Aku
masih tersenyum manis hingga tiba dirumah setelah berjumpa dengannya, Tante
Arsya Andita Gie Pamela. Itulah nama lengkapnya. Walaupun pertemuan ini adalah yang kesekian kalinya aku bertemu,
namun betapa hatiku sangat tenang, damai
dan menyenangkan jika teringat senyuman dan tutur katanya yang begitu
bijaksana. Beliau orang yang ramah, cantik, tinggi, mancung, cerdas dan seksi
serta berjiwa keibuan. Meski dia mengaku belum menikah diusianya yang hampir 38
tahun. Entah apa alasannya, aku pun tak begitu penasaran. Beliau juga mengaku
mengenal mamah. Tapi aku tak pernah tahu kapan dia pernah mengenal mamahku.
Karena namanya tak ada dideretan semua
nama teman-teman mamah yang ku kenal,
Aku
seorang gadis berusia 15 tahun. Saat ini aku baru menduduki bangku Sekolah
Menengah Atas di SMA N 1 Kandanghaur. Keluarga memanggilku dengan nama “Amel”.
Dan teman-teman biasa memanggilku “Oddy” padahal nama ku Melody byde rohmani.
Mungkin panggilan itu diambil dari dua suku kata terakhir nama awalku “lo-dy”
dan membuang huruf L-nya.
Setelah
ku masuki halaman rumah, kudapati mamah yang sedang duduk di ayunan dekat kolam
ikan dengan membaca komik kesukaanya “Detective Conan” seri ke- 48 dan itu yang
kesekian kalinya ia mengulang untuk membacanya. Terlihat bosan di mataku, namun
itulah yang dapat dilakukannya untuk mengobati kegundahan hati paska di tinggal
ayah yang tanpa basa basi meninggalkan kami hingga kini entah dimana. Saat itu
aku masih kelas 5 SD dan terdengar di telingaku kalau ayah itu terlalu
melankolis untuk menjadi seorang pria. Dan tak sanggup menghadapi sikap mamah
yang keras bak lelaki.
Ku
dekati dia, ku ucapkan salam dan kucium tangannya. Namun, tak ada pertanyaan
yang dilontarkan sebagai rasa kekhawatirannya padaku walau aku pulang hingga
selarut ini. Dan sepertinya selalu begitu. Aku seakan hanya seorang diri tinggal
dirumah yang megah walau sebenarnya aku ditemani mamah, nenek dan mbok Niyem
pembantu rumah ini.
Kali
ini nenek sudah tidur. Dan jika saja dia tahu aku pulang lewat dari jm8 malam
pasti dia yang akan memarahiku karena aku cucu satu satunya dalam keluarga
besar Rohmani. Yah, Rohmani adalah nama almarhum kakek tercinta yang sangat
tampan nan rupawan.
Sejenak
kurebahkan badanku diatas tempat tidur sembari memandang photo kecilku saat
bersama ayah dan ibu. Dan tanpa terasa keharuan kurasakan, betapa aku
merindukan ayah yang dulu sangat memanjakanku. Beliau gagah, tampan dan sangat
mirip denganku. Jika saja aku ikut dengannya saat beliau pergi. Mungkin aku tak
akan tertekan dengan sikap mamah yang selalu acuh bahkan tak peduli dengan
keadaanku. Ia hanya memberiku materi yang tak aku butuhkan, karena
kasihsayangnyalah yang aku rindukan. Lalu hingga saat ini mamah hanya peduli
dengan perasaannya saja yang sedih ditinggal ayah.
“kalau
kamu mau, tinggal saja dirumah tante... Kamu bisa lakuin apa saja yang kamu mau
sayang” tiba tiba saja ada sms masuk dari Tante Arsya disaat kupandangi photo
keluargaku. Ku tarik nafasku dalam dalam dan ku hembus lepas untuk menenangkan
pikiranku sejenak. Aku tak membalasnya. Alasanku simpel, bingung mau balas apa.
Lalu, ku coba memejamkan mata dan membayangkan pertemuan pertamaku dengannya
yang tak terduga.
Saat
itu, dikala senja menyapa alam. Debur ombak menerpa batu karang dan desir angin
mengalun bagai lagu terlembut yang kudengar. Aku dan beberapa teman dekatku
sedang bermain dan bercanda bersama di pantai Utara Eretan yang lumayan indah.
Tertawa, berphoto dan berlari saling mengejar satu sama lain. Hingga akhirnya
saat ku berlari dengan posisi mundur aku menabrak seorang wanita yang bagiku
sangat cantik. “maaf tante” ucapku menunduk malu. Namun aku terkejut saat
kudongakkan wajahku dan memberanikan diri menatap wajahnya. Dia memandangku
tajam, dan mendekatiku dengan jarak lebih dekat 10 cm lalu memegang pipiku.
“Melody Byde Rohmani” ucapnya pelan. Aku bingung dan hanya terdiam. Terlihat
teman-temanku mendekati kami berdua dan hanya menonton saja layaknya
menyaksikan adegan pertemuan yang sudah lama terpisah.
“tante
kenal aku?” tanyaku basa basi.
“Kamu
anaknya ibu Zuchaida Rohmani dan bapak Rosyad alfaima kan? Tinggalmu masih di
desa Bugel, Sukahaji?” diapun balik bertanya sembari melepaskan tangannya dari
wajahku.
“tante
kenal orang tuaku?” akupun bertanya lagi
“aku
hanya kenal mamahmu, dekat” tuturnya menunduk
Seperti
masuk dalam dunia sinetron. Aku hanya mengangguk dan meminta maaf untuk kembali
bermain bersama teman-temanku. Namun ia mencegahku dan malah mengajak kami
semua untuk makan Ikan Bakar Etong di kafe pantai terdekat bersama-sama. Ia
yang sedang bersama teman perempuannya tante Nugi, menghabiskan waktunya untuk
berbagi cerita di pantai Eretan itu bersama kami. Setelah itu, ia meminta nomor
hpku. Alasannya, ia ingin mengenalku lebih dekat.
Di
benakku, terbesit banyak pertanyaan tentangnya. Siapa dia? Benarkah dia itu
teman mamah? Namun tak sempat kutanyakan karena mamah begitu acuh padaku hingga
sampai saat ini mamah tak tahu kalau aku sering bertemu dengan Tante Arsya yang
mengenalnya. Lagi pula, untuk apa kutanyakan ini. Toh kenyataanya, tante lebih
mengerti aku dibandingkan mamah sebagai orangtuaku sendiri.
Keesokan
harinya, di pagi hari minggu yang indah nan sejuk. Aku bergegas untuk bersiap
siap pergi ke pantai Eretan lagi. Aku janji untuk bertemu tante Arsya hari ini ditempat
biasa. Dia sudah memesan tempat untuk bertemu dan siap mendengarkan semua
cerita ku. Kemarin saja dia memberiku cerita lucu tentang seorang wanita yang
ingin berubah menjadi setangkai mawar merah berduri. Bunga yang diinginkan oleh
banyak orang karena keindahan dan sebagai simbol rasa cinta dan kasih sayang.
Dan durinya adalah kekuatan untuk melindungi diri dari siapa saja yang ingin
memetiknya. Namun, usaha wanita tersebut tak berha sil walau ia sudah menempelkan banyak kelopak bunga mawar
ditubuhnya dan menyiramnya setiap hari. Tak terbayangkan olehku, betapa
bodohnya wanita itu. Pikirku dan tersenyum.
Sesampainya
di pantai Eretan, Tante sudah menungguku dikafe biasa. Dan kali ini tante
membawa setangkai mawar merah segar yang terlihat baru saja di petik. Ternyata
bunga itu untuk aku. Dan ku ucapkan terima kasih karena mawarnya sangat Indah.
Tante pun berkata kalau sebenarnya, yang ingin menjadi bunga mawar itu adalah
dirinya. Dia ingin menjadi mawar yang segar, berduri dan menjadi bunga
kesayangan malaikat kecil seperti aku. Jika bunga itu selalu segar berarti dia
sangat menyayangi malaikat kecil itu dan begitupun jika layu, berarti dia tak
peduli apapun padanya. Betapa terharunya aku, dan juga merasa lucu karena ada
seseorang yang ingin berubah menjadi setangkai bunga mawar merah nan segar.
Kemudian, tante pun memberiku sebuah poster “L” salah satu karakter di film
Death Note yang sangat aku suka. Semuanya membuatku terkejut. Dari siapa dia
tahu semua ini. Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia seperti sosok bidadari yang
tiba-tiba muncul dihadapanku, tahu apa yang kumau, mengerti apa yang aku
rasakan. Siapa kamu tante? Siapa? Gumamku dalam hati. Ternyata tante tahu semua
itu dari mamah.
Rasa
khawatir pun mucul. Apakah tante bercerita kepada mamah kalau aku suka
mengeluhkan sikapnya selama ini dari belakang. Tapi hal itu tante pungkiri,
karena dia justru memujiku didepan mamah, katanya. Tante pun malah menasehatiku
untuk tetap sayang, menjaga dan mengerti keadaan mamah. Karena dia merasa
bersalah selama ini kepadaku.
Aku
merasa renyuh, setelah mendengar fakta yang terungkap dari tante. Haruskah aku
percaya pada dia yang baru ku kenal? Dia bilang mamah tak pernah menginginkanku
lahir. Tapi ayah, nenek dan almarhum kakek menginginkanku lahir. Itulah satu
satunya alasan mengapa ia tak menggugurkan aku seperti halnya yang dia lakukan
kepada dua calon kakakku yang tak sempat lahir.
Kemarahanku
memuncak saat dia bilang kalau ayahku pergi karena mamahku yang menginginkan
kepergian itu. Tante mendekatiku, memelukku penuh keharuan. Kurasakan belaian
tante yang hangat. Tuhan, kenapa bukan tante arsya saja yang menjadi ibuku.
Lalu, ku putuskan untuk tinggal bersama tante di Jakarta dan berangkat pukul 3
sore ini.
Ku
tenangkan hatiku, ku seka air mata yang sedari tadi mengalir. Aku bergegas
pulang ke rumah dan segera berkemas. Mamah dan Nenek kaget melihat apa yang ku
lakukan. Nenek pun bertanya apa yang sedang terjadi. Dan ku jawab singkat mau
ikut camping bareng teman teman di Jakarta. Tapi mamah tak bertanya apapun
kepadaku. Dia malah beranjak dan pergi entah kemana. Kubiarkan apa yang mamah
lakukan. Toh setelah ini aku akan hidup dengan mamah baruku di Jakarta.
Seusai
berkemas aku berpamitan dengan nenek dan mbok Niyem. Aku duduk di teras depan menunggu
jemputan tante Arsya dengan mobilnya sembari menciumi bunga mawar merah
pemberiannya. Aku tak menemukan mamah didalam rumah, mungkin dia sedang ke
warung sebentar. Pikirku.
Dan
tak lama kemudian, mamah datang bersama tante Arsya. Lagi lagi aku dikejutkan.
“kok datang berdua?” mamah tak menjawab pertanyaanku. Beliau malah masuk ke
dalam rumah. Aku memandang tante Arsya, beliau mengisyaratkan aku untuk
berbicara dengan mamah terlebih dahulu sebelum pergi. Aku pun menyusul mamah
kedalam. Kudapati mamah duduk terdiam diatas sofa ruang tamu dengan posisi
menunduk. Ku beranikan diri bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Lalu tanpa
basa basi mamah mengatakan “Arsya itu, Rosyad Ayah kamu Mel” “apa?” aku
terkejut lagi. Terlebih pengakuan itu di iyakan oleh tante arsya yang berdiri
di pintu masuk “iya mel, aku ini... ayahmu. Aku bertransgender dan merombak
semua penampilanku dengan operasi plastik di thailand selama aku pergi
meninggalkan kalian” geram, aku sangat geram. Ku dorong tante arsya yang lebih
tepatnya adalah ayahku, Rosyad. Dia
terjatuh dan dadanya membentur sudut meja kaca yang ada di teras rumah. Aku tak
peduli keadaanya. Aku berbalik menuju kamarku tapi aku mendengar teriakan mamah
dan nenek “Ya allah!!!!” aku pun kembali melihat. Dan.. Miris.. menyedihkan.
Ayah mendadak pucat, badannya membiru. Mamah dan nenek segera mencari bantuan.
Tapi terlambat. Ayah sudah tiada. Silikon yang di pasang di buah dada robek
akibat tersangkut sudut meja kaca yang lancip. Racunnya menyebar cepat
keseluruh tubuhnya. Aku tak menyangka tanganku
dapat mematikan seseorang yang sangat aku cintai walau ia mengecewakan.
Aku
mengasingkan diriku didalam kamar hingga pemakaman ayah selesai. Aku mendengar
desas desus masyarakat yang tak henti membicarakan keluarga kami. Katanya, Ayah
dikuburkan sebagai seorang lelaki meski jasadnya seorang wanita. Katanya, ayah
meninggal karena jatuh terpeleset. Katanya.... katanya.... Tuhan, aku harus
bagaimana?? Keluargaku mengarang cerita tentang kematian ayah. Aku takut keluar
kamar. Aku takut melihat keluargaku. Tapi aku ingin melihat tempat terakhir
ayah. Bagaimana ini? Aku tak kuasa membendung airmataku yang deras mengalir bak
curah hujan. Aku gusar. Kupecahkan semua yang ada di atas meja belajarku. Kemudian
ku melihat bunga mawar yang layu pemberian ayah yang terpental di sudut pintu.
Aku memungutnya. Kuciumi walau tak seharum tadi pagi.
Berhari
hari aku mengurung diri dikamar. Tanpa melakukan aktifitas apapun selain
memandang, memeluk dan mencium bunga mawar pemberian ayah yang sudah kering.
Penyesalanku tiada arti. Beliau telah tiada. Mamah dan nenek tak henti hentinya
mengetuk pintu kamarku. Namun tak ku hiraukan. Jika saja aku tak mendorong.
Lagi lagi aku menangis.
Hari
ini hari ke 7 paska kematian ayah. Tepat ba’da subuh Ku beranikan diri untuk pergi
melihat tempat tinggal terakhir ayah. Ku tancapkan mawar merah kering didekat
nisannya. Ku dekap gundukan tanah yang menutup jasadnya. Ku menangis dan
menyesali semua yang terjadi. Ku panjatkan doa-doa pengampunan atas semua
kesalahan aku dan ayahku. Ku pejamkan mata dan berpasrah untuk semua yang
terjadi. Ku katakan aku menyesal dan sangat mencintai ayah. Aku hanyut dalam
renungan dan kidung doa yang kulantunkan bersama rembesan air mata yang tek
henti hentinya mengalir. Tak lama dalam pejamku. Aku melihat sinar terang
membalut tubuhku, aku merasa damai didalamnya. Merasa sedang berkomunikasi
dengan sesuatu yang aku tak tahu. Aku tersenyum seakan melihat wajah ayah yang
tersenyum. Dan kurasakan seseorang mengoyang goyangkan tubuhku. “mel!
Mel!bangun!” itu suara mamah. Lalu aku terbangun dan terkejut melihat hari
sudah mulai malam. ternyata aku tertidur sepanjang hari di makan ayah. Mamah
dan nenek mencariku setelah tahu aku tidak ada di kamarku. Aku pun menjadi
lebih terkejut ketika kusadari mawar kering yang ku tancapkan didekat nisan
ayah itu merekah indah, terlihat segar meski malam. “kamu tidak apa-apa mel”
tanya nenek. Aku mengangguk dan mengajak pulang. Aku tahu cinta ayah begitu
besar padaku. Ia menjelma menjadi bunga mawar seperti yang ia impikan. Dan
ternyata, ibu ingin ayah pergi untuk mencari jati dirinya yang sejati.