ditujukan kepada media yang merugikan seseorang agar memuat bantahan dari mereka yang dirugikan. Tentang hak jawab, pasal 4 Kode Etik Jurnalistik disebutkan bahwa setiap pemberitaan yang ternyata tidak benar harus dicabut atau diralat, dan pihak yang dirugikan wajib diberi kesempatan untuk menjawab atau memperbaiki pemberitaan yang dimaksud.
3)   Hak Tolak, hak tolak disebut juga hak ingkar wartawan. Hak tolak tidak berlaku dalam kaitannya dengan hal-hal yang membahayakan kepentingan negara. Hak tolak jika ada orang merasa dirugikan oleh pemberitaan media massa, biasanya yang bersangkutan penasaran ingin tahu sumber berita itu dan siapa yang membocorkan informasi itu melalui media massa. Kemudian orang yng merasa dirugikan tadi menghubungi media massa yang memuat berita itu untuk mengetahui sumber beritanya. Pihak redaksi tidak bersedia memberitahukannya, karena wartawan mempunyai kewajiban menyimpan rahasia, seperti nama, jabatan, alamat atau identitas lainnya dari orang yang menjadi sumber informasinya. Hak tolak juga dimiliki oleh profesi lainnya seperti dokter, rohaniwan, dan notaris ( pasal 120 / 2  KUHP ) ”Dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta”
5. Perkembangan Pers di Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1774 terbit surat kabar pertama ”Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan”.  Muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907). Surat kabar Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901), kemudian Sin Po (1910).
Koran pertama yang menyiarkan teks Proklamasi Kemerdekaan dan Maklumat Komite Nasional Indonesia adalah ”Soeara Asia” (18 Agustus 1945).  Berita ini oleh Jepang diperintahkan dicabut tetapi redaksinya membangkang dan akhirnya berita itulah yg menggelorakan semangat kemerdekaan di tanah air.
Sesudah itu surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah ”Tjahaja” (Bandung), ”Asia Raya”(Jakarta), ”Asia Baroe” (Semarang), dan ”Soeara Asia”(Surabaya).  Pada tanggal 22 Agustus 1945 semua surat kabar nasional memberitakan pengumuman resmi penguasa militer Jepang di Indonesia mengenai penyerahan kekuasaan secara resmi dari tangan Jepang.
Sejalan dengan perkembangan politik dan letatanegaraan Indonesia, dunia pers kita mengalami berbagai sistem :
a. Tahun 1945 – 1956  dianut sistem pers liberal dengan demokrasi liberal
b. Tahun 1956 – 1960  dianut sistem pers otoriter dengan demokrasi terpimpin
c. Tahun 1960 – 1965  dianut sistem pers quasi komunisme markisme dalam pemerintahan
Dalam masa pemerintahan Orde Baru berlaku sistem pers :
a. Tahun 1967 – 1975  dianut sistem pers Indonesia yang bebas (hanya 8 tahun)
b. Tahun 1975 – 1997  dianut sistem pers otoriter (terjadi pemusatan politik )
Di masa Reformasi (pasca orde baru) :
-         pers mengalami kebebasan
-         kehidupan politik diwarnai multi partai seperti halnya dalam demokrasi liberal
-         sistem perijinan dicabut sehingga semua orang berhak menerbitkan media massa
-         bahkan pada masa Gusdur departemen penerangan dihapus dengan alasan pers harus melaksanakan swakelola karena pers merupakan milik publik sehingga publiklah yang mengatur pers itu sendiri.
Sistem pers yang ideal adalah yang didasarkan pada sistem idiologi dan kultur kebudayaan sendiri, yaitu Pancasila. Sistem Pers Pancasila adalah sistem yang bebas dan bertanggung jawab (kebebasan yang disertai pertanggungjawaban sosial)
Fungsi dan peran pers di negara Pancasila :
a. sebagai media penyampai informasi yang efektif
b. sarana komunikasi dan penyampai informasi yang bertanggung jawab
Berita yang ideal ialah :
1. bersumber pada fakta yang benar dan disusun secara wajar
2. tidak didramatisasi sehingga dapat menyusahkan sumber berita, kesimpangsiuran, bahkan konflik sosial
3. beritanya obyektif, enak dibaca oleh semua pihak.
6. Kode Etik Jurnalistik dan Asas-asasnya
Etika dan hukum belum otomatis menjamin terwujudnya pers yang tanpa cela, pengelola pers juga membutuhkan profesionalisme.  Kode etik adalah norma yang berlaku dan disepakati dalam suatu profesi tertentu.  Kode Etik Jurnalistik PWI ialah suatu kode etik profesi wartawan Indonesia yang harus dipatuhi. Hukum ialah seperangkat aturan yang dibuat, disahkan, serta dikeluarkan dan dipaksakan berlakunya oleh negara, mengikat secara hukum kepada semua warga negara dan dikenai sanksi bagi pelanggarnya.
Perbedaan Kode Etik dan hukum :
No
Aspek
Kode etik
Hukum
1
Sanksi bagi pelanggarnya
Mengatur tanpa disertai sanksi yang konkret bagi pelanggarnya (sanksi bersumber dari nurani pelaku pelanggaran)
Mengatur dan mempunyai sanksi konkret dan tegas dan diatur dalam UU (hukuman fisik)
2
Daya jangkauan
Terbatas pada kalangan tertentu saja, norma yang berlaku khusus di kalangan profesi tertentu
Berlaku dan mengikat semua warga negara (hukum yang bersifat publik)
3
Prosedur pembuatannya
Diputuskan oleh pranata (organisasi profesi) yang bersangkutan sesuai aturan organisasi.
Dibuat oleh organ negara yang diberi wewenang sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
7. Asas-asas Kode Etik Jurnalistik PWI
a. asas profesionalistas
1) tidak memutarbalikkan fakta, tidak memfitnah
2) berimbang, adil dan jujur
3) mengetahui perbedaan kehidupan pribadi dan kepentingan umum
4) mengetahui teknis penulisan yang tidak melanggar asas praduga tak bersalah serta
tidak merugikan korban kesusilaan
5) mengetahui kredibilitas nara sumber
6) sopan dan terhormat dalam mencari berita
7) tidak melakukan plagiat
8)meneliti semua kebenaran bahan berita terlebih dahulu
9) tanggung jawab moral besar ( mencabut sendiri berita yang salah walaupun tanpa
ada permintaan.
b. asas nasionalisme
1. prioritas kepentingan umum, mendahulukan kepentingan nasional
2. pers bebas mengkritik pemerintah sepanjang hal itu untuk kepentingan nasional
3. mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara
4. memperhatikan keselamatan keamanan bangsa
5. memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa
c. asas demokrasi
1. pers dapat berisi promosi tetapi pers tidak boleh menjadi alat propaganda
2. harus cover both side
3. harus jujur dan berimbang
d. asas religius
1. dalam pemberitaannya tidak boleh melecehkan agama
2. menghormati agama, kepercayaan, dan keyakinan agama lain
3. beriman dan bertakwa
8. Kode Etik Periklanan
a. publikasi reklame dengan maksud memperkenalkan / memberitahukan sesuatu melalui media massa ( pers )
b. harus bersifat membangun, bermanfaat, bermoral
c. harus melindungi hak dan kehormatan publik
d. 1. iklan ditolak atau dibatalkan karena :
1) tidak jujur, menipu, menyesatkan, dan merugikan baik secara moral maupun umum
2) melanggar hukum
3) merusak pergaulan, kepribadian, dan martabat seseorang
4) merusak kepentingan nasional
5) bertentangan dengan kode-kode profesi golongan lain
6) iklan politik yang destruktif
2. dijamin tidak bocor sebelum dimuat
3. diutamakan iklan yang mengabdi kepada kepentingan umum
4. diwajibkan meralat kembali iklan yang salah pasang
5. mencabut iklan-iklan dengan alamat palsu dengan itikad tidak baik
e. harus jelas ditandai dengan kata-kata ”Ini adalah iklan”
f. pers berhak menolak iklan yang menyalahi penerbitan pers dan kode etik periklanan ini
g. pemasangan iklan harus dengan persetujuan pemasang iklan ybs.
h. 1. perusahaan pers mengenal adanya biro iklan dan kolportir
2. biro iklan harus mendapat pengakuan dari organisasi pers ybs. dan kolportir oleh satu
atau lebih perusahaan surat kabar
i. pengawasan penataan iklan dilakukan oleh dewan kehormatan SPS .
9. Upaya Pembinaan Pers yang Bebas dan Bertanggung jawab
Pers dipegang/dikuasai pemerintah cenderung membela kepentingan penguasa dan melanggar hak asasi manusia warga negaranya. Pers bebas tak terkendali mengarah terbentuknya pers liberal dan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (persaingan bebas)
Oleh karena itu di Indonesia ada upaya-upaya dan pembatasan-pembatasan untuk mengendalikan agar pers tidak terlalu bebas atau kebebasan yang berlebihan, antara lain dengan cara :
a. Pembuatan Undang-undang Pers
Setiap undang-undang bertujuan mengatur hal-hal yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Dalam dunia pers pihak-pihak yang berkepentingan adalah pemerintah, rakyat (warga masyarakat), dan para pengelola pers. Pers di Indonesia adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab (free and responsible press).
Pada masa orde lama pers dikuasai pemerintah, pada masa orde baru, pada awalnya ada kebebasan pers tetapi lama-lama mengarah kepada pers yang dikuasai pemerintah. Pada masa reformasi, pers mengalami perubahan yang mendasar dalam wujud deregulasi menuju kebebasan pers sebagai salah satu pilar utama demokrasi. Dengan UU No.40 th 1999 tentang Pers, dan UU No.32 th 2002 tantang Penyiaran, kini keberadaan pers semakin terjamin.
b. Memfungsikan Dewan Pers sebagai Pembina Pers Nasional
Dewan Pers mempunyai tugas dan tanggung jawab membina kehidupan pers yang bebas dan bertanggung jawab serta kemajuan pers Indonesia. Profesionalisme wartawan ditingkatkan, dan kode etik dijadikan acuan dalam kerja pers dan kewartawanan. Pers yang tidak mengindahkan dua hal tersebut akan langsung berhadapan dengan masyarakat di negara hukum yang demokratis ini.
c. Penegakan Supremasi Hukum
Pemberdayaan masyarakat untuk memahami hukum dan hak asasi manusia dinilai sangat penting, sehingga dukungan terhadap penegakan supremasi hukum dan kepercayaan pada pemerintah semakin kuat, termasuk dalam kaitannya dengan kehidupan pers akan sangat membantu perkembangan pers yang sehat, bebas, dan bertanggung jawab.
d. Sosialisasi dan Peningkatan Kesadaran Rakyat akan Hak-hak Asasi Manusia.
Pers yang tidak  sejalan dengan kesadaran tersebut akan semakin ditinggalkan masyarakat pembacanya. Informasi yang benar, santun, dan menarik  menjadi kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan berperadaban.
10. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa
Contoh bentuk penyalahgunaan tsb :
1) penyiaran berita/informasi yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik
2) peradilan oleh pers (trial by press)
3) membentuk opini yang menyesatkan
4) bentuk tulisan/siaran bebas yang bersifat provokatif
5) pelanggaran terhadap ketentuan UU Hukum Pidana
- delik penghinaan presiden dan wakil presiden
- delik penyebar kebencian
- delik penghinaan agama
- delik kesusilaan/pornografi
6) iklan yang menipu
11. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa bagi Pribadi, Masyarakat, Bangsa, dan Negara
a. Bagi Kepentingan Pribadi
Nama baik seseorang bisa dirugikan dengan adanya penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi. Terkadang walaupun informasi itu sudah diralat, hal itu tidak cukup berpengaruh untuk mengubah nama baik seseorang yang telah tercemar.
b. Bagi Kepentingan Masyarakat
Masyarakat dapat tertipu karena mendapat informasi yang gak benar dan terpengaruh walaupun informasi itu gak benar karena hal itu diinformasikan secara besar-besaran dan berulang-ulang. Masyarakat tdk mendapatkan informasi yang seimbang.
c. Bagi Kepentingan Bangsa dan Negara
Pengungkapan kritik terhadap pemerintah atau lembaga negara dilakukan dengan sangat tajam melebihi kewajaran tentu akan merugikan bangsa dan negara, terlebih jika tulisan itu tidak berdasarkan fakta yang benar. Hal semacam ini akan menimbulkan dampak seperti berikut :
1) Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkurang karena tidak   percaya terhadap pemerintah. Akhirnya sikap dan partisipasi masyarakat akan menurun.
2) Kepercayaan Luar Negeri luntur. Akhirnya minat kerja sama juga menurun, selanjutnya akan menyulitkan bangsa kita di forum internasional. Lebih parah rakyat menjadi terabaikan kesejahteraannya dan kurang terpenuhi kebutuhan pokok rakyat
Tugas :
1. Deskripsikan fungsi dan peranan pers dalam masayakat Indonesia !
2. Sistem pers manakah yang pernah berlaku di Indonesia? Diskripsikan jawabanmu !
3. Berikan lima perbedaan antara pers liberalis dengan pers komunis !
4. Apakah sanksi bagi wartawan yang salah menulis dalam pemberitaan ? Apa alasannya !
5. Deskripsikan bagaimana sistem pers di Indonesia sesudah era reformasi saat ini !
6. Mengapa pers pada masa penjajahan Belanda dan Jepang kurang berkembang ? Alasannya?
7. Berikan penjelasanmu mengapa pers di Indonesia mengikuti asas bebas dan bertanggung jawab sosial ?
8. Deskripsikan kondisi pers di masa orde baru dan di masa reformasi !
9. Berikan penjelasan mengenai bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum menurut UU No. 9 Th 1998 !
10. Deskripsikan lima alasan mengapa penulisan berita di media massa harus mengindahkan kode etik jurnalistik !



[1] A. Muis, Titian Jalan Demokrasi Peranan Kebebasan Pers Untuk Budaya Komunikasi Politik, Harian Kompas, Jakarta , 2000
[2] Khrisna Harahap, Pasang Surut Kemerdekaan Pers di Indonesia, PT. Grafitri Bumi Utami, Bandung, 2003, hlm. 23
[3] Pasal 8 UU Pers

PAR


PERKENALAN Dengan
PENGKAJIAN DESA SECARA PARTISIPATIF

Program pembangunan pedesaan sudah berlangsung lama. Tetapi, program-program pembangunan yang dijalankan selama ini banyak memperoleh kritik. Kritik tersebut didasari suatu kenyataan di lapangan, bahwa proses pembangunan tidak mampu memberikan perubahan bagi masyarakat. Proyek-proyek pembangunan banyak yang bersifat mubazir, tidak berkelanjutan, dan justru memperparah situasi pedesaan. 
Kritik terhadap proyek pembangunan ini banyak ditujukan kepada metodologi proyek yang tidak “memanusiakan manusia” pedesaan. Metodologi ini didasari suatu keyakinan bahwa penyelesaian persoalan pedesaan hanya bisa ditangani oleh kaum profesional. Sementara petani dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki kemampuan menyelesaikan masalah atau justru dianggap sebagai bagian dari masalah itu sendiri. Metodologi seperti ini umumnya didasarkan pada bentuk-bentuk riset dengan menggunakan pendekatan logika sains (baca= metode ilmiah) dan penelitian-penelitian etnometodologis yang terpengaruh oleh ilmu-ilmu sosial positivistik[1].
Kritik terhadap metodologi pembangunan yang didasarkan pada bentuk-bentuk riset dengan menggunakan pendekatan logika sains (baca= metode ilmiah) dan penelitian-penelitian etnometodologis, pada intinya antara lain: 
(1)       Riset ini umumnya hanya menghasilkan pengetahuan yang empiris-analitis. Pengetahuan seperti ini memiliki kecenderungan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat lokal.
(2)       Banyak  bermuatan  kepentingan teknis untuk melakukan rekayasa sosial (social enginering), seperti yang dikemukakan oleh Robert Chamber di muka.
(3)       Memungkinkan terjadinya "pencurian" terhadap kekayaan pengetahuan lokal oleh peneliti (orang luar)  sehingga sangat berpotensi untuk menyebabkan penindasan terhadap orang dalam (masyarakat lokal).. Sementara  pendekatan etnometodologis, meskipun berusaha memahami kehidupan sehari-hari masyarakat, mencoba menghasilkan pengetahuan yang bersifat historis-hermeuneutik, dan meyakini adanya makna di balik fenomena sosial, juga memiliki kelemahan. Yakni kecenderungannya untuk menghasilkan pengetahuan yang hanya bisa  memaafkan realita.
Berdasarkan pada kritik metodologi itulah kemudian lahir Participatory Rural Apraisal (PRA). PRA (Participatory Rural Appraisal) diterjemahkan Penilaian/Pengkajian/ Penelitian Keadaan Pedesaan secara partisipatif. PRA bisa juga didefinisikan sebagai ‘sekumpulan teknik dan alat yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa keadaan mereka terhadap kehidupan dan kondisinya, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan sendiri’(Chambers). PRA mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pengembangan
Dengan definisi tersebut, PRA harus dilihat sebagai sebuah pendekatan Kajian partisipatif dalam melakukan analisa situasi, potensi maupun masalah, yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Harus menjadi catatan bahwa PRA bukanlah menjadi tujuan, tetapi PRA merupakan satu tahap yang panjang dari suatu proses TRANSFORMASI [2] SOSIAL.
Salah satu kelemahan dengan istilah PRA adalah adanya anggapan bahwa PRA hanya sekedar metode ‘pengkajian’ atau metode ‘penelitian’ (oleh) masyarakat. Padahal tidak demikian, PRA dibangun di atas sejumlah prinsip-prinsip dasar yang syarat dengan nilai-nilai atau keyakinan. PRA dilakukan sebagai satu tahap dari proses yang panjang untuk meningkatkan kemampuan dan percaya diri masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa situasinya, yang sangat penting dalam membangun gerakan sosial dan proses transformasi sosial di masyarakat. Karena itu, ada beberapa prinsip yang perlu dipahami oleh siapapun yang terlibat dalam memfasilitasi kegiatan PRA.

 

Prinsip-Prinsip PRA

1.       Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
Sering kali program-program pengembangan pedesaan tidak melibatkan masyarakat yang terabaikan. Meskipun secara retorika politik, program tersebut disusun di atas derita masyarakat terabaikan (baca= mereka ditulis sebagai sasaran pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, tetapi tidak pernah disentuh).
2.      Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Banyak program pemberdayaan  masyarakat berorientasi pada bantuan fisik. Program ini  umumnya berdampak negative, karena justru meningkatkan ketergantungan masyarakat pada bantuan dan pihak luar. PRA bertujuan lain, PRA bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaannya dan meningkatkan taraf hidupnya secara mandiri dengan menggunakan sumber daya setempat serta menurun ketergantungan kepada pihak luar.
3.      Prinsip masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator
Sering kali masyarakat diikutkan dalam suatu program tanpa diberikan pilihan. Pihak luar melaksanakan program tersebut. PRA dilakukan oleh masyarakat. Pihak luar hanya berperan sebagai pendamping atau fasilitator. Jadi bukannya masyarakat yang harus berpartisipasi, tetapi orang luarlah yang harus berpartisipasi dalam program masyarakat.
4.      Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
PRA adalah suatu proses belajar berdasarkan pengalaman. Setiap orang harus didudukkan sebagai manusia yang berpotensi dan setiap orang berpengalaman yang berbeda. Justru perbedaan-perbedaan ini merupakan kesempatan yang baik untuk saling berbagi belajar bersama.
5.      Prinsip terbuka, santai dan informal
Untuk mencipatakan keterbukaan di antara masyarakat, diperlukan suasana yang santai dan informal.
6.      Prinsip triangulasi
Kadang-kadang informasi yang digali oleh seseorang tidak sesuai persepsi orang lain. Kadang-kadang persepsi antar fasilitator berbeda dengan apa disampaikan oleh masyarakat karena latar belakang antar fasilitator yang berbeda. Kadang -kadang informasi yang dianalisa dengan suatu teknik belum pasti benar dan lengkap. Karena itu berlu prinsip ‘triangulasi’ atau cek dan recek. Ada tiga cara untuk triangulasi: 1. trianggulasi sumber informasi, 2. trianggulasi fasilitator, 3. trianggulasi teknik PRA. (lihat lampiran)
7.      Prinsip orientasi praktis
Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut persoalan yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupan sehari-harinya. Karena itu PRA perlu berorientasi praktis dan berkaitan dengan keadaan nyata masyarakat. Meskipun begitu, tidak boleh meninggalkan prinsip-prinsip analisis kritis.
8.      Prinsip belajar dari kesalahan
Sering kali orang takut untuk mengemukakan kesalahan-kesalahannya atau untuk menyalahkan orang lain. Dalam PRA diharapkan muncul keterbukaan, sehingga masyarakat mampu mengkaji kekurangannya dan belajar dari kelemahannya. PRA mendorong masyarakat untuk memperbaiki keadaannya secara terus-menerus.
9.      Prinsip berkelanjutan dan selang waktu
PRA merupakan salah satu tahap dalam proses pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan bertujuan kepada masyarakat sendiri (yang secara mandiri) mengambil aksi untuk melakukan proses perubahan. Setelah PRA dilaksanakan, diharapkan masyarakat mampu dan bersedia menyusun rencana kegiatan. Namun PRA harus berulang kembali dalam selang waktu tertentu sebagai metode pengkajian (monitoring evaluasi). Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses pembelajaran yang tidak pernah berakhir!

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, PRA adalah sekumpulan teknik dan alat untuk menganalisa keadaan pedesaan. Selain itu, sikap fasilitator dalam penggunaan teknik dan alat tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil. Dan yang tidak boleh ditinggalkan adalah berbagi pengalaman, pengetahuan dan proses belajar dalam pelaksanaan teknik dan alat. Tiga hal  itu; yaitu teknik  dan alat PRA, sikap fasilitator dan berbagi, menjadi tiga pilar dari kajian keadaan pedesaan secara partisipatif, yang semua penting dan saling mengisi satu sama lain.



 



Daur Program PRA
Daur program adalah tahapan-tahapan dalam pengembangan program mulai dari: identifikasi masalah dan kebutuhan, pencarian alternatif kegiatan, pemilihan alternatif kegiatan, pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan serta pemantauan dan evaluasi program. Secara skematis, daur program dapat ditunjukkan sebagai berikut:
 




















Penjelasan Langkah-Langkah Pendekatan PRA dalam Daur Program
1.  Penjajagan/Pengenalan Kebutuhan
Langkah-langkah penjajagan kebutuhan adalah:
·        Pengenalan masalah,kebutuhan dan potensi masyarakat
·        Pengkajian hubungan sebab-akibat masalah masalah (identifikasi akar masalah)
·        Pengkajian potensi lokal dan luar.
·        Penetepan prioritas masalah berdasarkan kriteria masyarakat (antara lain: sifat mendesaknya, dan ketersediaan potensi masyarakat/sumberdaya)
2.  Perencanaan Kegiatan
Merupakan kelanjutan dari kegiatan penjajagan kebutuhan. Hasil penguraian masalah masalah dan potensi-potensi serta penyusunan prioritas masalah, dijabarkan menjadi:
·        Alternatif-alternatif pemecahan masalah
·        Alternatif-altenatif kegiatan yang bisa dilakukan sesuai dengan ketersediaan sumberdaya, baik lokal maupun dari luar.
·        Penentuan para pelaksana, penanggungjawab, dan pendamping kegiatan.
3.      Pelaksanaan/Pengorganisasian Kegiatan
Sesuai prinsip-prinsip dalam metode PRA, pelaksanaan kegiatan sebaiknya diorganisir dan dipimpin oleh anggota masyarakat sendiri, sedangkan orang luar hanya mendampingi. Yang harus diselesaikan dalam tahapan ini meliputi:
·        Pengaturan jadual kegiatan
·        Pembagian kelompok dan tugas-tugas
4.      Pemantauan Kegiatan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat apakah program berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Biasanya dilakukan dalam jangka waktu pendek (per 3 bulan atau 6 bulan) dan hasilnya dituliskan dalam laporan kemajuan/perkembangan program. (Progress report).

5.      Evaluasi Kegiatan
Biasanya terdapat dua macam evaluasi kegiatan, yaitu:
·        Evaluasi program secara berkala, dilakukan untuk menilai arah dan kemajuan program, efisiensi dan efektifitas pekerjaan, dan mengarahkan kembali program.
·        Evaluasi akhir program (final evaluation), dilakukan untuk menilai hasil yang telah dicapai selama pengembangan program jangka waktu tertentu (beberapa tahun) apakah sudah mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan pada awal pengembangan program, bagaimana dampak program terhadap kesejahteraan hidup masyarakat, hasilnya disusun menjadi laporan akhir program.  

Visi, Tujuan Dan Unsur-Unsur PRA

VISI adalah pandangan terhadap keadaan masyarakat atau kehidupan yang melahirkan keinginan mendalam (cita-cita) untuk melakukan sesuatu.
VISI PRA yaitu terwujudnya perubahan sosial dan pemberdayaan masyarakat agar ketimpangan yang disebabkan oleh proses pembangunan dapat ditiadakan atau dikurangi, agar kesejahteraan dinikmati secara adil dan merata. Artinya;
·        Perlu dilakukan pemberdayaan  masyarakat agar terjadi perubahan perilaku serta perubahan sosial yang diharapkan.
·        Perlu dilakukan pendidikan masyarakat sebagai proses pemberdayaan tersebut.

Tujuan PRA
·        Tujuan Praktis (Jangka Pendek)
Menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan.
·        Tujuan Strategis (Jangka Panjang)
Mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.  Yang  dimaksud pemberdayaan (empowerment) adalah menguatkan masyarakat, dengan cara memberikan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya. Caranya melalui pembelajaran yang terus menerus selama kita mengembangkan program.
Sedangkan yang dimaksud dengan Perubahan Sosial (social change) adalah Perubahan cara-cara hidup dalam masyarakat, baik karena sebab-sebab dari dalam masyarakatnya sendiri maupun sebab-sebab dari luar. Perubahan sosial merupakan tujuan mendasar metode PRA. Tanpa tujuan peruhaban sosial, berarti bukan metode PRA. Perubahan yang diharapkan adalah: kehidupan masyarakat yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Melalui proses penyadaran dan pembelajaran, diharapkan masyarakat mampu merubah hidupnya sendiri.

BAGAIMANA MELAKUKAN PENGKAJIAN

DESA SECARA PARTISIPATIF ?



Dalam melakukan kajian pedesaan secara partisipatif, ada tahapan-tahapan yang semsetinya dilalui. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

 

Persiapan Desa

Persiapan desa adalah tahap yang sangat penting untuk kelancaran proses pelaksanaan kajian. Persiapan sebenarnya sudah diawali dengan proses sosialisasi. Dengan persiapan ini diharapkan bahwa masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat (melalui PRA). Selain itu, persiapan dapat juga melahirkan suatu kepercayaan (trust), keterbukaan dan suasana akrab di antara masyarakat dan Tim PRA.
Oval Callout: Di sawahnya mbak…Rounded Rectangular Callout: Kalau siang… dimana biasanya petani berada?Salah satu tahap dalam sosialisasi adalah penyusunan rencana kegiatan PRA. Dalam rencana tersebut menyangkut tentang  kesepakatan mengenai:
·        Tempat
Biasanya masyarakat sendiri mengatur penyediaan tempat tersebut. Yang perlu diperhatikan meliputi:
a.       Luasnya tempat (cukup luas untuk semua peserta)
b.      Tempat sesuai kondisi cuaca
c.       Tempat mudah dicapai untuk seluruh masyarakat serta fasilitator
d.      Tempat cocok untuk teknik PRA yang mau dipakai.
·        Waktu
Waktu pelaksanaan Kajian Keadaan Pedesaan disepakati bersama masyarakat. Biasanya masyarakat tidak dapat mengikuti kegiatan sepanjang hari karena harus kerja kebun atau kerja lain.
Pelaksanaan PRA makan cukup banyak waktu dan perlu kesabaran masyarakat dan fasilitator. Kajian Keadaan Pedesaan terdiri dari lebih dari pada satu kegiatan dan perlu beberapa pertemuan dengan masyarakat. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan keadaan setempat dan keinginan masyarakat.
·        Pengumuman / Undangan
Rencana pelaksanaan perlu diingatkan kepada masyarakat supaya masyarakat, termasuk  yang tidak sempat hadir pada saat sosialisasi, akan mengikuti kegiatan PRA. Perlu diingatkan bahwa perempuan juga perlu terlibat dalam kegiatan kajian. Sering kali masalah-masalah yang diangkat kurang peka terhadap kebutuhan perempuan dan terlalu memperhatikan pria. Ingat bahwa dalam pengembangan masyarakat perempuan punya peran penting!
Line Callout 2: Ayo kita mengenal PRA…..Oval Callout: Apa ndak ada tempat yang luas seehCloud Callout: Sumpek mas !!!

 

Persiapan Dalam Tim PRA

Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif seringkali difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang dibentuk oleh agen pembangunan atau agen perubahan (agent of change). Anggota Tim Fasilitator dapat terdiri dari orang luar (dari agen pembangunan) maupun orang dalam (wakil-wakil masyarakat), pria dan wanita dan dari macam-macam disiplin/sektor. Tim Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif terdiri dari beberapa orang, dianjurkan minimal terdiri dari 3 orang. Yang penting di sini adalah kekompakan Tim yang merupakan penentu dari kelancaran proses kajian.
Persiapan tim tersebut sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan di Pedesaan. Persiapan yang baik diharapkan dapat mencegah munculnya kebosanan masyarakat, konflik di antara fasilitator dan kebingungan masyarakat. Isu-isu penting yang dibahas pada persiapan tim meliputi:
·        Menentukan informasi yang akan dikaji
Informasi yang akan dikaji tergantung tujuan PRA. Tujuan bisa sangat umum (pemberdayaan masyarakat) atau bisa terkait dengan suatu isu, misalnya pengembangan agama atau perlindungan lahan kritis. Sesuai tujuan tersebut, yang telah disepakati dengan masyarakat, diputuskan informasi apa akan dikaji. Tim PRA harus memperhatikan bahwa informasi yang akan dikumpulkan harus memiliki relevansi dan tidak terlalu banyak ; yang penting kualitasnya!
·        Menentukan teknik PRA yang ingin dipakai
Berdasarkan informasi yang perlu dikaji, diputuskan teknik apa akan dipakai. Dari pengalaman dalam pelaksanaan PRA, teknik yang seringkali digunakan untuk mulai proses kajian meliputi pemetaan desa, kalender musim dan alur sejarah desa.
·        Menentukan dan menyediakan bahan pendukung dan media;
Media dan bahan pendukung ini sangat tergantung teknik PRA yang dipilih. Bahan pendukung yang bisa dimanfaatkan terdiri dari ‘bahan dari luar’ seperti kertas, spidol, kapur tulis dan lain-lain. Bahan lokal yang sering dipakai merupakan batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian dan lain-lain. Pilihan bahan dan media yang cocok dan bervariasi sangat penting untuk mengatasi kebosanan masyarakat dan fasilitator.
·        Pembagian Tugas dalam tim kajian kedaan pedesaan partisipatif
Untuk menerapkan PRA  perlu diadakan pembagian tugas dalam tim untuk masing-masing anggota. Tugas yang biasanya ada dalam TIM PRA meliputi:
a.       Pemandu diskusi / fasilitator utama.  Peran bertugas membangun proses diskusi, mendorong masyarakat untuk berdiskusi di antara mereka sendiri serta berbagi pengalaman;
b.      Pemerhati proses. Peran ini bertugas untuk mendampingi dan membantu fasilitator utama dalam memperlancar kegiatan serta menjaga proses agar tujuan akan tercapai. Dia melibatkan peserta pasif dan mengatasi peserta yang terlalu dominan (dengan cara yang halus!!)
c.       Pencatat proses. Peran ini bertugas melakukan pencatatan sebagai dokumentasi proses dan hasil diskusi secara lengkap dan obyektif;
d.      Penerjemah.  Penterjamah diperlukan untuk membantu anggota tim yang tidak menguasai bahasa daerah setempat.


MENGENAL TEKNIK
PENGKAJIAN DESA SECARA PARTISIPATIF

PRA  atau pengkajian desa secara partisipatif mempunyai sejumlah teknik untuk mengumpulkan dan membahas data.  Tehnik ini berguna untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat.  Tehnik-tehnik PRA antara lain:

1.    Secondary Data Review (SDR)
SDR merupakan cara mengumpulkan sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan maupun yang belum disebarkan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk mengetahui data manakah yang telah ada sehingga tidak perlu lagi dikumpulkan. Manfaat dari secondary data adalah untuk memperjelas topik-topik yang dibahas dalam PRA.
2.   Direct Observation
Direct Observation adalah kegiatan observasi langsung pada obyek-obyek tertentu, kejadian, proses, hubungan-hubungan masyarakat dan mencatatnya. Tujuan dari teknik ini adalah untuk melakukan cross-check terhadap jawaban-jawaban masyarakat.
3.    Semi-Structured Interviewing (SSI)
Teknik ini adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan sistematis yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk berkembang selama interview dilaksanakan.  SSI dapat dilakukan bersama individu yang dianggap mewakili informasi, misalnya wanita, pria, anak-anak, pemuda, petani, pejabat lokal.  Dapat juga oleh informan kunci, misalnya orang-orang yang dianggap mempunyai pengetahuan tertentu dimana pengetahuan itu tidak dimiliki oleh orang lain, misalnya petani, petugas kesehatan. Dapat juga dilakukan oleh kelompok, dalam rangka memperoleh informasi dari semua level masyarakat.  Tetapi dapat juga kelompok yang terfokus, yakni mendiskusikan topik-topik khusus secara mendetil.  Tujuan untuk mengumpulkan informasi kuantitatif maupun kualitatif yang berhubungan dengan tema/topik yang dibahas, misalnya profil keluarga, daftar kegiatan sehari-hari.
4.   Focus Group Discussion
Teknik ini berupa diskusi antara beberapa orang untuk membicarakan hal-hal yang bersifat khusus secara lebih mendalam.  Tujuannya untuk memperoleh gambaran terhadap suatu masalah tertentu dengan lebih rinci.
5.   Preference Ranking and Scoring
Adalah teknik untuk menentukan secara cepat problem-problem utama dan pilihan-pilihan masyarakat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memahami prioritas-prioritas kehidupan masyarakat sehingga mudah untuk diperbandingkan. Bentuk-bentuk voting juga termasuk preference ranking yang dilakukan dalam kelompok.
6.   Pairwise Ranking
Teknik ini upaya membuat ranking dari semua yang berkaitan dengan hidup masyarakat secara individual. Tentu saja disesuaikan dengan tema-tema tertentu, misalnya penggunaan waktu, pekerjaan, peranan anggota masyarakat dsb. Tujuannya adalah untuk memahami masalah utama dan pilihan individual dari anggota masyarakat dan mengetahui kriteria-kriteria yang dipergunakan mereka.
7.   Direct Matrix Ranking
Direct Matrix Ranking adalah sebuah bentuk ranking yang mengidentifikasi daftar kriteria obyek tertentu. Tujuannya untuk memahami alasan terhadap pilihan-pilihan masyarakat, misalnya mengapa mereka lebih suka menanam pohon rambutan dibvanding dengan pohon yang lain. Kriteria ini mungkin berbeda dari satu orang dengan orang lain, misalnya menurut wanita dan pria tentang tanaman sayur.
8.   Wealth Ranking
Wealth ranking atau rangking kesejahteraan masyarakat di suatu tempat tertentu.  Tujuannya untuk memperoleh gambaran profile kondisi sosio-ekonomis dengan cara menggali persepsi perbedaan-perbedaan kesejahteraan antara satu keluarga dan keluarga yang lainnya dan ketidak seimbangan dimasyarakt, menemukan indikator-indikator lokal mengenai kesejahteraan.  Wealth ranking berasumsi bahwa masyarakat punya pandangan dan ukuran-ukuran sendiri mengenai kesejahteraannya serta mereka sangat mengenali kondisinya.
9.   Mobility Mapping
Mobility mapping adalah sebuah alat untuk menggambarkan hubungan masyarakat dengan pihak luar.  Tujuan dari tehnik ini adalah untuk mencatat, membandingkan dan menganalisa mobilitas dari berbagai kelompok masyarakat dalam sebuah komunitas masyarakat tertentu.  Disamping itu tehnik ini akan menggambarkan indikator-indikator bahwa anggota masyarakat telah melakukan kontak dalam hal kebebasan, pendidikan, perdagangan, dan layanan-layanan lainnya.
10.  Social Mapping
Tehnik ini adalah sebuah berupa cara untuk membuat gambar kondisi sosial ekonomi masyarakat, misalnya gambar posisi permukiman, sumber-sumber mata pencaharian, peternakan, jalan, puskesmas, dan sarana-sarana umum, serta jumlah anggota keluarga, pekerjaan.  Hasil gambaran ini merupakan peta umum sebuah lokasi yang menggambarkan keadaan masyarakat maupun lingkungan fisik.  Tujuannya untuk menganalisa dan mendalami bersama keadaan masyarakat pada umumnya, sehingga muncul topik-topik atau tema-tema tertentu.
11.  Transect
Transect merupakan teknik penggalian informasi dan media pemahaman daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang membujur dari suatu sudud ke sudud lain di wilayah tertentu. Teknik ini bisa dipergunakan untuk gambaran sekarang, masa lalu (historical transect), atau yang akan datang. Tujuannya untuk memahami bersama tentang karakteristik dan keadaan dari tempat-tempat tertentu misalnya keadaan lahan, jenis tanaman, permukiman, sumber mata pencaharian, sumber air, gambaran peran laki-laki perempuan, cara-cara yang pernah ditempuh untuk mengatasi masalah.
12.  Seasonal Calendar
Seasonal Calendar adalah penelusuran kegiatan musiman  tentang keadaan-keadaan dan permasalahan yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (musiman) di masyarakat. Tujuan teknik  untuk mefasilitasi kegiatan penggalian informasi dalam memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan, masalah-masalah, fokus masyarakat terhadap suatu tema tertentu, mengkaji pola pemanfaatan waktu, sehingga diketahui kapan saat-saat sibuk dan saat-saat waktu luang. Kemudian juga sebagai upaya untuk mendiskusikan tawaran perubahan kalender dalam kegiatan masyarakat.
13.  Time Line (Trends and Historical profile)
Time line adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian dari suatu waktu sampai keadaan sekarang dengan persepsi orang setempat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai topik-topik penting di masyarakat. Topik-topik yang berulang ini dapat dijadikan topik penting untuk dibahas dengan lebih mendalam. Kearah mana kecenderungan-kecenderungan masyarakat dari waktu ke waktu.
14.  Livelihood Analysis
Teknik ini adalah alat analisa mata pencaharian masyarakat. Masayarakat akan terpandu untuk mendiskusikan kehidupan mereka dari aspek mata pencaharian. Tujuan dari teknik yaitu memfasisilitasi pengenalan dan analisa terhadap jenis pekerjaan, pembagian kerja pria-wanita, potensi dan kesempatan, hambatan, gambaran siapa lebih kaya dan siapa lebih miskin, kebutuhan masyarakat.
15.  Flow/Causal Diagram
Tehnik ini digunakan untuk menggambarkan adanya hubungan antara berbagai masalah satu dengan yang lain berupa kaitan sebab dan akibat dari masalah yang lainnya.  Tujuan tehnik ini adalah sebagai media untuk mendiskusikan hubungan satu tema dengan tema yang lain, sehingga diketahui masalah satu disebabkan oleh masalah yang lain.
16.  Venn Diagram
Teknik ini adalah untuk mengetahui hubungan institusional dengan masyarakat. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh masing-masing institusi dalam kehidupan masyarakat serta untuk mengetahui harapan-harapan apa dari masyarakat terhadap institusi-institusi tersebut.
17.  Farm Sketch
Teknik ini adalah sebuah cara untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk tipikal pengelolaan sebuah lingkungan kebun yang menggambarkan model pengelolaan tata ruang yang dimiliki oleh salah satu anggota masyarakat. Tujuan teknik ini adalah sebagi upaya untuk memberikan rujukan contoh nyata sebagai bahan analisis terhadap pengelolaan lingkungan.
18.  Trends and Changes
Trends and change adalah teknik untuk mengungkapkan kecenderungan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dan daerahnya dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memahami perkembangan bidang-bidang tertentu dan perubahan-perubahan apa yang terjadi dimasyarakat dan daerahnya.
19.  Daily Routine Diagram
Tehnik ini berupa usaha bersama membuat diagram yang menggambarkan kegiatan sehari-hari dari anggota masyarakat.  Tujuan tehnik yaitu untuk mendapatkan gambaran pola kegiatan harian anggota masyarakat.  Pola-pola kegiatan ini dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya atau pada masing-masing sub-group, seperti wanita, pria, orang tua, orang muda, pekerja, pengangguran, orang yang berpendidikan dan tidak, dsb.
20.  Historical Profile
Merupakan tehnik untuk mengumpulkan kejadian-kejadian penting masa lalu di masyarakat yang sampai sekarang masih ada bekas-bekasnya.  Tujuannya untuk memahami kondisi sekarang berdasarkan hubungan kausal dan sekarang masih menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat.  Yang dapat digali misalnya, pengenalan pupuk baru, penggunaan bibit-bibit baru, epidemi, peristiwa politik, bangunan infrastruktur dsb.

TEKNIK-TEKNIK INI TIDAK  BAKU,
SILAKAN MENAMBAH TEKNIK LAIN.

 Teknik 1
PEMETAAN
(MAPPING)


Pengertian
Pemetaan desa  adalah menggambar kondisi wilayah (desa, dusun, RT, atau wilayah yang lebih luas) bersama masyarakat.  .

Tujuan
Teknik  PRA ini digunakan untuk memfasilitasi masyarakat dalam mengungkapkan keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya sendiri. Hasilnya adalah peta atau sketsa keadaan sumberdaya umum desa atau peta dengan topik tertentu (peta topikal), sesuai kesepakatan dan tujuannya, misalnya ‘peta pemeluk agama Islam’,   'peta penyebaran Islam’.
Teknik ini banyak digunakan dan mengarah kepada teknik-teknik lain

Bagaimana Melakukan Pemetaan?
Pemetaan dapat dilakukan di atas tanah atau di atas kertas. Sering kali dipakai simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan dan biji-bijian. Keuntungan pemetaan dibuat di atas tanah adalah  luasnya peta yang tidak terbatas dan banyak orang dapat berperan aktif dalam pelaksanaannya. Tetapi, kalau digambar di tanah, hasilnya harus digambar kembali atas kertas agar hasilnya tidak hilang.






Rounded Rectangular Callout: Nah, disitu letak Masjidnya

Oval Callout: Mana letak sumber airnya?














Langkah-langkah melakukan Pemetaan:
1.        Sepakatilah tentang topik peta (umum atau topikal) serta wilayah yang akan digambar. Misalnya, topic tentang “peta agama Islam di desa Karang Gotheng”.
2.        Sepakatilah tentang simbol-simbol yang akan digunakan. Misalnya, rumah menggunakan daun, sungai menggunakan garis tebal, dsb.
3.        Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
4.        Gambarlah (bersama masyarakat!!) batasan-batasan wilayah dan beberapa titik tertentu (misalnya jalan, sungai, rumah ibadah, sekolah, pasar, kantor desa).
5.        Ajaklah masyarakat untuk melengkapi peta dengan detail-detail sesuai topik peta (umum atau topikal).
6.        Diskusikan lebih lanjut bersama masyarakat tentang keadaan, masalah-masalah, sebabnya serta akibatnya
7.        Ajaklah masyarakat untuk menyimpulkan hasil-hasil yang dibahas dalam diskusi.
8.        Tim yang bertugas sebagai pencatat proses, bertugas mendokumentasi semua hasil diskusi dan kalau pembuatan peta dan diskusi sudah selesai, peta digambar kembali atas kertas (secara lengkap dan sesuai peta masyarakat).

Contoh hasil pemetaan:








Peta Kesejahteraan Masyarakat Desa “XXX”
 

 


Teknik 2

 


KALENDER MUSIM

(SEASONAL CALENDAR)


Kehidupan masyarakat sedikit banyak dipengaruhi oleh pola atau daur kegiatan yang sama dan berulang dalam siklus waktu tertentu.  Misalnya pada masyarakat pedesaan kehidupan sosial ekonomi sangat dipengaruhi oleh musim-musim yang berkaitan dengan aktivitas pertanian seperti musim tanam, musim panen, musim hujan dan musim kemarau.  Pada masyarakat perkotaan jenis musim yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat mungkin agak berbeda misalnya musim buah, musim hari besar, musim tahun ajaran baru dan sebagainya.  Selain itu ada juga daur kegiatan yang bisa dikatakan sellau berulang dalam kedua macam masyarakat baik di desa maupun di kota misalnya musim penyakit tertentu, musim perkawinan dan sebagainya.
Dengan mengenali dan mengkaji pola-pola ini maka kita akan dapat memperoleh gambaran yang cukup memadai untuk penyusunan suatu program bagi masyarakat.  Upaya menggali informasi yang berhubungan dengan siklus musim ini dalam tehnik PRA disebut analisa Seasonal Calender (analisa kalender musim).

Pengertian
Seasonal calender adalah dua kata dalam bahasa Inggris yang masing-masing artinya sebagai berikut:  seasonal adalah jadwal permusim, sedangkan arti calendar adalah penanggalan.  Sebagai terminologi dalam tekhnik PRA arti seasonal calendar adalah suatu tekhnik PRA yang dipergunakan untuk mengetahui kegiatan utama, masalah, dan kesempatan dalam siklus tahunan yang dituangkan dalam bentuk diagram. Hasilnya, yang digambar dalam suatu ‘kalender’ dengan bentuk matriks, merupakan informasi penting sebagai dasar pengembangan rencana program.

Tujuan
Tujuan dipergunakannya analisa seasonal calender dalam tekhnik PRA adalah sebagai berikut:
1.        Mengetahui pola kehidupan masyarakat pada siklus musim tertentu.
2.        Mengidentifikasi siklus waktu sibuk dan  waktu luang masyarakat.
3.        Mengetahui siklus masalahan yang dihadapi masyarakat pada musim-musim tertentu.
4.        Mengetahui siklus peluang dan potensi yang ada pada musim-musim tertentu


Bagaimana Pembuatan Kalender Musim?
Kalender musim dapat dibuat di atas kertas atau di tanah. Sering kali dipakai simbol-simbol. Untuk simbol tersebut dapat dimanfaatkan biji-bijian, daun-daunan, batu-batuan dan lain-lain. Kalau digambar di tanah, hasilnya harus digambar kembali di atas kertas.
Contoh kalender musim:


 













Langkah-langkah Pembuatan Kalender Musim:
1.        Ajaklah masyarakat untuk menggambar sebuah kalender dengan 12 bulan (atau 18 bulan) sesuai kebutuhan. Tidak perlu mengikuti kalender tahunan, bisa mulai pada bulan lain, misalnya sesuai musim tanam.
2.        Diskusikan secara  umum tentang jenis-jenis kegiatan serta keadaan apa yang paling sering terjadi pada bulan-bulan tertentu dan apakah kegiatan itu selalu terulang dari tahun ke tahun. Misalnya, pada bulan keberapa masyarakat melakukan upacara bersih desa.
3.        Sepakati bersama masyarakat tentang symbol-simbol yang akan digunakan.
4.        Ajaklah masyarakat menggambarkan kegiatan-kegiatan utama serta keadaan-keadaan kritis yang berakibat besar bagi masyarakat dalam kalender.
5.        Diskusikan lebih lanjut (lebih mendalam) bersama masyarakat tentang keadaan, masalah-masalah, sebabnya serta akibatnya
6.        Sesuaikan gambaran dengan hasil diskusi.
7.        Ajaklah masyarakat untuk menyimpulkan apa yang dibahas dalam diskusi
8.        Tim yang bertugas sebagai pencatat proses, bertugas mendokumentasi semua hasil diskusi. Kalau  pembuatan bagan dan diskusi sudah selesai, bagan digambar kembali atas kertas (secara lengkap dan sesuai gambar masyarakat).

Teknik 3

PENELUSURAN DESA

(Transek)


Pengertian dan Tujuan
Transek (Penelusuran Desa) merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalam pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Dengan teknik transek, diperoleh gambaran keadaan sumber daya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan dan potensi-potensi yang ada. Hasilnya digambar dalam diagram transek atau ‘gambaran irisan muka bumi’.
Jenis-jenis transek meliputi ‘Transek sumber daya desa umum’, Transek sumber daya alam’, Transek Topik Tertentu’, misalnya “transek mengamati kesehatan lingkungan masyarakat” atau “transek perkembangan agama”.
 











Bagaimana melakukan Transek?
Transek biasanya terdiri dari dua tahapan utama yaitu:
·        perjalanan dan observasi
·        pembuatan gambar transek
Hasilnya biasanya langsung digambar atas flipchart (kertas lebar). Sebelum melakukan Transek perlu disiapkan bahan dan alat seperti kertas flipchart, kartu warna-warni, spidol, makanan dan minuman. Kegiatan transek biasanya makan waktu yang cukup lama.
Perjalanan
·        sepakatilah tentang lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi serta topik-topik kajian yang akan dilakukan (misalnya penggunaan lahan, jenis tanah, pengairan, ketersediaan pakan ternak, masalah, potensi dan lain-lain)
·        sepakatilah lintasan penelusuran serta titik awal dan titik akhir (bisa memanfaatkan hasil Pemetaan Desa)
·        lakukan perjalanan dan mengamati keadaan, sesuai topik-topik yang disepakati
·        buatlah catatan-catatan hasil diskusi di setiap lokasi (tugas pencatat)

Pembuatan gambaran transek
·        sepakatilah simbol yang akan dipergunakan dan mencatat simbol dan artinya
·        gambarlah bagan transek berdasarkan hasil lintasan (buatlah dengan bahan yang mudah diperbaiki / dihapus agar masih dapat dibuat perbaikan)
·        untuk memfasilitasi penggambaran, masyarakat diarahkan untuk menganalisa mengenai:
*     perkiraan ketinggian
*     perkiraan jarak antara satu lokasi dengan lokasi lain
*     mengisi hasil diskusi  tentang topik-topik dalam bentuk bagan / matriks (lihat contoh)
·        kalau gambar sudah selesai, mendiskusikan kembali hasil dan buat perbaikan jika diperlukan
·        mendiskusikan permasalahan dan potensi di masing-masing lokasi.
·        menyimpulkan apa yang dibahas dalam diskusi.
·        pencatat mendokumentasi semua hasil diskusi.

Teknik 4

 

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN

(DIAGRAM VENN)



Pengertian
Diagram Venn merupakan teknik yang bermanfaat untuk melihat hubungan masyarakat dengan berbagai lembaga yang terdapat di desa (dan lingkungannya). Diagram venn memfasilitasi diskusi masyarakat untuk mengidentifikasi pihak-pihak apa berada di desa, serta menganalisa dan mengkaji perannya, kepentingannya untuk masyarakat dan manfaat untuk masyarakat. Lembaga yang dikaji meliputi lembaga-lembaga lokal, lembaga-lembaga pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga swasta (termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat). Diagram Venn bisa sangat umum atau topikal; mengenai lembaga-lembaga tertentu saja, misalnya yang kegiatannya berhubungan dengan penyuluhan pertanian saja, kesehatan saja atau pengairan saja.

Tujuan
Teknik ini bertujuan memperoleh data tentang:
1.        Pengaruh lembaga/ tokoh masyarakat yang ada di wilayah terhadap kehidupan dan persoalan warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.
2.        Tingkat kepedulian dan frekwensi lembaga/tokoh masyarakat dalam membantu memecahkan persoalan yang dihadapi oleh warga masyarakat

Bagaimana membuat Diagram Venn?
Diagram Venn dapat dibuat di atas kertas atau di tanah. Sering kali dipakai kertas (yang digunting dalam bentuk lingkaran) dan spidol.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan Diagram Venn meliputi:
1.        Mintalah kepada peserta pertemuan baik laki‑laki dan perempuan untuk membentuk beberapa kelompok dengan anggota 5‑10 orang. Jika perlu minta kelompok yang dibentuk menurut jenis kelamin.
2.        Bahaslah dengan masyarakat lembaga-lembaga yang terdapat di desa (lembaga-lembaga yang terkait dengan topik yang akan dibahas)
3.        Catatlah daftar lembaga-lembaga pada flipchart (kertas potongan)
4.        Guntinglah sebuah lingkaran kertas yang menunjukkan masyarakat
5.        Sepakatilah mengenai simbol-simbol yang dipergunakan, misalnya:
®      besarnya lingkaran: menunjukkan pentingnya lembaga-lembaga tersebut menurut pemahaman masyarakat. Semakin penting suatu lembaga maka semakin besar lingkaran
®      jarak dari tingkatan masyarakat:  menunjukkan pengaruh lembaga tersebut menurut pemahaman masyarakat. Semakin dekat dengan lingkaran masyarakat maka lembaga tersebut semakin berpengaruh.
6.      Tulislah kesepakatan simbol-simbol tersebut pada flipchart agar mudah diingat oleh masyarakat
7.      Bahaslah apakah lembaga-lembaga tersebut ‘penting’  menurut pemahaman masyarakat dan menyepakati besarnya lingkaran yang mewakili lembaga tersebut
8.      Guntinglah kertas-kertas yang berbentuk lingkaran yang besarnya sesuai dengan kesepakatan, tulislah nama lembaga tersebut pada lingkaran itu
9.      Letakkanlah lingkaran masyarakat di atas lantai
10.  Bahaslah bagaimana manfaat lembaga tersebut terhadap masyarakat yang ditunjukkan oleh jaraknya dari lingkaran masyarakat
11.  kalau semua lembaga telah ditempatkan, periksalah kembali dan diskusikan kebenaran informasi tersebut
12.  Buatlah perubahan kalau memang diperlukan.
13.  Diskusikan bersama masayarakat permasalahan dan potensi masing-masing lembaga.
14.  Simpulkan bersama masyarakat apa yang dibahas dalam diskusi.
15.  Tim yang bertugas sebagai pencatat proses, bertugas mendokumentasi semua hasil diskusi dan kalau pembuatan diagram dan diskusi sudah selesai, diagram digambar kembali atas kertas (secara lengkap dan sesuai gambar masyarakat).

Yang perlu diperhatikan pentingnya suatu lembaga terhadap masyarakat (yang ditunjukkan oleh besarnya lingkaran) belum tentu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat (yang ditunjukkan oleh jarak dari lingkaran masyarakat)

Teknik 5
ALUR SEJARAH
( TIMELINE )

Pengertian
Timeline adalah teknik penelusuran alur sejarah suatu masyarakat dengan menggali kejadian penting yang pernah dialami pada alur waktu tertentu.
Alasan melakukan timeline adalah :
1.   Teknik ini dapat menggali perubahan-perubahan yang terjadi, masalah-masalah dan cara menyelesaikannya, dalam masyarakat secara kronologis,  .
2.   Teknik ini dapat memberikan informasi awal yang bisa digunakan untuk memperdalam teknik-teknik lain.
3.   Sebagai langkah awal untuk teknik trend and change
4.   Dapat menimbulkan kebanggaan masyarakat dimasa lalu
5.   Dengan teknik ini masyarakat merasa lebih dihargai sehingga hubungan menjadi lebih akrab.
6.   Dapat untuk menganalisa hubungan sebab akibat antara berbagai kejadian dalam sejarah kehidupan masyarakat, seperti; perkembangan desa, peran wanita, kondisi lingkungan, perekonomian, kesehatan atau perkembangan penduduk.


Tujuan
Tujuan time line adalah
1.      Mengungkap kembali alur sejarah masyarakat suatu wilayah yang meliputi; Topik-topik penting yang terjadi pada tahun-tahun tertentu. 
2.      Mengetahui kejadian-kejadian yang ada di dalam masyarakat secara kronologis.
3.      Mengetahui kejadian penting masa lalu yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
4.      Masyarakat memahami kembali keadaan mereka pada masa kini dengan mengetahui latar belakang masa lalu melalui peristiwa penting dalam kehidupan mereka dimasa lalu.

Langkah-langkah Pembuatan Timeline
Langkah-langkah yang dilakukan selama proses timeline adalah sebagai berikut;
1.   Memilih Nara Sumber Lokal (masyarakat asli) yang sudah lama tinggal di daerah tersebut dan benar-benar memahami sejarah wilayahnya.
2.  Tim dan Nara Sumber Lokal yang terpilih menentukan waktu dan tempat pertemuan
3.   Setelah semua peserta berkumpul, ketua tim memperkenalkan diri kepada seluruh peserta yang hadir.
4.   Selanjutnya menjelaskan pengertian timeline (penelusuran alur sejarah desa), tujuan serta manfaat kegiatan ini.
5.   Diteruskan dengan menjelaskan hal-hal yang akan digali dalam pembuatan timeline.
6.   Setelah semua Nara Sumber Lokal paham, peserta & tim bisa memulai proses penggalian data melalui sumbang saran, tanya jawab dan diskusi. Untuk memulai dialog bisa dibuka dengan bagaimana asal usul nama daerah tersebut. Catatan : Kalender sosial didesa akan membantu mengingat peristiwa dimasa lalu.
Dalam menggali informasi bisa dengan memberikan stimulasi (mengingatkan kembali) topik-topik seperti misalnya;
Catatan khusus: point-point yang dapat dipakai untuk memulai penggalian informasi.
o   Dimulai dengan mengetengahkan sejarah terbentuknya pemukiman, asal-usul penduduk atau perkembangan jumlah penduduk.